Korban Era Apartheid Afrika Selatan Tuntut Kompensasi
Martina Schwikowski
6 Mei 2024
Puluhan warga Afrika Selatan mendirikan kamp protes di luar Gedung Mahkamah Konstitusi. Mereka menuntut reparasi atas pelanggaran hak asasi manusia di bawah pemerintahan apartheid.
Iklan
Suara sekitar 50 pengunjuk rasa lanjut usia terdengar bergema di halaman Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan di kota Johannesburg, jantung komersial Afrika Selatan. Mereka menuntut keadilan dan reparasi atas pelanggaran yang dialami di bawah tezim apartheid – 30 tahun setelah negara tersebut menjadi negara demokrasi.
Mereka semua adalah anggota Kelompok Dukungan Khulumani dan Kampanye Galela – dua kelompok yang memperjuangkan ganti rugi finansial bagi para korban pemerintahan minoritas kulit putih di bawah apartheid.
Para pengunjuk rasa mengatakan karena mereka tidak diidentifikasi sebagai korban pelanggaran hak asasi manusia oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Afrika Selatan, Truth and Reconciliation Comission (TRC), yang dipimpin mendiang Uskup Agung Desmond Tutu 28 tahun lalu.
Kelompok ini telah melakukan protes di depan pengadilan selama bertahun-tahun, tapi mulai November 2023 mereka membuat kamp permanen di luar Gedung Mahkamah Konstitusi.
South African apartheid victims demand reparations
02:42
'Kami adalah kaum revolusioner'
Salah satu pengunjuk rasa adalah Thabo Shabangu. Dia ditembak dari belakang oleh petugas polisi tahun 1990 selama demonstrasi menentang penindasan terhadap mayoritas penduduk kulit hitam – tepat ketika negara tersebut sedang mendiskusikan gagasan kesetaraan dan demokrasi.
Iklan
Pria berusia 61 tahun itu mengatakan kepada DW, dia tidak pernah menerima kompensasi apa pun atas luka-lukanya. "Saya sangat, sangat kecewa. Kami adalah kaum revolusioner. Kami adalah orang-orang yang membentuk demokrasi ini. Kami adalah orang-orang demokratis pertama. Kamilah yang memperjuangkan reparasi yang saat ini tidak kami nikmati," katanya.
Thbo Shabangu menginginkan reparasi atas penderitaan yang dialaminya selama perjuangan melawan apartheid, serta dukungan medis dan sosial yang lebih besar. Seperti sepertiga penduduk Afrika Selatan, dia menganggur. "Kami pikir TRC akan memberikan keadilan kepada kami,” katanya tentang proyek demokrasi di Afrika Selatan.
Mereka yang melakukan protes bersamanya di luar Mahkamah Konstitusi mengatakan, meskipun mereka berperan dalam perjuangan Afrika Selatan menjadi negara demokrasi tiga dekade lalu, mereka tidak akan memberikan suara pada pemilu 2024 bulan Mei ini, jika reparasi tidak dibayarkan. "Tidak ada reparasi – tidak ada suara," kata Thabo Shabangu.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Amnesti bagi para pelaku apartheid
Dengar pendapat resmi di hadapan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dimulai pada April 1996 dan berakhir pada bulan Oktober 1998. Presiden Nelson Mandela ketika itu secara pribadi menunjuk Desmond Tutu sebagai ketua komisi tersebut. Tujuannya adalah untuk mendorong rekonsiliasi dan pengampunan antara pelaku dan korban apartheid.
Selama periode ini, komisi fokus pada bukti pembunuhan, penculikan dan penyiksaan terhadap orang-orang, serta pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Korban dan pelaku seringkali duduk berhadapan di balai komunitas dan gereja di seluruh negeri.
Pelaku yang menjelaskan secara lengkap apa yang terjadi akan diberikan amnesti, sebuah kompromi yang menyakitkan bagi banyak korban. Namun janji impunitas itu berhasil mengungkap kebenaran tentang nasib banyak orang yang hilang tanpa jejak, mereka yang diculik, dibunuh, dan dikuburkan di suatu tempat.
Oleh karena itu, hanya dua tahun setelah Partai Kongres Nasional Afrika ANC berkuasa melalui pemilu demokratis pertama tahun 1994, kekejaman di masa lalu menjadi sorotan publik.
