1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konflik Nuklir Kaburkan Isu Pelanggaran HAM di Korut

22 Maret 2023

Sepuluh tahun lalu, PBB membentuk komisi independen untuk menyidik kejahatan kemanusiaan di Korea Utara. Sejak itu tidak banyak yang berubah, dan barat terkesan lebih mengkhawatirkan ambisi militer Kim Jong Un.

Stasiun televisi Korea Selatan
Berita di Korea Selatan tentang ujicoba peluru kendali oleh Korea UtaraFoto: Ahn Young-joon/AP/picture alliance

Bagi Jung Gwang-il, Korea Utara "adalah sebuah neraka hidup.” Pembelot asal Korut yang kini mengepalai sebuah organisasi kemanusiaan di Korea Selatan itu ikut berbicara ketika pekan lalu Parlemen Eropa membahas pelanggaran HAM oleh rezim di Pyongyang.

"Sangat sulit bagi orang luar untuk memahami seperti apa situasinya di Korea Utara,” kata dia kepada DW. "Narapidana diperlakukan layaknya bukan manusia. Di seluruh negeri, ada berbagai jenis lembaga permasyarakat semacam ini.”

Ketiga pembelot Korut, yang ditemui DW di sela-sela sesi parlemen di Strassbourg, Prancis, menggambarkan bagaimana aparat terbiasa memenjarakan warga tanpa alasan jelas. 

"Tahanan politik disiksa, disetrum atau dipukuli dengan tongkat kayu untuk memaksakan pengakuan. Mereka lalu dipindahkan ke penjara khusus, di mana mereka menjalani kerja paksa selama lebih dari 18 jam sehari,” kata Jung, usai memberikan kesaksian di Parlemen Eropa.

Para pembelot mengatakan, tekanan internasional terhadap isu pelanggaran HAM cendrung melemah, seiring pesatnya pengembangan senjata nuklir oleh militer Korea Utara. 

Utamakan HAM

Sesi khusus di Parlemen Eropa diselenggarakan atas lobi Komite Hak Asasi Manusia Korea Utara (HRNK), sebuah wadah pemikir di Washington, AS. 

"Kendati Korea Utara mengancam keamanan dunia, kita tidak boleh melupakan nasib 25 juta orang yang hidup di sana,” kata Michael Hoogeveen, anggota Parlemen Eropa.

"Tantangannya selama ini adalah bahwa isu HAM selalu terkubur oleh isu lain: militer, nuklir, peluru kendali, keamanan,” kata Greg Scarlatoiu, direktur HRNK. Menurutnya hak asasi manusia harus menjadi prioritas bagi dunia internasional.

Inisiatif HRNK bertolak pada 10 tahun pembentukan Komisi PBB untuk menginvestigasi pelanggaran HAM di Korut. "Tidak ada yang berubah dalam 10 tahun terakhir. Tidak ada sama sekali,” tukas Jung Gwang-il.

Hoogeven mengakui, masalah pelanggaran HAM di Korut selama ini kurang diperhatikan di lembaga internasional. "Meski ada diskusi dan tindakan oleh PBB, kita ternyata belum banyak membahas situasi di sana,” kata dia.

Strategi dua kaki

Robert Collins, pakar Korut di HRNK, mengatakan program nuklir Pyongyang dan pelanggaran HAM di dalam negeri saling berkaitan.

"Contohnya, rezim Kim harus mengalihkan anggaran negara untuk membiayai program nuklir dan rudal, ketimbang membiayai program pangan untuk masyarakat,” kata dia, merujuk pada wabah kelaparan yang kian meluas di Korea Utara.

"Krisis pangan pada pertengahan 1990an menewaskan 1,5 juta penduduk. Situasinya saat ini mendekati level yang sama,” imbuhnya.

Collins meyakini ujicoba peluru kendali teranyar oleh rezim Kim Jong Un membawa dua pesan, yakni ancaman "bahwa Pyongyang mampu menyerang aliansi Korsel dan AS setiap saat,” dan suntikan patriotisme bagi warganya sendiri di tengah wabah kelaparan.

rzn/hp

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya