1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikPolandia

Kontroversi UU Pencegahan Aborsi di Polandia

Jacek Lepiarz
9 Februari 2023

Dua rumah sakit di Polandia menolak untuk melakukan aborsi pada korban pemerkosaan di bawah umur yang hamil. Kasus itu memicu kontroversi tentang undang-undang aborsi sejak tahun 2020.

Aksi protes menentang pengetatan UU Aborsi di Warsawa
Aksi protes menentang pengetatan UU Aborsi di WarsawaFoto: Monika Sieradzka/DW

Korban pemerkosaan yang berasal dari wilayah Podlaskie di Polandia timur laut itu berusia 14 tahun dan memiliki cacat mental. Dia diperkosa oleh pamannya sendiri dan berakibat hamil. Dia sendiri awalnya tidak menyadari kondisi itu. Kemudian seorang kerabat mencoba membantunya melakukan aborsi.

Meskipun gadis itu telah menulis konfirmasi dari jaksa penuntut umum bahwa dia hamil akibat pemerkosaan, yang menurut undang-undang memberinya hak untuk melakukan aborsi legal, dua rumah sakit di wilayahnya menolak melakukan itu.

Tahun 2020, Polandia menetapkan undnag-undang aborsi yang lebih ketat. Aborsi hanya bisa dilakukan secara legal, jika kehamilan itu terjadi akibat pemerkosaan atau jika nyawa ibu dalam bahaya. Namun dalam praktiknya, banyak dokter menolak melakukan aborsi dengan menggunakan "klausa hati nurani", dan mengatakan bahwa keyakinan agama mereka melarang mereka melakukan aborsi. Klausa itu memang ada dalam undang-undang.

Menteri Kesehatan mengaku "terkejut"

"Para dokter menggunakan 'klausa hati nurani' yang ada dalam undang-undang sebagai pembenaran atas penolakan mereka," tulis mingguan Polityka pada pekan lalu. Undang-undang aborsi yang ketat di Polandia memang mengizinkan dokter menolak aborsi, jika itu bertentangan dengan keyakinan agama mereka. Itulah yang terjadi dalam kasus ini. Rumah sakit dengan kasar mengusir perempuan muda itu dan kerabatnya, menyuruh mereka pergi. "Kami tidak tahu ke mana harus pergi," kata mereka, tetapi rumah sakit menjawab: "Itu bukan masalah kami."

Menurut aturan yang berlaku, dokter yang menolak melakukan aborsi seharusnya menunjuk dokter lain yang dapat melakukan prosedur tersebut. "Klausa hati nurani" yang dimaksud hanya berlaku untuk pribadi, tapi tidak berlaku untuk seluruh rumah sakit.

Menteri Kesehatan Polandia Adam Niedzielski mengaku terkejut dengan kasus itu. "Kami terkejut dengan kasus ini, dalam hal ini tanggapan kami tegas," katanya kepada wartawan awal minggu ini. Dia berjanji akan menyelidiki kasus itu dan mengatakan apa yang dialami perempuan muda itu "tidak dapat diterima." Kelompok hak asasi dan kelompok perempuan menuntut pelonggaran undang-undang aborsi Polandia.

Plakat para penentang aborsi di sebuah mobilFoto: Monika Sieradzka/DW

Penentang aborsi tuntut UU yang lebih ketat

Yayasan FEDERA untuk perempuan dan perencanaan keluarga mengatakan, setiap tahun di Polandia ada sekitar 150 ribu aborsi ilegal.

"Tidak ada sistem restriktif yang dapat menghentikan perempuan melakukan aborsi, jika mereka bertekad untuk mengakhiri kehamilan," kata Direktur FEDERA Krystyna Kacpura. "Satu-satunya pertanyaan adalah, apakah mereka melakukannya dalam kondisi aman atau tidak aman."

Menurut informasi Parlemen Eropa, sejak pemberlakuan UU Aborsi yang baru di Polandia, sudah ada enam perempuan yang meninggal karena mereka tidak bisa melakukan aborsi.

Salah satu tokoh anti aborsi, Kaja Godek, menuntut semua informasi tentang kemungkinan aborsi harus dilarang. Sebuah petisi yang ditandatangani oleh sekitar 150.000 orang mengusulkan rancangan undang-undang yang mengancam sanksi dua tahun penjara untuk kegiatan memproduksi dan menyebarkan informasi tentang aborsi. Usulan mereka diberi judul: "Aborsi adalah pembunuhan."

(hp/ha)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait