Kesenjangan global menjadi tema utama konferensi internasional yang digelar Deutsche Welle. Sekitar 2000 peserta internasional membahas bagaimana media bisa mengangkat masalah ini.
Iklan
Setiap bulan Juni di kota Bonn, Deutsche Welle (DW) menggelar konferensi internasional "Global Media Forum" (GMF) dengan banyak peserta dari berbagai negara yang bergerak di bidang media. Para pengambil keputusan di bidang politik, ekonomi dan wakil-wakil organisasi non-pemerintah juga hadir dalam ajang ini. Tahun ini, DW menggelar GMF yang ke 11. Fokus utama konferensi tiga hari ini, dari 11 sampai 13 Juni, adalah kesenjangan global.
Direktur Jenderal DW Peter Limbourg dalam sambutannya mengatakan, Global Media Forum saat ini sudah menjadi konferensi media internasional yang terbesar di Jerman dengan sekitarb 2000 peserta yang berasal dari lebih 120 negara. "Ini adalah ajang unik yang memungkinkan pertukaran antara jurnalis dari berbagai negara, para manajer media dan aktivis yang berjuang untuk kebebasan pers."
Limbourg menambahkan: "Global Media Forum setiap tahun menunjukkan, bahwa DW punya jaringan yang baik dan kuat. Dari pertukaran dan dialog, kita bisa saling belajar." Kali ini cukup banyak peserta dari Asia, terutama Pakistan dan Bangladesh, kata ketua panitia GMF Verica Spasovska. Sekitar 100 jurnalis dari negara berkembang bisa datang berkat undangan dari Kementerian Luar Negeri.
"Telpon selular sebagai agen perubahan"
Direktur GMF Guido Schmitz juga memuji kerjasama baik dengan pemerintahan Negara Bagian Nordrhein-Westfalen. Ada sekitar 60 acara diskusi panel dan workshop tentang isu "Kesenjangan Global". Politisi yang diundang antara lain mantan Presiden Afghanistan Hamid Karsai dan diplomat tinggi Eropa serta wakil pemerintahan federal Jerman.
Jurnalis Pakistan Yusuf Omar, salah satu perintis "mobile reporting", reportase dengan menggunakan telepon selular, menerangkan bagaimana penyebaran telepon genggam bisa berkontribusi dalam upaya peannggulangan kesenjangan. "Dulu, pena dianggap lebih berkuasa dibanding pedang. Di masa kini, telepon selular bisa dianggap sebagai agen perubahan yang terpenting", katanya.
Direktur Jenderal DW Peter Limbourg menerangkan, adalah penting bagi media "untuk menyoroti, di mana saja terjadi kesenjangan, bagaimana kesenjangan dialami dan apa dampaknya bagi masyarakat, serta apa yang bisa dilakukan media untuk menanggulanginya". Kesenjangan akan selalu ada dan tidak akan hilang, namun tetap saja kesetaraan hak harus diperjuangkan, kata Limbourg.
"Harus lebih partisipatif"
Ketua panitia GMF Verica Spasovska ingin agar GMF menjadi lebih partisipatif dan dialogis. "Kita sekarang lebih sedikit melaksanakan diskusi panel, di mana tiga atau empat nara sumber berdiskusi. Kami memperbanyak acara yang bbersifat dialogis, jadi publik lebih banyak dilibatkan", katanya. Acara GMF disiarkan lewat live streaming di internet. "Tahun lalu saja ada sekitar 40.000 orang yang mengikuti acara ini lewat internet", kata Spasovska.
Kesenjangan sosial juga menjadi tema dalam pameran foto karya Johnny Miller, yang diambil dengan drone dari atas. Selain itu makin banyak acara musik disuguhkan, antara lain oleh pemusik Reggae Jerman Patrice Bart-Williams dan penyair dan penyanyi Inggris, Anne Clark. Peter Limbourg optimis, GMF di masa depan akan menjadi ajang yang penting: "Global Media Forum harus terus berkembang, untuk memenuhi tuntutan publik dan agar tetap bisa berperan sebagai konferensi media internasional yang terpenting di Jerman," katanya.
hp/vlz (DW)
'Make Love, Not War:' 60 Tahun Simbol Perdamaian
Simbol ini tadinya dibuat seniman grafis Inggris, Gerald Holtom untuk digunakan gerakan protes anti nuklir. Namun kemudian menjadi simbol global untuk perdamaian dan gerakan anti kekerasan.
