1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Kontroversi Tenaga Kerja Asing Bayangi May Day

1 Mei 2018

Ketika puluhan hingga ratusan ribu buruh Indonesia berdemonstrasi menuntut kenaikan upah, Amien Rais Dkk. memanfaatkan peringatan Hari Buruh Sedunia itu untuk berdemonstrasi di Senayan menolak tenaga kerja asing.  

Protest am 1. Mai in Indonesien
Foto: AFP/Getty Images/J. Kriswanto

May Day: Ribuan Buruh Demo di Jakarta Tuntut Kenaikan Upah

01:09

This browser does not support the video element.

Gemuruh suara buruh memenuhi udara ketika Amien Rais secara demonstratif merobek topeng tenaga kerja asing saat aksi protes di depan gedung MPR/DPR RI di Senayan, Selasa (1/5). "Sobek, sobek topeng orang asing," teriak mereka seperti dilaporkan harian Kompas.

Acara yang antara lain digelar oleh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia itu memanfaatkan peringatan May Day untuk menolak Perpres 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang baru ditandatangani Presiden Joko Widodo. Fadli Zon, Fahri Hamzah dan Natalius Pigai ikut tampil menyemangati buruh yang berdemonstrasi.

"Jadi TKI kita sendiri kelimpungan dalam bekerja, tetapi berbondong-bondong buruh kasar asing didatangkan. Mungkin sampai ratusan ribu, mungkin sampai angka-angka yang sangat mengerikan," pekik Amien dalam orasinya, tanpa merinci sumber klaim ihwal jumlah buruh asing yang ia kemukakan tersebut.

Pada saat yang sama CNN Indonesia melaporkan Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra berorasi di depan Istana Kepresidenan berjanji akan memperkarakan Peraturan Presiden di jalur hukum. "Saya telah menyatakan kesetiaan saya untuk mewakili pekerja ke pengadilan, ke MA, dan kita mohon MA membatalkan Perpres No. 20/2018 yang nyata-nyata bertentangan dengan UUD 45 dan aspirasi rakyat Indonesia. Hidup buruh!," serunya yang disambut keriuhan demonstran.

Peluru panas tersebut kini menjadi tanggungjawab Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko. Ia mengakui meski dimaksudkan buat "melindungi tenaga kerja kita," minimnya sosialisasi membuat PP 20/2018 itu nyaris menjadi bumerang. "Masyarakat sebaiknya memahami secara utuh Perpres ini. Jangan sepotong-potong," katanya seperti dilansir Gatra.

Moeldoko mengatakan melalui Perpres TKA Presiden ingin menetapkan landasan hukum buat melindungi pekerja lokal. Langkah tersebut diambil menyusul kebutuhan tenaga kerja berkualitas yang tidak selamanya bisa diisi pegawai lokal.  "TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan tertentu yang ditetapkan oleh Menteri,” bunyi Pasal 4 ayat 1 dan 2.

Kesimpulan senada diungkapkan Ketua Umum Konfederasi Serikat Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Yorrys Raweyai. Kepada Kompas ia mengatakan Perpres tersebut mewajibkan perusahaan mengutamakan pekerja lokal, katanya. "Justru Perpres ini memperketat masuknya TKA."

Meski begitu partai-partai oposisi di DPR sedang menggulirkan wacana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk Tenaga Kerja Asing. Saat ini enam politisi Gerindra dan PKS telah menyetujui pembentukan pansus. Fahri Hamzah yang menginisasi wacana tersebut menyakini akan mendapat persetujuan 19 anggota legisaltif lainnya untuk memenuhi persyaratan pembentukan pansus sebelum masa reses DPR berakhir.

rzn/yf (Kompas, CNN Indonesia, Detik, Gatra)