AS merevisi total politiknya dalam krisis Suriah. Iran yang merupakan mitra erat Assad kini diundang mengikuti konferensi internasional. Sebuah langkah yang amat terlambat. Opini Matthias von Hein.
Iklan
Washington melakukan perubahan haluan dramatis dari posisi inti krisis Suriah. Salah satunya, pernyataan menteri pertahanan Ashton Carter, di masa depan akan mengerahkan pasukan darat untuk memerangi Islamic State-ISIS. Tapi yang paling penting adalah kesiapan AS mengikut sertakan Iran, aktor utama dalam drama Suriah di meja perundingan.
Cukup lama AS dan Arab Saudi menolak kehadiran Iran. Januari 2014, AS mendesak Sekjen PBB Ban Ki Moon untuk membatalkan undangannya kepada Iran untuk ikut konferensi intrernasional di Jenewa. Kini seiring dengan makin kuatnya pengaruh kelompok teroris Islamic State-ISIS, intervensi militer Rusia, serta gagal totalnya gerakan pemberontak yang dilatih dan dipersenjatai oleh Amerika. Faktor itu memaksa Washington mengubah sikap. Kita tidak bisa hanya berbicara dengan kawan, jika ingin memecahkan konflik yang rumit. Sekali waktu kita juga harus berunding dengan musuh.
Juga jika Moskow dan Teheran tetap memandang Bashar al-Assad sebagai presiden legitim Suriah. Pasalnya, tanpa mengikutsertakan dua mitra penting rezim Suriah ini, tidak akan tercapai solusi konflik. Suka atau tidak suka inilah realitanya. Artinya, paling tidak harus ada masa transisi dengan Assad. Alternatif lain tidak atraktif.
Sebab, apa yang dipuji barat sebagai kelompok oposisi moderat di Suriah, lebih banyak fantasinya ketimbang realitas. Oposisi itu pada kenyataannya adalah milisi bersenjata yang terpecah dan saling hantam sendiri. Perbedaannya hanya derajat ekstrimismenya, dengan ISIS dan Front al Nusra yang sayap Al Qaida berada di puncak spektrum ekstrim.
Di sisi lain, juga tidak bisa ditepis lagi, bahwa dalam konflik berkepanjangan yang sudah menelan 300.000 korban jiwa, dukungan untuk rezim Assad dari kalangan rakyat juga makin meningkat. Faktanya, hampir empat juta rakyat yang terusir dari kawasannya akibat konflik, kini memutuskan mencari perlindungan di ibukota Damaskus.
Sejujurnya, dinamika semacam ini harusnya sudah muncul 3 tahun silam. Di saat Marrti Ahtisaari, negosiator Suriah saat itu, mantan presiden Finlandia sekaligus pemenang Nobel Perdamaian mengusulkan "Assad mundur teratur dengan menjaga muka" sebagai bagian dari solusi perdamaian. Tapi AS, Inggris dan Perancis ngotot menolak, karena yakin aksi militer yang mereka lancarkan akan dapat menumbangkan Assad secepatnya.
Kini ada setitik harapan, bahwa perundingan di Wina, yang melibatkan "musuh" yakni Iran dan Rusia, akan jadi langkah awal untuk mengakhiri pertumpahan darah di Suriah.
Warisan Sejarah Suriah yang Remuk oleh Perang
Perang saudara yang terus berkecamuk merusak 300 situs bersejarah di Suriah. Sebagian rata dengan tanah, sementara lainnya dibakar atau dijarah. Berikut daftar warisan sejarah dunia yang terancam
Foto: Fotolia/Facundo
Tinggal Puing
Dalam waktu empat tahun lebih seratus ribu penduduk Suriah tewas akibat perang dan sepuluh juta lainnya terpaksa mengungsi. Analisa berdasar citra satelit oleh badan PBB, UNITAR, menunjukkan kerusakan parah pada situs-situs bersejarah.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Tödt
Masjid Agung Umayyah
Mosaik yang meliputi fasad Masjid agung Umayyah di Damaskus kini dipenuhi lubang peluru. Tidak jelas bagaimana pemerintah Suriah berencana melindungi warisan sejarah yang dibangun tahun 708 tersebut. Menurut analisa UNITAR, sekitar 290 situs bersejarah mengalami kerusakan parah.
