Konsumsi Rokok dan Alkohol Meningkat Selama Pandemi
Louisa Wright
28 Desember 2021
Di Prancis contohnya, peningkatan konsumsi tembakau terjadi pada orang berusia 18-34 tahun yang berpendidikan tinggi dan mengalami kecemasan selama pandemi corona.
Iklan
Saat gelombang baru wabah corona yang dipicu oleh varian Omicron meningkat, konsumsi rokok dan alkohol di berbagai negara di dunia juga ikut naik. Kecemasan dan rasa bosan dinilai menjadi pemicunya.
Sebuah studi oleh para peneliti di Inggris yang diterbitkan dalam jurnal Addiction pada bulan Agustus 2021 menemukan bahwa selama masa kuncian atau lockdown pertama Inggris, ada 4,5 juta lebih banyak orang dewasa yang tergolong sebagai peminum alkohol berisiko tinggi. Jumlah ini meningkat 40% bila dibandingkan dengan masa sebelum pandemi. Lebih dari 652.000 orang dewasa muda menjadi perokok selama masa lockdown pertama, menurut penelitian tersebut.
Sementara sebuah penelitian yang diterbitkan dalam European Journal of Public Health pada Oktober 2021, menemukan bahwa di antara para perokok di Prancis, hampir 27% dari mereka mengonsumsi rokok lebih banyak sejak lockdown pertama pada Maret 2020, dan sekitar 19% melaporkan penurunan konsumsi rokok. Peningkatan konsumsi tembakau terjadi pada orang muda berusia 18-34 tahun yang berpendidikan tinggi dan mengalami kecemasan.
Di Jerman sendiri, beberapa iklan rokok masih boleh beredar. Di sini sekitar 31% orang berusia di atas 14 tahun juga merokok, sementara pada akhir tahun 2019 jumlahnya mencapai 27%, menurut sebuah studi di Jerman tentang perilaku merokok jangka panjang. Merokok membunuh hingga 120.000 orang per tahun di Jerman, sekitar dua kali lipat jumlah orang yang meninggal karena COVID-19 di Jerman dalam jangka waktu hampir dua tahun.
12 Cara Memerangi Stres
Stres bisa jadi masalah yang serius jika sering terjadi dan dibiarkan. Padahal tidak sulit untuk mengurangi stres, dan caranya macam-macam.
Foto: Fotolia/Janina Dierks
Berolahraga
Menurut penelitian, stres yang tidak kunjung henti menyebabkan gangguan sel saraf. Sebaliknya, olahraga menyokong kesehatan sel saraf dan seluruh tubuh. Selain itu, olahraga mendukung agar orang bisa tidur lebih baik. Sedangkan stres biasanya menyebabkan gangguan tidur.
Foto: Fotolia/Kzenon
Relaksasi
Relaksasi dalam bentuk apapun, termasuk yoga, berjalan-jalan atau meditasi bisa turunkan tekanan darah dan melonggarkan otot yang tegang. Tahun 2008 Marc Berman, John Jonides dan Stephen Kaplan dari Universitas Michigan meneliti perbedaan efek berjalan-jalan di taman dan di kota. Hasilnya: setelah berjalan-jalan di taman, orang lebih mampu berkonsentrasi dan berikan perhatian.
Foto: Fotolia/Eisenhans
Bersosialisasi
Memelihara hubungan sosial, baik dengan teman, keluarga, atau bahkan hewan peliharaan, bisa mendorong rasa percaya pada orang lain, perasaan santai dan memberi dukungan bagi rasa percaya diri. Memiliki hubungan sosial yang baik kerap dianggap sangat penting bagi kesehatan mental dan fisik.
Foto: Fotolia/Robert Kneschke
Tertawa dan Menikmati Humor
Tertawa sudah lama dianggap jadi cara tangguh memerangi stres. Dan peneliti mengungkap, tertawa memang bisa membantu. Misalnya studi yang dilakukan 2002 oleh Mary Bennett dan rekan-rekannya. Menurut hasil studi yang dilakukan pada orang dewasa, menonton film yang lucu mengurangi stres, dibanding dengan film tentang tujuan wisata.