Foto: Getty Images/AFP/W. Radwanski
Pawai paskah anti nuklir yang pertama
Gerald Holtom menciptakan logo ini awal tahun 1958 untuk demonstrasi anti nuklir selama perayaan Paskah. Idenya dari sinyal bahasa bendera (semafor) untuk tanda "N" dan "D" di bidang pelayaran. Yang dimaksud adalah motto gerakan anti nuklir "Nuclear Disarmament" (Pelucutan Nuklir). Ketika itu, sekitar 10.000 pemrotes berangkat dari London dan berpawai ke fasilitas senjata nuklir di Aldermaston.
Foto: Getty Images/Keystone/Hulton Archive
Tersebar di Amerika Serikat
Simbol itu dengan cepat tersebar di Amerika Serikat. Dr. Martin Luther King mempromosikan simbol perdamaian itu kepada wartawan tahun 1964 dan membuatnya jadi populer. Simbol ini kini tidak hanya mempromosikan pelucutan senjata nuklir, melainkan juga keadilan sosial dan kesetaraan.
Foto: picture-alliance/dpa/UPI
Memrotes Perang Vietnam
Karya Gerald Holtom itu kemudian jadi logo utama gerakan perdamaian tahun 1960an. ketika jutaan orang di seluruh dunia memrotes intervensi militer AS di Vietnam dan di seluruh Asia Tenggara. Foto di atas menunjukkan simbol perdamaian berada di atas para peserta demonstrasi besar di Stadion Kezar di San Francisco.
Foto: Imago/UIG
Tentara untuk perdamaian
Tidak hanya kaum hippies dan aktivis anti perang yang menggunakan simbol perdamaian. Tentara Amerika yang ada di Vietnam juga melukis simbol itu pada helm atau bendera mereka untuk menunjukkan penolakan mereka terhadap perang. Gambar di atas menunjukkan serdadu AS di dekat perbatasan Vietnam-Laos.
Foto: picture-alliance/AP Images
"Make Love, Not War!"
Anggota The Beatles John Lennon dan istrinya Yoko Ono mengambil sikap menentang Perang Vietnam dengan slogan mereka di atas yang sekarang jadi terkenal. Pasangan ini jadi pelopor gerakan perdamaian akhir 1960-an dengan aksi protes "bed-in". Tahun 1971, John Lennon merilis lagu "Imagine", yang menjadi semacam theme song gerakan perdamaian.
Foto: Getty Images/S. Gallup
Konser legendaris di Woodstock 1969
"Love instead of war" adalah motto konser musik legendaris Woodstock Festival tahun 1969. Sekitar 500 ribu orang datang ke Catskill Mountains di selatan negara bagian New. Banyak pengunjung menggunakan simbol perdamaian di t-shirt dan spanduk-spanduk mereka, sambil mendengar Jimi Hendrix (foto), Janis Joplin, The Who dan banyak musisi lainnya yang mengusung pesan anti perang.
Foto: picture-alliance/MediaPunch/P. Tarnoff
Greenpeace
Sekelompok aktivis lingkungan Kanada 1971 berlayar di lepas pantai Alaska dengan sebuah kapal bernama "Greenpeace" untuk mencegah ujicoba bom atom di Pulau Amchitka, sebelah selatan Alaska. Kapal itu memakai tanda simbol perdamaian. reenpeace kemudian berkembang menjadi organisasi lingkungan yang aktif di seluruh dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
Simbol melawan teror
Selain menjadi simbol anti perang, logo ini sekarang juga menjadi simbol melawan teror, setelah gelombang serangan teror para jihadis melanda dunia. Setelah serangan di Paris bulan November 2015, seniman grafis Prancis Jean Jullien merancang logo yang menggunakan lambang Menara Eiffel di tengahnya. Gambar itu menyebar dengan cepat di jejaring sosial melalui hashtag #PeaceForParis.
Foto: Getty Images/X. Olleros
Kembali ke gerakan hijau
Pada KTT G20 yang diadakan di Bonn, Jerman, tahun 2017, seorang petani di Meinersen di Niedersachsen membuat tanda perdamaian ini di ladang jagungnya, hampir 60 tahun setelah Gerald Holtom menciptakannya. Gerald Holtom memang tidak pernah mendaftarkan hak cipta untuk karyanya, jadi siapapun bisa memanfaatkan simbol ini.