1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konferensi Puncak Uni Eropa

16 Juni 2005

KTT Uni Eropa tanggal 16 dan 17 Juni, digambarkan sebagai pertemuan puncak krisis, untuk memperdebatkan masa depan Uni Eropa. Hal ini terutama terkait dengan penolakan warga Perancis dan Belanda dalam referendum mengenai konstitusi Uni Eropa.

Uni Eropa ibaratnya masuk jalan buntu
Uni Eropa ibaratnya masuk jalan buntuFoto: dpa

Konferensi Puncak Uni Eropa di Brüssel, merupakan tema utama yang disoroti media massa internasional. Pertemuan tanggal 16 dan 17 Juni ini, digambarkan sebagai pertemuan puncak krisis, dimana akan diperdebatkan masa depan Uni Eropa. Hal ini terutama terkait dengan penolakan warga Perancis dan Belanda dalam referendum mengenai konstitusi Uni Eropa. Disamping juga menyangkut masalah keuangan. Sejumlah harian-harian Internasional menyoroti dan mengomentarinya. Pertama-tama kami kutip komentar harian Italia LA REPUBLICA:

Setelah warga Perancis dan Belanda menolak konstitusi Uni Eropa, maka sangat tipis harapan konferensi puncak di Brüssel, akan dapat kembali menggairahkan Uni Eropa. Dengan melihat iklim politik saat ini, terlihat dengan jelas, ada dua hal yang harus ditunda.Yakni mengenai masa depan konstitusi Uni Eropa, akan dibahas dalam sebuah pertemuan khusus. Juga mengenai masalah keuangan akan dibahas dalam paruhan kedua tahun ini, setelah Inggris memegang jabatan ketua Dewan Uni Eropa, mulai tanggal 1 Juli mendatang. Meskipun demikian pada akhir pertemuan puncak dapat dikeluarkan pernyataan yang menandaskan keinginan untuk memyelamatkan konstitusi Uni Eropa.

Eropa lama menentang Eropa baru. Demikian judul komentar harian Inggris THE TIMES yang terbit di London. Selanjutnya kami baca:

Dalam diskusi dengan Kepala Negara dan pemerintahan lainnya, Perdana Menteri Tony Blair, jangan sampai terpengaruh . Sekarang ia memiliki sebuah peta politik dan ekonomi , yang secara prinsip berbeda dengan yang lainnya, dimana hal itu sejak lama ditentukan oleh poros Jerman-Perancis. Eropa yang lama amat sulit mempertahankan keberhasilan. Inggris dan negara progresiv lainnya bersama negara anggota yang baru saja melepaskan diri komunisme, sekarang memiliki peluang untuk melakukan penataan baru Uni Eropa. Blair harus dengan cerdik memainkan kartunya. Ditangannya ia memiliki „ kartu as“ Kali ini Eropa yang baru harus mengungguli Eropa yang lama.

Mengenai masa depan Uni Eropa, sehubungan dengan krisis yang melandanya saat ini, Harian Rusia NESAWISSIMAJA GESETZ yang terbit di Moskow menurunkan ulasan berjudul „ semuanya sekarang tergantung kepada Inggris“. Kami kutip:

Fundamen Uni Eropa terguncang. Kali ini tidak terguncang oleh penolakan warga Perancis dan Belanda mengenai masa depan Eropa yang bersatu. Tapi oleh adanya perlawanan dari anggotanya yang terkemuka, terutama Inggris dan Italia. Sekarang untuk menciptakan kondisi ekonomi dan politik yang sehat bagi ke 25 negara anggotanya, terutama tergantung kepada Inggris. Dengan demikian Inggris menjadi aktor penting dalam pertemuan puncak di Brüssel.

Mengenai konflik aktual yang mewarnai pertemuan puncak Uni Eropa di Brüssel, harian Perancis LIBERATION berkomentar:

Disaat Uni Eropa berada dalam kebekuan, bersembunyi kepentingan nasional masing-masing negara. Presiden Perancis Chirac mempertahankan subsidi pertanian, Perdana Menteri Inggris Tony Blair dengan pengurangan iuran dan Perdana Menteri Italia dengan bantuan regional. Melihat kondisinya , maka diperlukan dengan mendesak diciptakannya visi masa depan, yang dapat diterima meskipun lewat kompromi yang menyakitkan. Prakarsa untuk itu diharapkan datang dari Perancis. Warga Perancis dengan tegas menolak bentuk Uni Eropa saat ini. Presiden Chirac, telah berada diujung karir politiknya, dan dapat dikatakan tidak lagi mewakili Perancis yang dinilai sebagai anggota Uni Eropa yang sakit.

Baiklah untuk mengakhiri acara SARI PERS INTERNASIONAL kali ini, dengan mengulas dan mengomentari pertemuan puncak Uni Eropa di Brüssel kami kutip komentar harian Jerman PFORZHEIMER ZEITUNG. Kami baca:

Dengan ditolaknya konstitusi Uni Eropa oleh warga Peramcis dan Belanda lewat referendum , dengan jelas mereka menyampaikan sikapnya terhadap para polisi. Bagi mereka penilaian terhadap Uni Eropa terletak dibidang material, bukan idealisme. Segera bila melihat Uni Eropa sebagai „sapi perah“ yang potensial, maka kepentingan nasional dengan cepat melampaui batas semangat Eropa.