Nelson Mandela
Ia mengabdikan hidupnya untuk menentang apartheid. Nelson Mandela menjadi presiden kulit hitam Afrika Selatan pertama.
Foto: AP
Selamat Jalan Mandela!
Selalu tersenyum, begitulah dunia mengenal dan mengenang Nelson Mandela. Pejuang anti Apartheid ini wafat dalam usia 95 dahun di Johannesburg. Nelson Mandela dilahirkan pada 18 Juli 1918 di Mvezo, dengan nama "Rolihlahla". Mandela merupakan yang pertama dalam keluarganya yang belajar menulis dan membaca.
Foto: Reuters
Masa Muda
Nelson Mandela dalam foto yang diambil tahun 1937 ketika ia menjalani pendidikan di sekolah misionaris di Healdtown. Mandela lahir pada tanggal 18 Juli 1918 di Eastern Cape. Nama Inggris Nelson ia dapatkan di sekolah. Mandela pernah menikah sebanyak tiga kali. Dari dua pernikahannya ia dikaruniai enam anak.
Foto: DW
Apartheid
Papan pengumuman seperti tampak dalam foto merupakan pemandangan yang biasa ketika Mandela tumbuh dewasa. Pemisahan rasial diterapkan di semua bidang kehidupan: tempat berbeda bagi orang kulit hitam dan putih di kereta api atau bis, pintu masuk terpisah di rumah sakit, balai kota dan bank. Demikian pula, wilayah tempat tinggal dipisah.
Foto: AP
Aktivis Muda
Ketika ia dipaksa untuk menikah, Mandela melarikan diri ke Johannesburg dan kemudian kuliah hukum. Setelah lulus, ia mendirikan firma hukum kulit hitam pertama di negara itu. Ketika menjadi mahasiswa ia telah aktif dalam politik membela hak kaum hitam. Pada tahun 1942 ia bergabung dengan gerakan pembebasan, Kongres Nasional Afrika (ANC), dan kemudian mendirikan organisasi pemuda ANC.
Foto: AP
ANC Dilarang
Pada tahun 1956, Mandela (ketiga dari kiri) bersama dengan 155 aktivis lainnya dituduh melakukan penghianatan kepada negara, karena aktivitasnya dalam memimpin kampanye anti apartheid. Sidang pengadilan terhadapnya, yang berlangsung selama empat setengah tahun, akhirnya memvonis Mandela bebas. Pada tahun 1960 pemerintah melarang ANC dan kelompok anti apartheid lainnya.
Foto: AP
Vonis Seumur Hidup
1964: Massa berkumpul di depan gedung pengadilan, tempat berlangsungnya proses hukum terhadap Nelson Mandala dan aktivis anti Apartheid lainnya. Dalam peristiwa yang disebut proses Rivonia itu Nelson Mandela divonis bersalah dengan dakwaan makar dan mendapat hukuman penjara sumur hidup
Foto: Bailey's Archives
Penjara
Dalam sel sempit penjara di Pulau Robben inilah Mandela mendekam selama 18 tahun. Setelah pelarangan ANC di tahun 1960, Mandela mendirikan organisasi sayap militan ANC "Spear of The Nation“. Pada bulan Agustus 1962 ia ditangkap dan kemudian dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dengan tuduhan sabotase dan perencanaan perjuangan bersenjata.
Foto: cc-by-sa- Paul Mannix
Perjuangan terus berlangsung
Selama Nelson Mandela dipenjara, aktivis-aktivis lain mengobarkan perang terhadap rejim Apartheid - antara lain bekas isterinya, Winnie Mandela (tengah). Ia tumbuh menjadi pemimpin oposisi melawan pemerintahan minoritas putih.
Foto: AP
Mandela, Sang Petinju
Semasa remaja Nelson Mandela menggemari tinju. "Di atas ring, usia, pangkat, warna kulit dan harta tidak berperan," katanya menggambarkan kecintaannya kepada olahraga ini. Selama di penjara ia juga aktif menjaga kebugaran: antara lain mengangkat beban, push up dan berbagai jenis olahraga lainnya.