Foto: imago/CHROMORANGE
Berpikir Positif
Tahun 2010 Jeremy Jamieson dan rekan-rekannya di Harvard University melatih sekelompok mahasiswa untuk percaya, bahwa gelisah karena menghadapi ujian bisa memperbaiki hasil ujian. Dengan kata lain, mahasiswa dilatih untuk berpikir positif. Hasilnya: mereka tidak terlalu stres dan nilai ujian lebih baik dibanding mahasiswa yang tidak dilatih.
Foto: Fotolia/vgstudio
Makanan Yang Sehat
Di pagi hari, walaupun sudah terlambat, sebaiknya tetap sediakan waktu untuk sarapan yang baik. Menurut hasil studi Universitas Erlangen-Nürnberg, sarapan yang kaya protein menurunkan kadar kortisol pada darah dan menjaga keseimbangan gula darah. Telur baik untuk melawan stres. Sedangkan kopi yang terlalu banyak bisa menambah stres.
Foto: picture-alliance/dpa
Menikmati Kehijauan
Sebuah studi Universitas Essex tunjukkan, melewatkan waktu di kawasan hijau seperti taman atau hutan juga menurunkan kadar kortisol dan tekanan darah. Ini juga tren terbaru dari Jepang, dan disebut "Shinrin-yoku.“ Di Jepang dokter bahkan mengharuskan pasiennya berjalan-jalan di hutan, jika mereka menderita stres terlalu berat.
Foto: picture-alliance/ZB
Tinggalkan Kebiasaan Buruk
Konsumsi alkohol, rokok dan kofein yang terlalu banyak bisa meningkatkan tekanan darah. Untuk mengurangi stres, orang kerap dianjurkan untuk berhenti merokok sepenuhnya. Jika sering mengkonsumsi alkohol, sebaiknya mengurangi jumlahnya.
Foto: picture-alliance/dpa
Memberi Bantuan
Sumbangkan waktu untuk menolong orang lain, misalnya teman yang baru pindah rumah. Membantu orang lain, dalam bentuk apapun, bisa mengurangi stres.
Foto: auremar - Fotolia.com
Jangan Khawatir
Dunia tidak akan berhenti berputar, jika dapur tidak dibersihkan, atau pekerjaan lain tidak terselesaikan. Nantinya itu semua harus diselesaikan, tetapi mungkin tidak harus saat ini juga.
Foto: unitypix - Fotolia
Atur Waktu dengan Baik
Buatlah daftar tugas untuk membantu agar lebih terfokus pada hal yang paling penting untuk dilakukan. Lakukan tugas-tugas penting satu persatu. Misalnya, mulailah dengan mengatur satu bagian saja dalam hidup sehari-hari. Pertama-tama lemari, berikutnya meja kerja, kemudian dapur dan seterusnya.
Foto: Picture-Factory/Fotolia
Tidur Yang Cukup
Jika bisa tidur dengan baik, stres tidak terlalu mengganggu. Untuk bisa tidur dengan baik, semua alat elektronik harus dimatikan demikian halnya sumber cahaya di kamar tidur. Orang yang sering terganggu tidurnya, sebaiknya mulai sore hari menghindari minuman mengandung kofein. Keterkaitan antara stres dan kurang tidur sudah dibuktikan dalam sebuah studi dari Pennsylvania State University College.
Foto: Fotolia/Janina Dierks
12 foto1 | 12
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tembakau membunuh sekitar 8 juta orang di seluruh dunia setiap tahunnya, termasuk di antaranya 1,2 juta perokok pasif. Lebih dari 80% konsumen tembakau dunia tinggal di negara-negara yang berpenghasilan rendah dan menengah, menurut WHO.
