Alih-alih memburu, orang seperti Daryan menghabiskan hidupnya untuk menjaga kelestarian badak jawa bercula satu di Provinsi Banten. Sudah 23 tahun ia bekerja di konservasi badak. Seperti apa sih pekerjaannya?
Iklan
Upaya pelestarian badak jawa (Rhinoceros sondaicus) kian menemui tantangan. Strategi konservasi dan perlindungan dari pemburu liar jadi kunci menyelamatkan badak bercula satu ini dari kepunahan. Terbaru, sejumlah pemburu liar mengaku telah membunuh hingga 26 badak jawa.
Di balik itu semua, upaya konservasi badak jawa melibatkan banyak pihak, termasuk para ranger penjaga badak di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).
Senyuman hangat diberikan Daryan, 42, sambil mempersilakan tim DW Indonesia masuk ke dalam area kantor Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA), Pusat Studi dan Konservasi Badak Jawa di Pandeglang, Banten. "Selamat datang, ayo silakan masuk, menginap berapa lama?" Tanya Daryan.
Dengan ramah Daryan menyambut kami. Pria sederhana dan murah senyum itu adalah salah satu ranger yang bertugas menjaga kelestarian Taman Nasional Ujung Kulon beserta seluruh penghuni di dalamnya, utamanya badak jawa.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Daryan bukan orang baru, pengalaman selama 23 tahun dalam pelestarikan TNUK serta konservasi badak jawa sudah ia kantongi. Pria kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat, ini mengabdikan diri untuk TNUK dan badak bercula satu (bacusa) sejak berusia 18 tahun.
"Saat ini, saya bertugas sebagai Koordinator Manajemen Perlindungan Badak Jawa," ujarnya. Salah satu tugas utama saat ini ialah menyiapkan pemindahan badak dari Semenanjung Ujung Kulon ke JRSCA.
"Besok kami akan memeriksa sejumlah camera trap dan merapikan kandang badak jawa, kalau mau ikut silakan," ajak Daryan seraya menjelaskan agenda kegiatannya.
Penangkaran terkontrol badak jawa
Hawa sejuk dikelilingi pemandangan asri dan persawahan yang terlihat dari kantor JRSCA, menemani persiapan dan briefing pagi Daryan bersama dua anggota tim monitoring badak bercula satu, Aning dan Fikri, sebelum berangkat bertugas.
Sekitar 5 menit menjelaskan kegiatan hari itu, ketiganya bertolak menuju area penangkaran atau paddock pengembangan dan penelitian badak jawa yang terletak sekitar 1,5 kilometer dari kantor JRSCA.
Sambil trekking perlahan menyusuri jalanan menuju penangkaran, Daryan dan tim menebas sejumlah tanaman dan ranting pohon yang menghalangi guna membantu kami yang belum pernah melalui jalur hutan di area JRSCA.
"Jalurnya enggak sulit kok, ada sedikit naik turun tapi tidak terlalu jauh, paling hati-hati licin kalau pas nyeberang air," pungkas Daryan.
Sekitar 1 jam berjalan, area paddock pengembangan dan penelitian badak jawa akhirnya terlihat, di tengah hutan dan di kelilingi pagar kawat pembatas area.
Daryan menjelaskan area pengembangan dan penelitian seluas 40 hektare itu, berguna sebagai area ‘penangkaran terkontrol' agar nantinya badak jawa terpilih bisa lebih mudah bertemu dan bereproduksi.
Sembari memandu kami melihat area penangkaran, pria yang sudah bermukim di Banten sejak 2001 untuk mengurus badak jawa ini, menjelaskan sejumlah kegiatan untuk menyambut kedatangan badak jawa pertama ke JRSCA.
"Salah satu fokus kami saat ini adalah pembinaan habitat di area JRSCA, mulai dari perawatan area penangkaran atau paddock seluas 40 hektare ini, kami juga merapikan kandang badak, hingga penyediaan kebutuhan dasar seperti sumber makanan dan air, serta kubangan yang sangat penting bagi badak jawa," ujarnya.
Berbulan jauh dari rumah demi jaga badak
Kami melanjutkan perjalanan untuk memantau kamera pemantau di area berbeda. Beberapa saat kemudian, Daryan memutuskan untuk beristirahat sejenak sambil menyantap bekal makan siang yang ia bawa.