Foto: Getty Images
Hari Pembebasan
11 Februari 1990: Nelson Mandela bersama Winnie bergandengan tangan menyambut masa yang menantinya. Setelah mendekam selama 27 tahun di penjara, atas tekanan masyarakat internasional akhirnya Mandela dibebaskan. Pada hari kebebasannya, di depan 120 ribu pendukungnya ia berpidato menyampaikan politik rekonsilasi.
Foto: picture-alliance/ dpa
Nobel Perdamaian
Mandela dibebasakan setelah mendekam di penjara selama 27 tahun. Presiden Afrika Selatan kala itu, F.W. de Klerk (kanan) memerintahkan pencabutan larangan bagi ANC. Di hari pembebasannya, Mandela menyampaikan pidato rekonsiliiasi. Atas jasanya dalam menghapus politiik apartheid di Afrika Selatan, de Klerk dan Mandela dianugrahi penghargaan Nobel Perdamaian pada tahun 1993.
Foto: AP
Presiden
Pada tanggal 9 Mei 1994, ANC memenangkan pemilu demokratis pertama di Afrika Selatan. Nelson Mandela ditunjuk parlemen menjadi presiden kulit hitam pertama di negara itu. Sebagai kepala negara dan pemimpin ANC, ia memimpin transformasi negara dan masyarakat Afrika Selatan. Ia mendapat penghormatan internasional atas upayanya bagi perdamaian di seluruh dunia
Foto: AP
Perang Irak
Antara tahun 2002-2003, Mandela menyampaikan beberapa pidato yang mengundang kontroversi, seputar Perang Irak yang dijalankan Bush dan Blair. Ia mengatakan, Bush merupakan seorang yang sombong dan rasis. Ia juga mengecam kurangnya keterlibatan PBB dalam mengambil keputusan mengenai Perang Irak. Pada musim gugur 2002, Mandela menyambut mantan wakil perdana menteri Irak, Tariq Aziz, di Johannesburg.
Foto: AP
Kawan Seperjuangan
Mandela menjalin persahabatan erat dengan Fidel Castro, yang ia sebut "kawan seperjuangan". Mantan pemimpin Kuba ini telah mendukung perjuangan gerakan pembebasan di Angola dan Namibia, yang pada akhirnya melemahkan rezim apartheid di Afrika Selatan. Musim panas 1991, Mandela mengunjungi Castro dalam perayaan Hari Nasional Kuba di Matanzas.
Foto: AP
Kampanye 46664
46664 merupakan nomor tahanan Mandela di penjara Pulau Robben. Selama menjadi tahanan ia hanya dikenal berdasarkan nomornya ini, diceritakan Mandela. Sekarang, nomor tahanan ini dipakai yayasan milik Mandela untuk kampanye mendukung jutaan penderita HIV.
Foto: AP
15 foto1 | 15
Pembayaran kompensasi
Pada tahun 2003, ketika TRC akhirnya menerbitkan rekomendasi repatriasi yang tertunda, mereka mengakui 21.000 korban dan merekomendasikan agar mereka diberi tunjangan bulanan yang dikelola oleh dana khusus presiden. Daftar ini kemudian dikurangi menjadi 17.000 orang yang berhak menerima reparasi.
Namun, Presiden Thabo Mbeki saat itu mengatur pembayaran satu kali sebesar 30.000 rand (senilai $3.890 pada saat itu). Dana tersebut juga seharusnya mendukung perumahan, pendidikan, dan layanan kesehatan bagi para korban, selain pembayaran satu kali saja. Namun pada bulan Juni 2023, dana tersebut masih tersisa sekitar 100 juta dolar AS.
Para pengunjuk rasa di luar Mahkamah Konstitusi mengatakan, Mahkamah Konstitusi harus menetapkan skema pembayaran baru. Direktur nasional Khulumani, Marjorie Dobson, mengatakan bahwa kelompok tersebut mempunyai puluhan ribu anggota yang tidak dapat mengajukan tuntutan ketika TRC mengadakan dengar pendapat pada tahun 1990an.
Sementara itu, Menteri Kehakiman Ronald Lamola mengatakan dia tidak melihat alasan bagi masyarakat untuk tetap melakukan protes di pengadilan. "Mereka harus pulang,” katanya kepada DW dalam sebuah wawancara. "Tidak ada yang bisa kami lakukan. Parlemen punya daftar [para korban], daftarnya sudah tertutup. Dan akan menjadi sebuah kejanggalan jika kami membuka daftarnya."