1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Konser Musik yang Meruntuhkan Tembok Berlin

Susanne Spröer
9 November 2019

Bulan November 1976, musisi sekaligus penyanyi Wolf Biermann tampil di Jerman Barat. Penampilannya picu kritik berantai baik dari warga dan negara komunis. Aksi penyanyi yang membawa konsekuensi bersejarah.

Deutschland Liedermacher Wolf Bierman während seines Auftritts in der Sporthalle in Köln
Foto: picture-alliance/dpa/W. Bertram

"Kawat berduri perlahan menusuk kulit/ ke dalam dada dan kaki/ ke dalam otak, dan ke sel-selnya," demikian lantunan lagu yang dinyanyikan musisi berkumis yang mengenakan baju garis biru dan putih itu, sembari memetik gitar. "Dibalut dengan perban kawat/ negara kita adalah pulau/ yang didera ombak kekelaman."

"Penyanyi dan penulis lagu tersebut adalah Wolf Biermann, dia menyayikan lagu tentang Jermannya, Jerman Barat atau Jerman Timur. Pada tanggal 13 November 1976, di tengah masa Perang Dingin, Jerman terbagi dua: Republik Federal Jerman di barat Jerman dan Republik Demokratik Jerman atau dikenal dengan Jerman Timur.

Penampilannya hari itu di Stadion Köln adalah konser perdananya secara resmi, setelah 11 tahun dilarang di Jerman Timur untuk naik ke atas panggung. Di negaranya,  ia tidak diperbolehkan untuk membawakan lagu yang mengutarakan pandangan politik kritis dan "nakal", namun di Jerman Barat ia mengantongi izin tur.

Wolf Biermann saat tanpil di Köln tahun 1976Foto: picture-alliance/dpa/W. Bertram

Musik untuk memprotes 'sistem politikus politburo'

Lagu-lagunya, seperti Ballade vom preußischen Ikarus ("Balada Ikarus Prusia") yang dikutip di atas, Biermann tidak memakai kata-kata yang lunak untuk mengkritik "sistem kekuasaan politburo" Jerman Timur, yang telah memenjarakan banyak orang serta menembak mereka yang mencoba untuk kabur dari Jerman Timur.

Biermann, yang mengaku sebagai komunis yang kritis, sempat dianggap sebagai musuh negara oleh Badan Intel Jerman Timur, Stasi. Dia bahkan berada dimata-matai sejak beberapa tahun sebelum pertunjukkannya di Köln.

Saat penampilannya berakhir, para penonton di Jerman Barat bertepuk tangan sambil berdiri untuk memberi penghormatan. "Dengan gitar di tangan  kanan dan bunga anyelir merah di tangan satunya, saya merayakan momen ini setelah bernyanyi selama empat setengah jam di depan 7.700 penonton yang antusias," ujarnya bernostalgia.

'Ini semua berakhir.'

Tiga hari kemudian, setelah merayakan ulang tahunnya yang ke-40, Biermann yang menuju konser keduanya di Bochum, mendengar pesan yang disampaikan di radio. "Pihak berwenang Jerman Timur telah menarik hak Wolf Biermann, yang pindah dari Hamburg ke Jerman Timur pada tahun 1953, untuk tetap tinggal dalam wilayah Jerman Timur."

Biermann terperangah. "Saya merasa tidak dibutuhkan. Saya merasa sengsara dan diliputi kecemasan," tulisnya dalam catatannya. "Semua sudah berakhir! Hidup sudah berakhir!"

Tidak seperti orang-orang yang kabur ke Jerman Barat, Biermann tidak ingin meninggalkan Jerman Timur sama sekali. Sebaliknya, dia ingin membantu membangun negaranya. Itulah sebabnya ia memutuskan pindah ke Jerman Timur saat berumur 16 tahun. Dia ingin "menyanyikan lagunya tanpa ragu, menyuarakan kritik solidaritas terhadap Jerman Timur," namun keinginannya dipatahkan. Bertahun-tahun setelahnya, ketika dia dapat melihat dokumen-dokumen yang telah dikumpulkan Stasi tentang dirinya, dia menyadari ekspatriasinya sudah lama direncanakan. Pihak Jerman Timur hanya menunggu kesempatan yang cocok.

