1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konflik Timur Tengah dan Pasukan NATO di Afghanistan

2 Agustus 2006

Selain tertuju ke konflik Timur Tengah media cetak di Eropa juga menyoroti pengambil alihan pasukan perdamaian internasional di Afghanistan oleh pasukan NATO.

Foto: AP

Harian Jerman Thüringische Landeszeitung yang terbit di Weimar menulis:

„Jika Israel Utara dan Libanon Selatan saling menghancurkan, tampaknya itu bagi kebanyakan warga Eropa sangat jauh. Tapi tidak hanya pandangan ke peta yang menunjukkan, bagaimana kita harus begitu dekat terlibat dengan bentrokan berdarah itu. Konflik yang terjadi di sini memang memiliki latar belakang global. Akhirnya hal itu menyangkut pertanyaan, bagaimana kelompok yang bertikai dapat hidup berdampingan, tanpa saling memukul kepala. Jika di Timur Tengah gagal tercapai keseimbangan, maka bentrokan besar di latar belakang akan bergolak lebih jauh. Dan hasilnya adalah teror selanjutnya, yang bentuknya juga muncul dalam serangan bunuh diri. Dan yang mencakup seluruh dunia, di mana-mana.“

Tentang krisis Timur Tengah harianJerman lainnya Hamburger Abendblatt berkomentar:

„Sekarang tragedi sebenarnya adalah Israel memandang dirinya terpaksa melakukan perang melawan Libanon dan negara itu sendiri sama sekali tidak bermaksud. Hisbollah mengambil Libanon sebagai sandera. Bersamaan dengan itu Syiah Hisbollah dan Sunni Hamas yang melakukan pembunuhan massal berdarah di Irak membentuk aliansi melawan Israel. Itu adalah ancaman dimensi baru.“

Sementara itu sorotan harian Jerman yang terbit di Magdeburg Volksstimme sudah mulai tertuju ke pengambil alihan komando pasukan internasional oleh NATO di Afghanistan.

„Penggantian pasukan koalisi di bawah pimpinan Amerika Serikat oleh tentara di bawah komando ISAF di selatan Afghanistan berada di bawah pengaruh bintang buruk. Aksi militer yang berlangsung selama beberapa pekan di sana tidak berhasil merapuhkan para pengacau muslim. Jika rencana sebelumnya penyerahan tongkat kepemimpinan dari pasukan perdamaian ke pasukan perdamain, sekarang ISAF mengambil alih kawasan perang. Dan berbeda dengan tentara Amerika GI’s, militer NATO yang berasal dari Inggris, Kanada dan Belanda tidak memiliki pengalaman dalam perang melawan Taliban di kawasan pegunungan yang merupakan daerah asalnya. Selain itu terdapat kekuatan yang tidak terduga, dukungan yang terbuka ataupun terselubung dari penduduk bagi pejuang Allah. Bagi Barat semakin jelas, akan lebih dibutuhkan nafas panjang untuk mendamaikan Afghanistan. Namun setelah itu baru demokratisasi dapat digerakkan.

Sementara itu tentang perluasan tugas NATO di Afghanistan, harian Inggris The Guardian berkomentar:

“Keterlibatan NATO di Afghanistan adalah penting, karena sejarah negara itu sejak tahun 2001 tidak berbeda dari babak berdarah Irak. Terdapat sekolah-sekolah baru, lebih dari tiga juta pengungsi dapat kembali dan terdapat pertumbuhan ekonomi yang kecil serta pemerintah yang legitim. Risikonya adalah Afghanistan mengikuti contoh terkenal negara-negara yang hendak dibebaskan Barat. Irak tidak benar-benar termasuk kelompok itu, tapi yang pasti Bosnia dan Kosovo. Di sana terdapat sejenis perdamaian, tidak lebih dan tidak kurang. Pembangunan sebuah negara membutuhkan waktu, uang dan juga sedikit kesabaran, itulah kenyataannya sekarang.”