Sementara konsumsi alkohol berkontribusi terhadap 3 juta kematian di seluruh dunia setiap tahunnya, kata WHO, dan konsumsi alkohol yang berlebihan ikut bertanggung jawab atas 5,1% beban penyakit global.
Stres dan bosan jadi penyebabnya
Sejak pandemi, kesempatan untuk bersosialisasi sambil minum-minum memang berkurang, tapi bukan berarti konsumsi alkohol lantas menurun. Falk Kiefer, dokter yang juga ketua asosiasi yang meneliti dan melakukan terapi terhadap pasien ketergantungan, mengatakan kepada kantor berita Jerman DPA bahwa sekitar 25% orang dewasa kini mengonsumsi alkohol lebih banyak daripada sebelum pandemi.
"Orang-orang yang sudah sering minum alkohol di rumah, misalnya untuk membuat malam mereka jadi menyenangkan, untuk mengusir kesepian, kebosanan atau kekhawatiran, mereka sekarang minum lebih banyak," ujar Kiefer.
Sarah Jackson, ilmuwan peneliti perilaku di University College London dan penulis utama studi Addiction, mengatakan bahwa memang ada beberapa perokok yang menggunakan momen lockdown pertama untuk berhenti. Akan tetapi pada banyal orang lainnya, stres memicu mereka untuk lebih banyak merokok dan meminum alkohol.
"Lockdown pertama juga merupakan periode stres besar bagi banyak orang, dan kami melihat tingkat merokok dan minuman beralkohol meningkat di antara kelompok-kelompok yang paling terpukul oleh pandemi," kata Jackson dalam sebuah siaran pers.
Iklan
Dampak jangka panjang konsumsi alkohol
Seiring waktu, asupan alkohol berlebihan dapat menyebabkan perkembangan penyakit kronis dan masalah kesehatan lain seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, stroke dan penyakit liver. Konsumsi alkohol yang berlebihan melemahkan sistem kekebalan tubuh, menyebabkan masalah kesehatan mental dan kanker. Selain itu, kebiasaan ini juga merupakan faktor risiko kekerasan dalam rumah tangga, yang meningkat di beberapa rumah saat negara-negara memberlakukan lockdown.
Meskipun beberapa penelitian menemukan bahwa konsumsi alkohol yang lebih moderat mungkin dapat membawa manfaat kesehatan, penelitian terbaru menemukan bahwa tidak ada jumlah alkohol yang secara pasti aman untuk dikonsumsi.
Mengatasi Polusi Puntung Rokok
Setiap tahun, lebih dari 4,5 triliun puntung rokok dibuang sembarangan berakhir di alam dan perairan dunia. Ini jenis limbah yang umum namun sering diabaikan.
Foto: Reuters/L. Niesner
Sampah yang paling banyak berserakan di dunia
Sejak tahun 1980-an, puntung rokok telah mencapai 30% hingga 40% dari semua barang yang dikumpulkan dalam kegiatan bersih-bersih di seluruh dunia. Dari 6 triliun yang diproduksi setiap tahun, 4,5 triliun di antaranya berakhir di hutan, pantai, dan perairan dunia. Itu artinya hanya sepertiga yang benar-benar masuk tempat sampah!
Foto: picture-alliance/W. Steinberg
Sebuah perjalanan panjang
Pemandangan umum yang membuat frustasi… pekerja yang keluar di waktu istirahat dan menjatuhkan puntung rokok ke selokan, atau pengemudi yang dengan malasnya melemparkan puntung rokok keluar dari jendela mobil. Lantas apa yang terjadi setelahnya? Air hujan biasanya menyapu puntung rokok tersebut ke dalam saluran air dan sungai atau danau setempat.. bahkan berakhir sampai ke laut.
Foto: Imago Images/Sven Simon/F. Hoermann
Mencekik planet kita sendiri
Bahkan setelah dibuang, puntung rokok masih terus mengeluarkan bahan kimia berbahaya seperti nikotin dan logam berat lainnya macam arsen ke lingkungan, meracuni ikan dan hewan lain yang secara tidak sengaja mengkonsumsinya. Puntung rokok dan bahan kimia berbahaya ini sering ditemukan di dalam tubuh burung laut dan penyu, ribuan kilometer jauhnya dari daerah perkotaan.
