Konseling Online Upaya Tekan Angka Bunuh Diri di Jepang
23 Oktober 2020
Jepang rata-rata mencatat sekitar 50 kasus bunuh diri setiap hari dan 160 ribu kasus pelecehan anak dalam setahun. Layanan konseling melalui pesan singkat hadir untuk mereka yang depresi atau membutuhkan teman bercerita.
Iklan
Angka bunuh diri yang meningkat di kalangan remaja Jepang membuat gelisah Koki Ozora. Pemuda berusia 21 tahun yang juga mengaku pernah tumbuh dalam kesepian dan depresi.
Organisasi nonprofitnya, "Anata no Ibasho" atau "Sebuah Tempat Untukmu" dijalankan seluruhnya oleh para relawan. Anata no Ibasho menawarkan layanan pesan singkat 24 jam secara online bagi mereka yang mencari pendengar setia, sekaligus teman bercerita untuk menjawab setiap permintaan – bahkan dalam waktu lima detik untuk situasi mendesak.
Layanan pesan online berbahasa Jepang ini telah berkembang sejak Maret dan kini telah beranggotakan 500 relawan. Banyak dari mereka yang tinggal di luar negeri dengan zona waktu yang berbeda untuk menyediakan konseling selama jam-jam rawan tindakan bunuh diri, yakni antara jam 10 malam hingga subuh.
Ide Ozora berhasil diimplementasikan selama pandemi karena semua dilakukan secara virtual, termasuk pelatihan untuk para relawan. Layanan relawan secara online memang jarang ada di Jepang.
"Ini benar-benar memberi saya harapan," kata Ozora menanggapi banyaknya relawan. "Mereka bilang ke saya bahwa mereka harus melakukan sesuatu."
Iklan
Stres dan dilecehkan
Ozora yang merupakan mahasiswa Universitas Keio, membuat situs Anata no Ibasho yang memungkinkan relawan yang lebih berpengalaman untuk mengawasi konseling. Informasi pelanggan dijamin kerahasiannya.
Terhitung sudah masuk lebih dari 15 ribu pesan permintaan bantuan, atau sekitar 130 pesan dalam satu hari.
Yang paling umum adalah berkaitan bunuh diri, sekitar 32%, sementara 12% berkaitan stres karena membesarkan anak. Tujuan layanan ini adalah untuk menawarkan solusi dalam rentang waktu 40 menit, termasuk rujukan ke tempat penampungan dan laporan polisi.
Pesan-pesan itu berisikan rasa sakit yang dalam. Mereka mengaku ingin membunuh anak mereka sendiri. Ada juga yang membenci diri mereka sendiri setelah mengalami pecehan seksual oleh orang tuanya.
Hal ini bertentangan dengan stereotip orang Jepang yang dikenal harmonis. Sebuah studi OECD baru-baru ini menemukan bahwa orang Jepang masuk ke dalam golongan orang-orang yang menderita keterasingan, saat mengukur kontak yang dimiliki individu dengan orang lain.
Inilah 7 Pemicu Depresi Pada Anak-anak
Makin banyak anak-anak derita depresi yang berujung pada kasus bunuh diri. Waspadai penyebab dan pemicu depresi berikut ini.
Foto: Fotolia/Nicole Effinger
Stres
Anak jaman sekarang banyak dikelilingi faktor pemicu stress. Tuntutan berprestasi di sekolah atau dalam klub olahraga, PR bertumpuk, serta tekanan lingkungan. Stres melemahkan hampir semua sistem biologi dalam tubuh. Kortisol dalam tubuh diproduksi terus, hingga anak mudah mengalami perubahan emosi secara dramatis hingga depresi. Hindari faktor stres dengan melakukan kegiatan secara rasional.