Gelombang protes

Ekspatriasi Biermann memicu protes besar. Beberapa hari kemudian, penulis-penulis besar Jerman Timur, di antaranya Christa Wolf, Stephan Hermlin, Sarah Kirsch dan Stefan Heym, menulis surat terbuka kepada pemerintah Jerman Timur: "Wolf Biermann adalah penyair yang pantang menyerah," adalah salah satu dari banyak kalimat yang disuarakan. "Negara sosialis kita harus mampu menghadapi situasi seperti ini dengan tenang dan berpikir matang-matang." Surat itu diakhiri dengan desakan: "Kami memprotes ekspatriasinya dan meminta langkah ini dipertimbangkan kembali."

Bagaimanapun, tindakan yang diambil memang terbilang ekstrem. Ilmuwan politik Jochen Staadt, yang dulu berkuliah di Universitas Terbuka Berlin, menyaksikan konser Biermann lewat layar kaca. Dia mengatakan pada DW, dia ingat betapa luar biasanya Biermann saat tampil di Köln. "Tetapi saya tidak dapat memahami apa yang terjadi kemudian, karena ekspatriasi orang-orang yang berbicara menentang rezim adalah sesuatu yang telah dilakukan oleh Nazi. Saya tidak dapat membayangkan bahwa Jerman Timur akan menjatuhkan sanksi pada warga mereka sendiri, seseorang yang pada saat itu melihat dirinya sebagai seorang komunis."

Grafiti Biermann di jalan tol

Bukan hanya kalangan ternama yang ikut protes. Di banyak daerah, penduduk Jerman Timur ikut aktif, membagikan selebaran dan berdemonstrasi. Orang tak dikenal menulis nama "Biermann" dalam huruf besar setiap beberapa kilometer di sepanjang jalan tol antara Berlin dan Leipzig. Stasi dengan cermat mendokumentasikan "tindakan negatif, provokatif-demonstratif, dan tindakan politis yang dilakukan warga Jerman Timur terkait pencabutan kewarganegaraan Biermann."

Seluruh rentetan keadaan ini berbalik menyerang Kepimimpinan Jerman Timur. Pencabutan hak kewarganeraan Wolf Biermann menjadi awal kepopuleran lagunya yang dilarang. Penampilannya pada konser di Köln ditayangkan berulang kali di televisi Jerman Barat, dan disaksikan secara diam-diam oleh banyak warga Jerman Timur. Lagu-lagu Biermann direkam dalam kaset dan didistribusikan secara diam-diam diberbagai kalangan.

Awal dari oposisi masyarakat

"Jerman Timur tidak runtuh hanya karena memburu pria bergitar yang diasingkan ke barat," ujar Biermann dalam buku Die Ausbürgerung ("Ekspatriatisasi"). "Apa yang megguncang Jerman saat itu, terutama Jerman Timur, adalah protes melawan ekspartriasi ini. Tidak ada aparat kekuasaan Timur yang dapat memperhitungkan hal ini karena tidak ada yang pernah mengalami sebelumnya."

Protes-protes ini "awal dari perlawanan warga meluas selama beberapa tahun," kata Staadt, yang meneliti tentang partai SED atau partai Komunis Jerman Timur. "Orang-orang menganggap kasus Biermann sebagai kesempatan untuk menyerukan, 'Anda mengusir Biermann - saya juga ingin keluar.'" Angka ini terus bertambah. Pertengahan 1989, antara 100,000 dan 150,000 aplikasi diajukan untuk emigrasi.

Tidak ada lagi 'kawat berduri'

Tembok Berlin runtuh pada tanggal 9 November 1989. Eksodus massal ke Barat, yang difasilitasi oleh reformasi Presiden Soviet Mikhail Gorbachev, yang meyakinkan negara-negara Blok Timur lainnya untuk merdeka, dan tekanan demonstrasi damai menyebabkan runtuhnya rezim SED komunis di Jerman Timur.

Tiga minggu kemudian, 1 Desember, Biermann tampil di Leipzig, Jerman Timur. Ini adalah penampilan pertamanya setelah dilarang bernyanyi selama 25 tahun dan 13 tahun setelah haknya sebagai warga negara Jerman Timur dicabut. Biermann kembali melantukan lagu "Balada Ikarus Prusia", tapi kali ini, Jerman Timur tidak lagi menjadi "pulau yang dibalut dengan kawat besi". Melainkan, perbatasan terbuka.

(Ed.:pn/ts)