Perempuan berusia 23 tahun itu dibakar hidup-hidup saat sedang menuju persidangan kasus perkosaan terhadap dirinya. Untuk kesekian kalinya korban perkosaan menjadi bulan-bulanan masyarakat patriarki India.
Iklan
Seorang perempuan India berusia 23 tahun berjuang untuk bertahan hidup di rumah sakit usai mengalami pemerkosaan massal dan dibakar hidup-hidup. Peristiwa keji yang terjadi di negara bagian Uttar Pradesh itu memicu protes massal di seluruh negeri.
Korban sedang dalam perjalanan menuju sidang kasus perkosaan terhadap dirinya ketika sekelompok pemuda menyerangnya dan menyulut api pada tubuhnya. Saat ini korban berada dalam kondisi kritis menyusul luka bakar serius.
Polisi menahan lima tersangka, termasuk dua pria yang dituding ikut memerkosa korban pada bulan Maret silam. "Korban dilarikan ke rumah sakit di Lucknow untuk perawatan yang lebih baik," tulis kepolisian. "Dia sebelumnya melaporkan kasus perkosaan dan seorang tersangka dalam kasus tersebut juga ditangkap."
Peristiwa pembakaran korban perkosaan di Uttar Pradesh terjadi di distrik Unnao, di mana seorang perempuan juga diperkosa pada Juli silam. Polisi lalu membuka kasus percobaan pembunuhan terhadap seorang pejabat tinggi sebuah partai politik lokal setelah korban yang berusia 19 tahun mengalami cedera berat usai ditabrak dengan mobil.
Keluarga korban meyakini, Kuldeep Singh Sengar yang merupakan kader Partai Bharatia Janata (BJP) pimpinan Perdana Menteri Narendra Modi, merencanakan kecelakaan tersebut.
Pembantaian Senyap Bayi Perempuan India
Seperlima dari 2,6 juta kasus keguguran kandungan di dunia terjadi di India. Fenomena itu dipicu oleh perilaku calon ibu yang gemar mengkonsumsi obat seleksi kelamin untuk mencegah kelahiran bayi perempuan
Foto: AP
Ketimpangan Gender
Seleksi kelamin dan aborsi selektif membuahkan rasio jender yang timpang di India. Menurut sensus penduduk teranyar 2011 silam, untuk setiap 1000 bocah laki-laki yang berusia hingga enam tahun, cuma terdapat 914 bocah perempuan. Di beberapa wilayah ketimpangannya bahkan lebih parah.
Foto: picture-alliance/dpa/M. F. Calvert
Hormon Pembunuh
Penggunaan obat seleksi kelamin alias SSD memicu tingginya angka keguguran kandungan. Obat-obatan yang dijual seharga 3 hingga 50 Dollar AS itu mengandung Phytoestrogens, sejenis hormon Estrogen, dalam dosis tinggi melewati batas aman. Menurut ilmuwan, hormon asing itu menggandakan potensi kerusakan dan gangguan pertumbuhan pada janin.
Foto: imago/Chromorange
Pertumbuhan Terhalang
SSD biasanya dikonsumsi selama masa kehamilan antara enam hingga sepuluh minggu ketika berbagai jenis organ pada janin mulai terbentuk. Gangguan pada masa kritis tersebut bisa berdampak fatal, terutama pada pertumbuhan organ reproduksi janin.
Foto: Getty Images/AFP/N. Nanu
Obsesi Jenis Kelamin
Diperkirakan sekitar 60% ibu di India yang memiliki anak pertama perempuan mengkonsumsi obat seleksi kelamin (SSD) untuk kandungan kedua. Menurut studi Public Health Foundation of India (PHFI), satu dari lima calon ibu yang mengkonsumsi SSD mengalami keguguran. Alasan yang sama berlaku buat seperempat ibu yang melahirkan bayi cacat.
