Dalam laporan Amnesty Internasional soal hukuman mati, Indonesia berada di posisi sembilan dengan mengeksekusi 14 narapidana. Berikut ulasan Puri Kencana Putri dari KontraS.
Iklan
Salah satu masalah utama dari diterapkannya praktik hukuman mati di Indonesia adalah sistem hukum pidana nasional yang belum mengedepankan prinsip-prinsip hukum yang sesuai dengan standar hukum HAM universal. Mekanisme pidana Indonesia masih jauh dari kesempurnaan.
Jamaknya praktik hukuman mati di Indonesia kerap didahului dengan tindak kesewenang-wenangan dari para aparat penegak hukum yang membenarkan tindak penyiksaan, perilaku tidak manusiawi dan keji guna mendapatkan keterangan dari subyek hukum yang rentan dimanipulasi.
Peradilan tak adil
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS tempat saya bekerja telah banyak menemukan sejumlah kejanggalan hukum dari sistem penyelidikan, penyidikan dan vonis peradilan yang ironisnya tidak adil; sehingga seseorang menjadi mudah untuk divonis mati.
Metode Hukuman Mati
Meski suara untuk menghapus hukuman mati semakin lantang, namun pembunuhan yang secara hukum legal ini masih dipraktikkan di banyak negara di dunia. Berikut beberapa metode hukuman mati yang masih lazim saat ini.
Foto: picture-alliance/dpa
Tembak
Terpidana dengan mata tertutup kain hitam, duduk atau berdiri terikat di depan satu eksekutor atau satu regu tembak. Satu regu tembak biasanya terdiri dari beberapa personil militer atau aparat penegak hukum, yang diperintahkan untuk menembak secara bersamaan. Metode ini dipakai diantaranya di Indonesia, Cina, Arab Saudi, Taiwan, Korea Utara.
Foto: Fotolia/Scanrail
Suntikan Maut
Biasanya terdiri dari tiga bahan kimia: natrium pentonal (obat bius), pancuronium bromide (untuk melumpuhkan) dan kalium klorida (untuk menghentikan jantung). Terdengar tidak menyakitkan. Namun, jika eksekusi gagal, terpidana mati bisa meregang ajal secara menyakitkan dalam waktu cukup lama. Metode ini dipakai diantaranya di Amerika Serikat, Cina, Vietnam.
Foto: BilderBox
Kursi Listrik
Terpidana mati sebelumnya dicukur, sebelum mengenakan topi metal berelektroda yang di dalamnya dilapisi spons yang dibasahi larutan garam. Listrik dengan tegangan antara 500 dan 2000 volt dialirkan selama 30 detik, dan diulang beberapa kali sampai terpidana dinyatakan meninggal. Metode ini dipakai di Amerika Serikat.
Foto: picture-alliance/dpa
Gantung
Diantaranya dipakai di Afghanistan, Bangladesh, India, Iran, Iraq, Jepang, Malaysia, dan Kuwait. Eksekusi hukuman mati ini pertama kali diterapkan sekitar 2.500 tahun lalu pada masa Kekaisaran Persia. Di beberapa negara terpidana ditimbang berat badannya untuk menentukan panjang tali. Jika tali terlalu pendek, terpidana dapat tercekik, dan kematian baru datang setelah 45 menit.
Foto: vkara - Fotolia.com
Pancung
Pemenggalan kepala telah digunakan sebagai satu bentuk eksekusi mati selama ribuan tahun. Saat ini, Arab Saudi adalah satu-satunya negara yang memakai metode ini. Biasanya eksekusi dilaksanakan di halaman mesjid usai shalat Jumat atau pada hari raya. Menurut Amnesty International, setidaknya 79 orang dihukum pancung di Arab Saudi pada tahun 2013.
Foto: picture-alliance/dpa/Abir Abdullah
Lainnya
Masih ada beberapa metode eksekusi mati, walaupun jarang dipakai. Diantaranya adalah: rajam, kamar gas dan juga menjatuhkan terpidana dari ketinggian.
Foto: picture-alliance/dpa
6 foto1 | 6
Dalam tren eksekusi hukuman mati sepanjang tahun 2015 silam, KontraS telah menemukan bukti bahwa sistem hukum rentan digunakan untuk membenarkan praktik yang bertentangan dengan standar HAM universal.
Kasus vonis mati Yusman Telaumbanua adalah contoh buruk dari gagalnya sistem peradilan untuk memberikan kepastian hukum. Telaumbanua divonis mati oleh majelis hakim pengadilan negeri Gunungsitoli Sumatera Utara pada Mei 2013. Saat itu si pembela terdakwa justru meminta majelis hakim memvonis mati kliennya atas dugaan kasus keterlibatan pembunuhan berencana atas 3 orang lainnya di Nias.
KontraS menduga kuat adanya unsur rekayasa kasus setelah mengetahui bahwa ada bukti ketika Telaumbanua divonis mati ia masih berusia di bawah umur. Telaumbanua juga diduga kuat mengalami penyiksaan agar mengakui tuduhan kejahatan di bawah tekanan. Iapun tidak mendapatkan pembelaan hukum yang baik dan memahami konsekuensi dari penggunaan hukuman mati.
Kasus ini menjadi menarik untuk disimak ketika KontraS menemukan langkah medis guna memastikan usia Telaumbanua melalui jalur forensik. Langkah yang tidak populer memang, namun efektif untuk digunakan dalam memberikan edukasi bahwa hukum harus diterapkan secara transparan dan imparsial.
Hukuman mati tanpa nalar
Dari sekian kasus eksekusi hukuman mati, Yusman Telaumbanua telah menarik perhatian publik dalam dan luar negeri. Termasuk Amnesty International yang secara konsisten memberikan perhatian dan dukungan atas penghapusan praktik hukuman mati di Indonesia.
