Aksi mahasiswa yang berujung bentrok dengan polisi di Gedung DPRD Sulawesi Tenggara pada hari Kamis (26/09) kembali menelan korban tewas.
Iklan
Yusuf Kardawi dinyatakan meninggal pada hari Jumat (27/09) pukul 04.15 di RS Bahtera Mas. Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari, Sulawesi Tenggara tersebut kehilangan nyawa akibat luka parah di kepala yang disebabkan benturan keras.
"Innalaillahi wa inna ilaihi rojiun. Tn. M Yusuf, post craniectomy kemarin malam yang dirawat di ICU telah meninggal sekitar pukul 04.17 Dok," kata Plt Dirut RS Bahtera Mas, dr Sjarif Subijakto, seperti dikutip dari Detikcom. Sejak Kamis malam almarhum Yusuf telah dirawat dalam keadaan kritis. Ia juga sempat menjalani operasi untuk menghentikan pendarahan di kepalanya.
Sebelumnya mahasiswa UHO lain juga tewas setelah mengikuti unjuk rasa. Almarhum Randy, mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, telah dipastikan meregang nyawa akibat peluru tajam yang menembus tubuhnya. "Iya betul luka tembak. Nda bisa (diukur) karena tembus ke depan," kata dokter ahli forensik RS Abunawas Kendari, dr Raja Al Fatih Widya Iswara, dikutip dari laman Kumparan.com. Hasil autopsi menunjukkan peluru tajam mengenai tubuh di bagian bawah ketiak kiri dan menembus dada sebelah kanan. Namun demikian belum bisa dipastikan peluru jenis apa yang menewaskan Randy.
Presiden Joko Widodo menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya kedua mahasiwa tersebut. Selain itu ia juga menegaskan dalam penanganan demonstrasi mahasiswa yang lalu, pihak kepolisian tidak diberikan perintah untuk membawa senjata. "Tidak ada perintah apapun dalam rangka demo ini untuk membawa senjata. Jadi, ini akan ada investigasi lebih lanjut," katanya melalui rilis yang diterima DW. Presiden Jokowi telah memerintahkan Kapolri untuk menginvestigasi kasus ini dan memeriksa seluruh jajaran kepolisian yang diterjunkan di lokasi pada saat bentrok terjadi. yp/hp (kumparan, detik, bpmi)
Menuntut Agenda Reformasi yang Belum Usai
Mahasiswa di Indonesia pada Senin (23/09) dan Selasa (24/09) berunjuk rasa menuntut dibatalkannya RUU KUHP dan UU KPK yang dinilai sebagai langkah mundur dari cita-cita reformasi 1998.
Foto: Reuters/W. Kurniawan
Protes oligarki politik
Aksi mahasiswa di sejumlah daerah di Indonesia pada Senin (23/09) dan Selasa (24/09) dilandasi penilaian bahwa politik Indonesia saat ini dikuasai oleh kelas borjuis yang oligarkis (pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu).
Foto: Reuters/W. Kurniawan
Tuntut batalkan RUU bermasalah
Mahasiswa berpendapat penguasaan oligarki tercermin dalam pasal-pasal di RUU KPK, RUU KUHP, dan sederet program legislasi lainnya. RUU KPK telah disahkan DPR menjadi Undang-Undang pada 17 September 2019. Mereka pun menuntut dibatalkannya RUU ini karena dinilai langkah mundur dari cita-cita reformasi.
Foto: Reuters/W. Kurniawan
Ribuan aparat bersiaga
Ribuan aparat bersiaga mengamankan aksi unjuk rasa. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono mengatakan kepada wartawan setidaknya sekitar 18 ribu personel gabungan TNI/Polri disiagakan untuk mengamankan demo hari Selasa di depan gedung DPR/MPR di Senayan, Jakarta.
Foto: Reuters/W. Kurniawan
Bergabung di aksi lanjutan
Pada Selasa (24/09) mahasiswa kembali menggelar demonstrasi di depan gedung DPR dan beberapa gedung DPRD seperti di Medan dan Semarang. Dalam foto terlihat sejumlah mahasiswa di Stasiun Tanah Abang, Jakarta, berusaha untuk bergabung menyuarakan pendapat bersama dengan rekan mereka.
Foto: DW/D. Purba
Tembakkan gas air mata
Demonstrasi di depan gedung DPR RI Senayan, Jakarta, sempat tereskalasi. Untuk membubarkan konsentrasi massa mahasiswa sekitar pukul 16:23 WIB pihak kepolisian menembakkan gas air mata ke arah ribuan mahasiswa. Sebuah pohon di depan gedung DPR dilaporkan terbakar saat terjadi bentrokan.
Foto: DW/D. Purba
Ricuh di sejumlah daerah
Peserta aksi pada Selasa (24/09) terlihat berupaya memulihkan mata mereka setelah polisi menembakkan gas air mata ke arah mahasiswa. Tidak hanya di Jakarta, aksi mahasiswa di Medan, Makassar, Bandung dan Bengkulu juga berakhir ricuh dan terjadi bentrokan dengan aparat. (ae/ Laporan DW dari Jakarta oleh Prihardani Purba)