Daryan menceritakan pengalamannya saat meneliti dan mencari lokasi badak jawa. Pekerjaan ini bisa membuatnya berbulan-bulan tidak pulang ke rumah.
"Untuk mencari lokasi kemudian memantau badak, bisa satu hingga dua bulan di hutan (TNUK). Makan harus hemat-hemat, minum bisa ambil air sungai tapi dimasak, mandi di sungai saja sudah biasa,” tutur Daryan.
Daryan juga menjelaskan upaya untuk mencari lokasi badak jawa yang ternyata tidak mudah, "ada beberapa metode, salah satunya lintasan di mana kita memeriksa sejumlah tanda bacusa, mulai dari jejak kaki, gesekan cula di pohon, hingga memeriksa kotoran dan urine badak. Kalau ketemu urine biasanya kami tes juga pakai test pack untuk memeriksa kehamilan si badak.”
Iklan
Badak jawa: hewan pemalu yang suka ‘luluran'
Sambil memeriksa salah satu kamera pemantau, Daryan mengaku paham betul karakteristik dan ciri khas badak bercula satu, di antaranya sifat penyendiri dan gemar ‘luluran'.
Sebagai satwa endemik yang hanya ada di Indonesia, badak bercula satu termasuk dalam ketegori hewan pemalu dan penyendiri atau soliter. Ini juga yang dinilai menjadi salah satu faktor menurunnya populasi badak jawa. Mereka sulit bertemu dan berkembang biak.
Hewan Indonesia dan Asia Yang Kritis Terancam Punah
Daftar Merah IUCN tunjukkan lebih dari 27.000 spesies terancam punah di seluruh dunia. DW mengajak Anda melihat sebagian yang berstatus kritis terancam punah, dalam rangka Hari Keanekaragaman Hayati Sedunia, 22 Mei.
Foto: picture-alliance/Xinhua/Tang Yun
Orang Utan Sumatera (Pongo Abelii)
Orang utan Sumatra, seperti halnya orang utan Borneo dan Tapanuli diklasifikasikan sebagai kritis terancam punah. Daftar Merah IUCN (International Union for Conservation of Nature) mengklasifikasikan flora dan fauna dalam 7 kategori: tidak mengkhawatirkan, hampir terancam punah, rentan ancaman punah, terancam, kritis terancam punah, punah di alam liar, dan punah.
Trenggiling Sunda adalah salah satu dari 8 spesies trenggiling di seluruh dunia. Ini bisa ditemukan di seluruh kawasan Asia Tenggara. Kedelapan spesies menghadapi ancaman kepunahan mulai dari moderat hingga berat. Trenggiling Sunda dan Cina adalah spesies yang paling terancam, terutama akibat perburuan, penebangan pohon, pembuatan jalan dan manajemen air.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Lisnawati
Gajah Sumatera (Elephas maximus ssp. sumatranus)
Konfrontasi antara gajah dan manusia bisa segera berkembang menjadi mematikan. Ini disebabkan karena kompetisi ruang hidup semakin intensif. Banyak kawasan yang dulu jadi tempat hidup gajah, dibuka untuk perkebunan dan penebangan. Menurut WWF, hampir 70% ruang hidup gajah Sumatra dihancurkan dalam satu generasi saja.
Foto: Getty Images/C.Mahyuddin
Badak Jawa (Rhinoceros Sondaicus)
Cula badak Jawa biasanya lebih pendek dari 25cm, dan lebih kecil dari cula spesies badak lainnya. Rupanya hanya satu populasi badak Jawa hidup di dunia sekarang, yaitu di Taman Nasional Ujung Kulon di ujung Pulau Jawa, Indonesia.
Foto: Colourbox/Jean Vaillancourt
Harimau Sumatra (Panthera tigris ssp. sumatrae)
Spesies harimau ini hidup di Sumatra, dan diklasifikasikan sebagai kritis terancam punah dalam Daftar Merah IUCN sejak 2008. Salah satu ancaman terbesar atas spesies ini adalah hilangnya ruang hidup akibat perluasan perkebunan kelapa sawit.