Foto: Reuters/M. Mukherjee
Gendersida Mengakar
Studi PHFI juga menunjukkan penggunaan SSD tercatat pada calon ibu dari berbagai latar belakang perekonomian dan pendidikan. Fenomena tersebut tidak terbatas hanya pada masyarakat pedesaan saja. Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Lancet 2011 silam mencatat hingga 12 juta janin perempuan digugurkan antara tahun 1980 dan 2010.
Foto: Reuters/M. Mukherjee
Hak Hidup Janin
Sejak tahun lalu Perdana Menteri Narendra Modi melancarkan kampanye nasional untuk memerangi seleksi kelamin janin. Pemerintah antara lain memperketat larangan aborsi selektif dan praktik diagnosa janin perempuan. Sejak itu aparat pemerintah telah melakukan 35 razia terhadap penjual SSD dan dokter dalam 17 bulan terakhir.
Foto: Getty Images/AFP/D. Sarkar
Stigma Sosial
“Angka permintaan terhadap bayi laki-laki di masyarakat sedemikian tinggi, sehingga hukum dan perundang-undangan tidak akan banyak mengubah situasinya. Orang akan selalu bisa menemukan cara," kata Dr. Varun Aora dari Institut Ilmu Kedokteran di Rohtak kepada Guardian. "Tidak ada yang bisa dilakukan buat mengubah cara berpikir orang," imbuhnya.
Foto: AP
Hantu Masa Lalu
Masyarakat India masih mengemban tradisi kuno yang memprioritaskan laki-laki. Struktur sosial juga cenderung merugikan kaum hawa. Pengantin perempuan misalnya harus membayar mahar kepada keluarga pria. Selain itu anak perempuan jarang mendapat warisan tanah, meski India telah menggariskan persamaan hak waris antara jender sejak tahun 2005. Sebab itu anak perempuan dinilai mahal dan merugikan.
Foto: AP
Timpang di Negeri Jiran
Selain India, Cina juga memiliki masalah serius seleksi jender. Sensus tahun 2014 menunjukkan terdapat 116 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Saat ini tercatat Cina memiliki 33 juta laki-laki lebih banyak ketimbang perempuan. Selain kebijakan satu anak, penyebab lainnya adalah struktur sosial yang kerap menganaktirikan perempuan.
Foto: Mark Ralston/AFP/Getty Images
9 foto1 | 9
Pekan lalu seorang perempuan 27 tahun juga diperkosa di kota Hyderabad. Korban meninggal dunia usai dibakar hidup-hidup. Kasus keji tersebut memicu protes di seantero negeri. Jaya Bachchan, bekas bintang Bollywood yang kini menjabat anggota legislatif bahkan menyerukan pembunuhan terhadap para pelaku.
"Saya tahun ini terdengar kasar. Tapi manusia semacam ini harus diseret ke depan publik dan dihukum beramai-ramai," kata dia di parlemen.
India memiliki daftar panjang perlakuan tidak semena-mena terhadap perempuan. Belum lama ini kantor berita Al Jazeera melaporkan sejumlah video perkosaan yang dibuat pelaku dijual bebas seharga antara USD 30 sen hingga 3 Dollar. Video-video itu tidak hanya menampilkan wajah korban dan suara mereka, tetapi juga tindak perkosaan yang brutal.
Khususnya dalam kasus perkosaan di Hydereabad, sejumlah media lokal menemukan bahwa GoogleTrends mencatat kenaikan permintaan pencarian dengan kata kunci "Video Perkosaan Hyderabad", hanya sesaat setelah peristiwa brutal tersebut disiarkan televisi nasional.
Perempuan berusia 23 tahun itu dibakar hidup-hidup saat sedang menuju persidangan kasus perkosaan terhadap dirinya.
Kasus ini bukan kali pertama terjadi. Ketika kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap bocah perempuan berusia delapan tahun di Kathua, Jammu dan Kashmir, disiarkan media pada 2018 silam, foto korban dan video pemerkosaan juga termasuk kata kunci yang paling dicari di Google dan situs-situs pornografi.
