1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konferensi OSCE mengenai anti-semitisme

28 April 2004

Konferensi itu dibuka di Berlin dengan imbauan bagi ditingkatkannya kewaspadaan, keberanian sipil sekaligus peringatan agar tidak dilakukan penilaian sama-rata. Sekitar 500 peserta dari 55 negara membahas bentuk-bentuk aktual sikap anti-semitis, dan pada akhir pertemuan selama dua hari itu akan diambil langkah konkrit untuk menanggulanginya. Berikut laporan Cornelia Rabitz:

Pada upacara pembukaan, Presiden Jerman Johannes Rau menyayangkan bahwa di tahun 2004 ini diselenggarakan konferensi dengan tema anti-semitisme dengan bahasan aktual, dan bukan dengan soal sejarahnya. Setelah PD II rasisme, kebencian terhadap orang asing dan antisemitisme sama sekali tidak lenyap dari dunia, juga tidak lenyap dari Eropa, baik Eropa barat maupun Eropa timur.
Tetapi nasionalisme, kebencian terhadap orang asing dan antisemitisme tidaklah boleh meracuni kehidupan di negara-negara Eropa. Tentunya tidak cukup untuk menuliskan HAM dalam UU, melainkan harus terus menerus diupayakan, dipraktekkan dalam kehidupan dan dihayati.
Konferensi yang diselenggarakan oleh Organisasi Keamanan dan Kerjasama Eropa OSCE, seperti halnya berbagai acara serupa, juga akan dibayangi oleh konflik Timur Tengah. Dalam pidatonya Presiden Rau memperingatkan adanya sikap antisemitisme yang tersembunyi di balik kritik terhadap pemerintah Israel. Dalam hal ini diperlukan kewaspadaan dan ketelitian. Selanjutnya presiden Jerman juga mengimbau semua orang yang mengritik politik Israel agar mengingat situasi warga Israel yang sejak pembentukan negaranya, selalu merasakan ancaman terhadap eksistensinya. Untuk dapat menghayati kondisi itu bukan berarti tidak boleh mengeluarkan kritik, tetapi bentuk kritik itu dapat disesuaikan.
Tentunya seseorang juga tidak boleh langsung dicap sebagai antisemit bila membahas secara terbuka dan secara kritis mengenai politik Israel. Sebab persahabatan harus mampu menanggung perbedaan pendapat.
Kepala Dewan Pusat Yahudi di Jerman, Paul Spiegel menilai antisemitisme kini semakin meluas di Eropa. Dan dari konferensi OSCE itu diharapkan adanya sinyal Solidaritas. Baginya tidak ada antisemitisme yang berbahaya atau tidak berbahaya. Kritik terhadap Israel yang bernuansa antisemitisme dari mulut orang-orang yang dianggap cendekiawan, sama buruknya dengan hasutan dari mulut kelompok radikal kanan atau kelompok radikal Islam yang siap melakukan segala bentuk kekerasan. Tetapi ancaman bahaya dari kelompok radikal Islam itu pun tidak boleh dibesar-besarkan, karena dampak fatalnya adalah timbulnya sikap anti-Islam di Uni Eropa. Untuk ini pun sudah ada tanda-tandanya.
Menurut Paul Spiegel perluasan UE juga akan membuat orang dihadapkan lagi dengan masalah antisemitisme, sekaligus membawa kembali orang ke masa lalu. Penderitaan banyak orang di jaman Nazi dan komunisme akan tersorot kembali.