Foto: Getty Images/AFP/T. Fabi
Harimau Cina Selatan (Panthera Tigris Amoyensis)
Spesies Harimau Cina Selatan ini berukuran tubuh lebih kecil daripada harimau Indocina. Hewan jantan panjangnya sekitar 250-265 cm. Menurut WWF, spesies harimau ini hampir punah di alam liar. Padahal dulu bisa ditemukan di banyak bagian Cina. Diduga, sekitar 60 ekor kini hidup di sejumlah kebun binatang di Cina.
Foto: Getty Images/AFP/A. Joe
Saiga (Saiga tatarica)
Habitat alamiah Saiga adalah daerah sabana dan gurun. Sekarang, sub spesies Saiga Tatarica hanya bisa ditemukan di sejumlah kawasan di Kazakhstan dan Rusia. Peternakan ukuran kecil dan besar adalah ancaman besar bagi keselamatan spesies ini. Demikian halnya dengan pembuatan jalan dan jalur kereta api, tapi juga kekeringan dan perubahan suhu yang ekstrem yang disulut perubahan iklim.
Foto: Imago/blickwinkel
Kuntul Perut Putih (Ardea insignis)
Tempat hidup aslinya adalah kawasan hutan dan daerah padang rumput. Salah satu ancaman terbesar bagi spesies ini adalah pendirian kawasan tinggal dan komersial. Selain itu, perburuan dan penempatan perangkap juga mengancam keselamatan spesies ini. Mereka masih bisa ditemukan di sebagian kawasan Bhutan dan Myanmar.
Foto: Imago/Nature Picture Library/S. Kadur
Unta Baktria Liar (Camelus ferus)
Berlawanan dengan unta Arab yang berpunuk tunggal, unta Baktria memiliki dua punuk. Spesies ini bisa ditemukan di sejumlah bagian Cina utara dan Mongolia selatan. Ancaman terbesar bagi spesies ini adalah pendirian perumahan kawasan komersial, juga peternakan.
Foto: picture alliance/ZUMA Press/Chapman
Sturgeon Rusia (Acipenser gueldenstaedtii)
Spesies ini masih bisa ditemukan di Iran, Kazakhstan dan sebagian negara Eropa Timur. Penggunaan sumber daya biologis, misalnya penangkapan ikan adalah ancaman terbesar bagi spesies ikan ini. Demikian halnya dengan polusi kawasan perairan.
Gibbon atau ungka ini berasal dari kawasan tenggara Cina dan Vietnam utara. Hingga awal 2000 spesies ini diduga telah punah. Namun tahun 2002 populasi kecil ditemukan di Vietnam timur laut. Ancaman terbesar atas spesies ini adalah pembangunan kawasan tinggal dan komersial, perburuan dan pemasangan jebakan. (Ed.: ml/hp)
Foto: picture-alliance/Xinhua/Tang Yun
11 foto1 | 11
"Selain sifatnya yang soliter, umumnya siklus reproduksi bacusa cukup lama. Proses kehamilan berkisar antara 16 sampai 18 bulan, ditambah masa pengasuhan selama satu hingga dua tahun. Jadi siklus badak jawa dari kawin hingga kawin lagi membutuhkan waktu sekitar empat sampai lima tahun," jelas Daryan.
Sambil tersenyum, Daryan juga menerangkan kebiasaan ‘gemas' bacusa, yaitu berkubang atau ia menyebutnya ‘lumpuran'. "Seperti kalau kita (manusia) itu ‘luluran', di Badak itu ‘lumpuran'," tandas koordinator manajemen habitat badak jawa TNUK.
Fungsi utama luluran badak ada dua, pertama untuk membunuh parasit yang ada di lipatan kulit badak. Kedua, untuk menjaga suhu tubuh badak jawa yang sangat sensitif, dan tidak tahan terhadap suhu yang terlalu panas maupun dingin.
Jadi, saat siang hari bacusa berkubang di lumpur untuk mendinginkan badannya, sedangkan di malam hari mereka berkubang untuk menghangatkan diri.
Jika badak jawa punah, ekosistem terancam rusak
Hasil analisis Vortex Population Viability (PVA) terhadap populasi badak jawa menjelaskan, bila dibiarkan hidup tanpa intervensi dan upaya pelestarian dari manusia, mereka berpotensi punah dalam 50 tahun. Apabila perburuan tidak dihentikan, Daryan bahkan memprediksi dalam 20 hingga 30 tahun ke depan badak jawa hanya tinggal kenangan.