Foto: Getty Images/AFP/S. Salom Gomis
Tidak bisa diurai secara alami
Bagian yang terlihat seperti kapas putih - juga terbuat dari sejenis plastik yang dikenal dengan istilah selulosa asetat. Senyawa ini membutuhkan waktu antara 18 bulan hingga 10 tahun untuk terurai di alam, tergantung pada jenis lingkungan tempat pembuangannya. Setelah seratnya terkikis, elemen ini bergabung dengan kumpulan mikroplastik raksasa lain yang mengganggu laut dan saluran air.
Foto: Colourbox/S. Chetanachan
...buruk bagi tanaman
Meskipun dampak puntung rokok pada tanaman belum sepenuhnya diketahui, studi tahun 2019 dari Universitas Anglia Ruskin di Inggris mengungkapkan bahwa puntung rokok yang dibuang ke tanah mampu mengurangi panjang tunas semanggi sekitar 25% dan juga mengurangi biomassa akar hingga 60%. Para peneliti yang mengambil sampel dari lokasi berbeda, menemukan hingga 128 batang rokok yang dibuang.
Foto: picture-alliance/Wildlife/D. Harms
Rokok elektrik menimbulkan masalah baru
Antara tahun 2014 dan 2017, penjualan rokok elektrik meningkat hampir tujuh kali lipat. Campuran nikotin dan komponen elektronik membuat rokok elektrik amat sulit dibuang dengan benar. Walau penelitian tentang dampak sampah jenis ini terhadap lingkungan masih dalam tahap awal, semakin banyak sampah plastik ditemukan di berbagai pantai di seluruh dunia.
Foto: Reuters/G. Cameron
Mengubah rokok menjadi pohon natal
Berbagai gerakan dan prakarsa bersih-bersih muncul dengan kreasi baru. Tahun lalu, Federasi Korea untuk Gerakan Lingkungan mendirikan pohon natal di depan kantor Korea Tobacco & Ginseng Corporation di Seoul, Korea Selatan, terdiri dari puntung rokok. (st/hp)
Foto: picture-alliance/AP Photo/Ahn Young-joon
7 foto1 | 7
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa asupan alkohol moderat dikaitkan dengan penurunan risiko kardiovaskular dibandingkan dengan para peminum berat atau orang yang sama sekali tidak mengonsumsi alkohol. Para peneliti dari Oxford University, Peking University, dan Chinese Academy of Medical Sciences juga ingin melihat apakah ada hubungan sebab akibat antara dua faktor ini.
Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di Jurnal The Lancet pada April 2019, para ilmuwan mewawancarai dan mengikuti perkembangan 500.000 orang di Asia Timur selama 10 tahun. Pada populasi penelitian di Asia Timur, ada varian genetik umum yang sangat mengurangi toleransi alkohol. Ini berarti mereka mengonsumsi lebih sedikit alkohol. Namun varian genetik ini tidak terkait dengan faktor gaya hidup lain seperti merokok.
Para ilmuwan menemukan bahwa orang-orang dengan varian genetik ini mengalami penurunan asupan alkohol, dan juga mengalami penurunan tekanan darah dan risiko stroke. Para peneliti pun menyimpulkan bahwa alkohol meningkatkan risiko terkena stroke sekitar 35% untuk setiap empat minuman tambahan per hari. Namun mereka tidak menemukan efek perlindungan dari meminum alkohol dalam jumlah ringan atau moderat.
"Tidak ada level 'aman' merokok atau minum, dan berhenti merokok atau mengurangi minum akan membantu mengurangi risiko kanker," kata Michelle Mitchell, kepala eksekutif Cancer Research UK, yang mendanai studi Addiction di Inggris. (ae/hp)