Menurut temuan Al Jazzera, sekali video perkosaan mendarat di tangan pedagang, ia menyebar tanpa henti. Kepada kantor berita asal Qatar tersebut, Mangla Verma, seorang pengacara di Delhi yang juga bekerja untuk Jejaring Bantuan Hukum Kemanusiaan, menilai praktik muram tersebut mengakar di masyarakat.
"Perkosaan dilihat sebagai demonstrasi kekuasaan pria atas perempuan. Hal ini bisa dilihat ketika pelaku merekam adegan perkosaan untuk menunjukkan betapa dia tidak hanya bisa memerkosa perempuan, tetapi juga merekam dan menyebarkannya," kata dia. "Ini lah bagaimana Patriarki berfungsi di sini."
Menurut data pemerintah, kepolisian mencatat 33,658 kasus perkosaan pada 2017, rata-raa 92 kasus setiap hari.
rzn/vlz
5 Negara Paling Berbahaya bagi Perempuan
Ancaman kesehatan, kekerasan seksual dan perbudakan harus dihadapi perempuan di banyak negara. Ini lima negara yang paling berbahaya menurut Thompson Reuters Foundation dan Foundation for Sustainable Development.
Afghanistan
Sejak kecil hidup adalah perjuangan bagi anak perempuan Afghanistan. 87% dibiarkan buta huruf, dan 70-80% dipaksa menikah. Punya keluarga juga jadi tantangan besar. Jumlah kematian perempuan ketika hamil dan 42 hari setelah keguguran mencapai 400 dari 100.000 (untuk bandingan: di Inggris hanya 8). Di samping itu tingkat KDRT sangat tinggi. Foto: perempuan sedang menunggu layanan medis di Kabul.
Foto: picture alliance/Ton Koene
Republik Demokratik Kongo
Kongo adalah salah satu negara dengan tingkat kekerasan bermotif seksual paling tinggi di dunia. American Journal of Public Health memperkirakan, 1.150 perempuan diperkosa tiap hari di negara ini, yang berarti 420.000 per tahun. Kondisi kesehatan perempuan juga sangat buruk, 57% perempuan hamil dinyatakan menderita anemia, atau kekurangan sel darah merah.
Foto: Phil Moore/AFP/Getty Images
Pakistan
Banyak praktek budaya dan agama di Pakistan jadi ancaman bagi perempuan, terutama nikah paksa, serangan air keras, hukum rajam. Menurut Komisi HAM Pakistan, per tahun lebih dari 1.000 anak dan perempuan jadi korban pembunuhan demi kehormatan. 90% alami kekerasan domestik. Foto: protes 29 Mei 2014 atas pembunuhan wanita hamil Farzana Parveen oleh keluarganya, karena kawin dengan pria pilihannya.
Foto: AAMIR QURESHI/AFP/Getty Images
India
Walaupun jadi negara demokrasi terbesar di dunia, contoh mengejutkan seperti pemerkosaan massal serta pembunuhan korban perkosaan menunjukkan, India bisa jadi tempat sangat berbahaya bagi perempuan. Peneliti memperkirakan, sekitar 50 juta kasus pembunuhan anak atau janin terjadi dalam tiga dekade terakhir. Jumlah anak yang dipaksa menikah dan penjualan manusia juga jadi ancaman besar.
Foto: Chandan Khanna/AFP/Getty Images
Somalia
Tingkat kematian perempuan saat mengandung, perkosaan, mutilasi genital dan kawin paksa sudah jadi masalah sehari-hari perempuan Somalia. Negara ini dianggap tidak punya hukum dan ketertiban. 95% perempuan Somalia menghadapi mutilasi genital pada usia sekitar 4-11 tahun. Dalam usia melahirkan, hanya sekitar 9% perempuan dapat melahirkan dengan fasilitas medis memadai.