Satwa Langka yang Cuma Bisa Ditemukan di Indonesia
Indonesia dikaruniai kekayaan flora dan fauna tak terhingga. Tapi beberapa di antaranya nyaris punah. Inilah sejumlah satwa langka yang cuma hidup di kepulauan Nusantara.
Foto: public domain
Komodo
Satwa langka ini cuma hidup di sejumlah pulau di kawasan Nusa Tenggara. Komodo mampu tumbuh sepanjang tiga meter dan berbobot hingga 70 kilogram. Dunia barat baru mengenal komodo saat penjanjahan Belanda. Kala itu Letnan Felix van Steijn van Hensbroek memerintahkan pakar zoologi Belanda Peter Ouwen buat mengunjungi pulau "buaya" yang ternyata adalah pulau Komodo
Foto: Romeo Gacad/AFP/Getty Images
Merak Hijau
Unggas bermahkota alias merak sebenarnya juga bisa ditemukan di India dan Sri Langka. Tapi jenis yang hidup di Indonesia diklaim memiliki mahkota lebih indah ketimbang saudaranya di sebrang samudera. Selain lebih besar dan bisa berbobot hingga lima kilogram, merak hijau Indonesia juga sangat agresif terhadap manusia.
Foto: picture-alliance/dpa/P. Pleul
Harimau Sumatera
Saat ini Indonesia masih bisa berbangga dengan Harimau Sumatera, tapi tidak lama. Menurut daftar merah IUCN, saat ini tinggal tersisa hingga 500 ekor di Indonesia. Tren menyebutkan populasi harimau Sumatera cenderung menyusut. Terlebih saudara sejenisnya, harimau Jawa dan Bali, sejak lama telah menghilang dari muka Bumi.
Foto: BKSDA Bengkulu/Erni Suyanti Musabine
Badak Jawa/Sumatera
Dari semua satwa langka yang ada di Indonesia, Badak Sumatera dan Badak Jawa adalah yang paling terancam. Saat ini cuma ada seekor badak Jawa yang hidup dalam program konservasi. Tidak ada yang tahu berapa ekor yang hidup di alam liar. Sementara populasi badak Sumatera tidak lebih dari 100 ekor.
Foto: BAY ISMOYO/AFP/Getty Images
Orangutan
Seabad silam populasi Orangutan Kalimantan masih berjumlah lebih dari 250.000 ekor. Kini jumlahnya tidak sampai seperempatnya. Kondisi orangutan di Sumatera jauh lebih mengenaskan. Lantaran penyusutan habitat akibat eksploitasi hutan, jumlah orangutan di barat Indonesia diperkirakan cuma sekitar 7500 ekor.
Foto: AP
Monyet Hantu
Satwa bernama ilmiah Tarsius Tarsier cuma hidup di Sulawesi. Primata sejenis juga bisa ditemukan hidup di Filipina, kendati dengan corak yang berbeda. Seperti namanya, monyet hantu hampir tidak bisa melihat di siang hari. Sebaliknya pada malam hari satwa pemalu ini mampu melihat dengan tajam. Menurut daftar merah IUCN, populasi monyet hantu berkurang sebanyak 20% dalam sepuluh tahun terakhir
Foto: public domain
6 foto1 | 6
Bagi Daryan, badak jawa lebih dari sekadar hewan endemik dan identitas bangsa, tapi juga perawat alami ekosistem di sekitarnya, khususnya kawasan hutan di Taman Nasional Ujung Kulon.
"Upaya pelestarian TNUK dan badak jawa tidaklah mudah dan melibatkan banyak pihak, terutama masyarakat sekitar. Bila badak jawa punah, tidak hanya ekosistem yang terancam tapi juga peluang masyarakat untuk mencari nafkah," ujar Daryan.
Daryan berharap perburuan badak bercula satu bisa berhenti dan masyarakat bisa ikut andil dalam konservasinya. Meski tak terjun langsung merawat atau meneliti, warga bisa berperan dalam mengantisipasi perburuan dengan melaporkan setiap potensi tindak perburuan badak.
Selain itu, warga sangat dianjurkan untuk tidak memberi informasi sekecil apa pun tentang badak kepada pihak yang tak bertanggung jawab. (ae)