Foto: picture-alliance/blickwinkel
Broken Homes
Goncangan dalam keluarga seperti perceraian, atau orang tua yang cekcok terus menerus, mempengaruhi secara signifikan perilaku dan psikologi anak. Hasil riset yang dipublikasikan dalam Journal of Marriage and Family menunjukkan, anak-anak dari keluarga yang pecah akibat perceraian, memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan depresi dan perasaan tertekan dibanding anak dari keluarga utuh.
Foto: goodluz - Fotolia
Porsi Bermain Kurang
Bermain merupakan kebutuhan penting bagi anak-anak. Dengan bermain otak punya kesempatan berkembang dan belajar. Anak juga belajar memecahkan masalah, mengontrol sendiri kehidupannya, mengembangkan kompetensi serta mengeksplorasi minat. Pakar gangguan mental pada anak Peter Gray, PhD menyebut, kurang bermain secara aktif membuat anak tak mampu pecahkan masalah dan tidak kompeten.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Schlesinger
Kecanduan Game Elektronik
Anak-anak yang bermain game elektronik di depan layar computer, tablet atau smartphone lebih dari lima jam sehari, menurut riset yang dilansir dalam American Journal of Industrial Medicine menunjukkan kecenderungan lebih mudah depresi dan mengalami masalah emosional. Main game lebih 20 jam seminggu, menyusutkan sel otak yang berkorelasi pada kapasitas untuk mengembangkan empati dan persahabatan.
Foto: dpa
Kebanyakan Konsumsi Gula
Di zaman modern ini konsumsi gula, berupa kue-kue, manisan dan minuman berkarbonasi, amat tinggi di kalangan anak-anak. Peneliti psikiatri Inggris Malcolm Peet membuat analisa yang menunjukan tingginya konsumsi gula berkorelasi erat dengan maraknya kasus depresi dan skizoprenia. Gula juga menekan aktivitas hormon pertumbuhan di otak. Pada penderita depresi dan skizoprenia, level hormon ini rendah.
Foto: Colourbox
Menggunakan Antibiotika
Obat-obatan antibiotika merusak keseimbangan flora dan bakteri usus yang berperan penting menjaga kesehatan mental. Laporan peneliti di McMaster University yang melakukan riset dengan tikus yang diberi antibiotika dalam jangka panjang, menunjukkan hewan ini menjadi lebih mudah cemas dan bagian otaknya yang mempengaruhi emosi serta perasaan juga mengalami gangguan.
Foto: picture-alliance/dpa/F. May
Terpapar Racun
Racun kini cemari lingkungan di mana-mana. Mulai dari pestisida untuk tanaman, bahan pembersih, unsur pengawet, cemaran logam berat pada bahan makanan hingga cemaran dari emisi kendaraan. Dalam bukunya: The UltraMind Solution, Mark Hyman, MD merinci simptoma dari dampak paparan racun, antara lain depresi dan gelisah tanpa sebab. Solusinya, lakukan detoksifikasi untuk menghilangkan gejala depresi.
Foto: picture-alliance/ dpa/dpaweb
7 foto1 | 7
Cukup mendengarkan dan memahami
Salah satu relawan di Anata no Ibasho, Sumie Uehara, mengatakan bahwa konseling melalui pesan online mempunyai tantangan tersendiri. Hal ini dikarenakan para relawan hanya bermodalkan kata-kata.
Uehara menilai bahwa mereka yang membutuhkan konseling cenderung menyalahkan diri sendiri dan tidak bisa membedakan emosi yang mereka alami.
“Anda jangan pernah menyangkal perasaan mereka atau mencoba menyelesaikan semuanya tergesa-gesa. Anda hanya di sana untuk mendengarkan, dan memahami,“ katanya.
Berdasarkan data pemerintah dan PBB, Jepang mencatat sekitar 50 kasus bunuh diri setiap hari, seorang wanita dibunuh setiap tiga hari sekali oleh pasangannya atau mantan pasangannya, dan sebanyak 160 ribu kasus pelecehan anak dilaporkan dalam setahun. Kasus bunuh diri selebriti juga meningkat di tahun ini.