1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konflik Atom Korea Utara / Kerjasama militer Indonesia-AS

11 Februari 2005

Korea Utara hari Kamis (10/2) untuk pertama kalinya mengumumkan memiliki senjata nuklir, dan menangguhkan perundingan nuklir selanjutnya. Dan komentar tentang kerjasama militer Indonesia-AS

Foto satelit instalasi nuklir Korea Utara di Yongbyon
Foto satelit instalasi nuklir Korea Utara di YongbyonFoto: AP/Space Imaging Asia

Dikatakan, Korea Utara membutuhkan persenjataan nuklir untuk melindungi diri terhadap AS. AS juga yakin, Korea Utara terus mengembangkan program senjata nuklirnya , sementara perundingan enam negara ditangguhkan. Tampaknya AS melakukan kekeliruan dengan menyatakan Korea Utara sebagai bagian dari Poros Kejahatan, namun kemudian melakukan invasi ke negara Poros Kejahatan lainya, yakni Irak, yang sudah menghentikan program pengembangan senjata nuklirnya. Strategi seperti itu tidak dapat menggertak Korea Utara untuk menghentikan program nuklirnya.

Harian Jerman Die Welt yakin AS tidak mungkin akan menyerang sebuah negara dengan 1,1 juta tentara dan 7,4 juta pasukan cadangan.

Korea Utara yang komunis dalam permainan poker atom ini telah meletakkan kartu truf terkuatnya di atas meja dan dengannya hendak memeras Washington dalam perundingan berikutnya. Sebab jelas, kedua negara itu tidak menginginkan perang. Hal penting lainnya: Rejim mullah di Iran diam-diam akan mengamati perseteruan itu. Pyongyang mematok harga yang tinggi bagi Washington. Bila berhasil, Teheran tahu sejauh mana ia dapat maju dengan tuntutannya sendiri dalam permainan poker atom ini.

Harian Financial Times Deutschland menganggap China pegang peran kunci dalam perkembangan selanjutnya di Korea Utara.....

Sikap menentang Pyongyang dapat menghasilkan hal sebaliknya yang diinginkan oleh rejim Kim Jong-Il. Bisa-bisa negara pelindungnya China malah didorong ke rangkulan AS. China selaku penengah dalam perundingan enam negara berperan penting. Gagalnya perundingan juga akan berarti bahwa upaya Beijing gagal untuk menijnakkan negara tetangganya yang berbahaya. Bila China di Dewan Keamanan PBB menyetujui sanksi terhadap Korea Utara, maka perekonomian Korea Utara terancam. Memang Korea Utara menang waktu, dalam soal kemungkinan mengembangkan kemampuan nuklirnya. Tetapi berbeda dengan Iran, Korea Utara di bidang lain tidak punya waktu. Sebab tanpa pemasokan energi dan bantuan ekonomi dari luar , negara komunis ini akan runtuh.

Gertakan Korea Utara menunjukkan kemarahan negara itu terhadap AS karena dicap sebagai pelopor tirani. Menurut Korea Utara, itu membuktikan sikap bermusuhan Washington terhadap Pyongyang.

Harian Spanyol El Pais menganggap sebaiknya konflik Korea Utara diselesaikan lewat jalur diplomatik......

Situasi baru tidak memberikan banyak opsi kepada Washington dan dimulainya lagi perundingan semakin urgen. Dunia internasional tidak akan mendukung penyelesaian dengan kekerasan militer. Daripada mengancam negara tirani Korea Utara dengan tindakan langsung ataupun tidak langsung, lebih baik Bush meyakinkan rejim seperti di Iran atau Korea Utara, bahwa keamanannya tidak lebih terjamin dengan memiliki senjata atom.

Harian Austria Die Presse bahkan menganggap kebijakan AS terhadap Korea Utara selama ini gagal...

AS memang di media massa senantiasa mengecam Korea Utara sebagai pelopor tirani dan mengkategorikannya dalam Poros Kejahatan. Namun AS mengkonsentrasikan perhatiannya ke Timur Tengah dan tidak memperhatikan ancaman dari Asia Timur. Juga Korea Selatan, Jepang dan China gagal dalam upayanya untuk menyelesaikan konflik atom Korea Utara di meja perundingan. Bahkan orang patut bertanya, apakah Badan Energi Atom Internasional dan kemungkinan bertindaknya masih relevan, bila justru rejim-rejim yang mencurigakan tanpa sanksi dapat melanggar semua peraturan.

Dan akhirnya sebuah komentar mengenai tema lain: Langkah berikutnya Washington di Indonesia, seusainya missi USS Abraham Lincoln di Aceh.

Harian Washington Post berkomentar.....

Peran vital bantuan kemanusiaan pasukan AS di Aceh mendapat penghargaan di sebuah negara di mana sangat kuat sikap anti-Amerika . Menteri pertahanan Juwono Sudarsono mengakui, pasukan AS merupakan tulang punggung bantuan logistik di Aceh. Suasana positif itu menghidupkan kembali pertanyaan lama. Apakah AS harus memulihkan sepenuhnya kerjasama militer dengan Indonesia? Tampaknya sudah saatnya bagi pemerintah dan Kongres AS untuk meninjau kembali hubungan kerjasama AS-Indonesia. Tampaknya kini demokratisasi di Indonesia semakin kokoh, juga kekuasaan sipil terhadap militer. Kiranya adalah kontra-produktif bila AS menolak kerjasama dengan para pemimpin demokratis yang berupaya memajukan reformasi.