Foto: picture-alliance/blickwinkel/Neukirchen
Gambaran Kehancuran
Kerusakan terparah dialami oleh kota metropolitan Aleppo. Kota di utara Suriah yang berusia 7000 tahun ini termasuk yang tertua di dunia. Citra satelit di sebelah kanan menujukkan kondisi kota tua Aleppo yang luluh lantak setelah perang berkecamuk.
Foto: US Department of State, Humanitarian Information Unit, NextView License (DigitalGlobe)
Sebelum Bedil Menyalak
Masjid Agung Umayyah di Aleppo juga rusak berat. Masjid yang dibangun tahun 715 ini berulangkali mengalami renovasi selama ratusan tahun sejarahnya. Terutama menara yang dibangun tahun 1902 dianggap sebagai pencapaian besar arsitektur Arab. Gambar ini dibuat sebelum perang.
Foto: picture alliance/Bibliographisches Institut/Prof. Dr. H. Wilhelmy
Puing dan Reruntuhan
Menara Masjid Agung Aleppo hancur ketika pertempuran memasuki kota tua tahun 2013 silam. Kini yang tersisa cuma puing dan reruntuhan. Sementara sebagian besar bangunan juga mengalami kerusakan. Pemerintah dan pemberontak saling menyalahkan satu sama lain.
Foto: J. Al-Halabi/AFP/Getty Images
Interior Bersejarah
Perang antara pemerintah dan pemberontak di Aleppo berkecamuk sejak 2012. Gedung berusia 150 tahun yang kini dipakai oleh Carlton Hotel dan berdiri di seberang benteng Aleppo termasuk primadona kota tua. Gedung ini memiliki interior bersejarah yang masih otentik.
Foto: CC-SA-BY-Preacher lad
Kehilangan Warisan Sejarah
Kini hotel itu nyaris rata dengan tanah. Ketika pasukan pemerintah menjadikan hotel sebagai markas, gerilayawan Islamic Front meledakkan gedung lewat terowongan bawah tanah, Mei 2014 silam. Dari 210 situs bersejarah di kota tua Aleppo, lebih dari separuhnya rusak, sementara seperlima lainnya sudah rata dengan tanah.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Souq al-Madina
Berkunjung ke pasar kuno, Souq al Madina di jantung Aleppo seakan memasuki mesin waktu. Bazar yang tidak berubah sejak abad ke-16 ini membentang sepanjang tujuh kilometer. Dulu wistawan kerap berdatangan untuk membeli oleh-oleh khas kerajinan tangan Suriah.
Foto: AP
Hilang untuk Selamanya
Api membakar sebagian besar pasar pada 2012 lalu. Menurut pemerintah lokal, sekitar 1600 toko yang ada di dalam bazar rusak atau hancur. Sejak 1986 Souq al-Madina terdaftar sebagai situs warisan sejarah dunia UNESCO.
Foto: AP
Peninggalan Perang Salib
Krak des Chevaliers dibangun antara abad ke12 dan 13 oleh pasukan Salib. Dulu benteng ini ditakuti lantaran nyaris tidak pernah bisa ditaklukkan, kecuali oleh Sultan Baibars dari Kesultanan Mamluk pada tahun 1271.
Foto: picture-alliance/AP Photo/D. Vranic
Tinggal Puing
Benteng yang terletak di timur Homs dan bersebelahan dengan perbatasan Libanon ini diduduki secara bergantian oleh pasukan pemerintah dan pemberontak. Tembakan artileri dan serangan udara menyisakan reruntuhan tembok dan atap, serta puing-puing bangunan di bagian dalam yang sebagian rata dengan tanah.
Foto: picture-alliance/AP Photo/D. Vranic
Tidak Lagi Bisa Dikenali
Dura Europos adalah kota yang dibangun oleh pasukan Yunani kuno pada tahun 300 sebelum Masehi. Situs ini adalah primadona arkeologi karena menyimpan benda dan lukisan bersejarah dari berbagai era. Perang dan penjarahan menjadikan situs yang kini dikuasai Islamic State itu tidak lagi bisa dikenali.
Foto: picture-alliance/akg-images/Leo G. Linder
Jejak Batu di Tadmur
Palmyra alias Tadmur termasuk pusat kebudayaan di zaman kuno. Pencurian dan penjarahan batu dan struktur bangunan marak terjadi sejak perang Suriah berkecamuk. Kuil Bel yang berusia 2000 tahun ini misalnya berulangkali kehilangan tiang batu.