Air Mata, Doa dan Batu Akik: Manny Pacquiao Bertemu Mary Jane
Petinju Manny Pacquiao berkunjung ke Yogyakarta buat menemui Mary Jane Veloso. Filipina saat ini tengah mendakwa dua perekrut Jane. Negeri jiran itu berpacu dengan waktu buat menyelamatkan sang terpidana mati narkoba itu
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Kunjungan Kemanusiaan
Petinju kelas dunia asal Filipina, Manny Pacquiao, sejak lama aktif berkampanye buat menyelamatkan nyawa Mary Jane. Perempuan berusia 30 tahun itu divonis mati lantaran terlibat sindikat perdagangan narkoba. Untuk memberikan dukungan moral, atlet terkaya kedua di dunia itu mengunjungi Jane di Lapas Wirogunan, Yogyakarta. "Saya cuma ingin membantu dengan apa yang bisa saya lakukan," ujarnya.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Mary Jane Yang Menunggu Mati
Mary Jane (kiri) sejatinya dijadwalkan dieksekusi mati bersamaan dengan duo Bali Nine akhir April silam. Namun pelaksanaannya ditunda karena ia diminta bersaksi dalam kasus hukum lain di Filipina. Kejaksaan Agung melalui H.M Prasetyo bersikeras mengeksekusi mati Jane walaupun jika ia dibuktikan sebagai korban perdagangan manusia dalam kasus di Filipina.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Dukungan Moral
Manny Pacquiao yang berjuluk Pacman berbincang selama 30 menit dengan Mary Jane di Lapas Wirogunan. Sang petinju mengaku "belum pernah" bertemu dengan Mary. Ia berterimakasih kepada "presiden dan rakyat Indonesia" karena diberikan kesempatan bersua dengan terpidana mati narkoba itu.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Berdoa Dalam Tangis
Manny yang ditemani sang isteri, Jinkee (ka.) menyempatkan berdoa bersama dengan Mary Jane. Menurut kesaksian tamu yang hadir, ketiganya meneteskan air mata saat mengucap doa. Mary Jane lalu memberikan batu akik dan sebuah syal kepada Manny. Sebagai gantinya sang petinju menyerahkan uang sumbangan.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Investigasi demi Mary Jane
Manny yang juga seorang senator di Filipina berjanji akan menggelar ulang penyelidikan kasus Mary Jane. "Kami akan melakukan investigasi terhadap perekrut Mary Jane, saya percaya dari informasi yang saya terima, Mary Jane tidak bersalah," katanya seperti dikutip Suara.com.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Filipina Berpacu dengan Waktu
Kasus yang menimpa Mary Jane mendapat perhatian besar di Filipina. Warga negeri jiran itu sempat menggelar aksi demonstrasi di depan kedutaan besar Indonesia di Manila buat menuntut keringanan hukuman jelang eksekusi April lalu. Saat ini pengadilan di Filipina tengah menyidang dua terduga perekrut Mary Jane. Penduduk khawatir, lambatnya proses hukum akan merugikan kasus Mary Jane.
Foto: Reuters/E. De Castro
"Dosa orang lain"
Jane memiliki dua anak laki-laki, yakni Mark Daniel Candelaria yang berusia 12 tahun dan adiknya Mark Darren Candelaria, 8 tahun. Saat akan dieksekusi mati April silam, keduanya sempat mengunjungi Mary Jane. "Jadilah bangga pada ibumu karena dia meninggal dengan membawa dosa orang lain," ujarnya pada sang anak saat itu. Jane meyakini ia tidak bersalah.
Foto: AFP/Getty Images/J. Directo
7 foto1 | 7
Laporan terbaru AI berjudul Amnesty International Global Report: Death Sentences and Executions 2015 salah satunya turut mengangkat kasus Yusman Telaumbanua. Adalah penting bagi Pemerintah Indonesia untuk memerhatikan isi dari rekomendasi dari laporan ini. Hukuman mati bukan hanya sekadar perkara bahwa Indonesia akan jauh lebih berdaulat jika mampu mengeksekusi mati para pengedar narkotika dengan meneguhkan nasionalisme dan prinsip non intervensi tanpa nalar.
Menghapus hukuman mati menjadi sebuah kewajiban yang harus diambil oleh sebuah pemerintahan demokratik yang paham bahwa sistem hukum bisa saja bermasalah jika tidak diikuti dengan prosedur pengawasan yang ketat. Kasus Yusman Telaumbanua, termasuk di dalamnya Mary Jane Fiesta Veloso –terpidana mati warga negara Filipina, Rodrigo Gularte –salah satu terpidana yang telah dieksekusi mati pada April 2015 telah menunjukkan bahwa hukum bisa begitu keji kepada mereka yang masih berusia di bawah umur, korban perdagangan manusia dan para penderita gangguan mental.
Saya juga berharap laporan ini bisa secara strategis mendorong Pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah-langkah progresif dalam menata sistem hukum yang sejalan dengan prinsip akuntabilitas, transparansi, keadilan.
Akses atas bantuan hukum dan informasi menjadi hal mutlak yang harus didorong. Merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana dengan menghapus vonis hukuman mati, sembari mulai mengevaluasi praktik buruk dan kesewenang-wenangan dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara adalah hal utama.
Kadang langkah ini memang tidaklah populer di mata publik yang masih menanti efek jera, namun setidaknya ada terobosan yang dibuat pemerintah untuk menjamin bahwa hukum tidak hanya berlaku tajam kepada masyarakat rentan.
Penulis:
Puri Kencana Putri, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS)