Untuk pertamakalinya dalam sejarah tim gabungan Korea Selatan dan Utara memenangkan medali emas. Catatan sejarah itu terukir lewat cabang dayung yang menampilkan atlet dari kedua negara.
Iklan
Untuk beberapa saat, semenanjung Korea seakan tak pernah terpisah antara utara dan selatan. Ketika lagu Arirang diputar dan bendera "persatuan" dikibarkan untuk merayakan medali emas pertama tim gabungan Korea di ajang internasional, kedua negara sedang mencetak ulang ingatan kolektif yang menghilang sejak Perang Dingin.
Tim yang diisi oleh atlet kedua negara memenangkan cabang perahu naga dalam jarak 500m di Palembang, hanya sehari setelah menyumbangkan medali perunggu di cabang perahu naga jarak 200m sebagai medali pertama tim gabungan Korea.
Emas itu diserahkan kepada kontingen Korea yang menurunkan tim gabungan untuk cabang dayung, kanu dan basket perempuan. Biasanya medali pada cabang perseroangan diberikan kepada perwakilan selatan atau utara.
Tidak heran jika pencapaian tersebut dirayakan oleh pelatih dayung asal Korut, Kim Kwang Chol. Ia mengaku "merasakan kekuatan bangsa yang bersatu ketika kami datang bersama, mendedikasikan pikiran kami untuk satu tujuan dan mendayung perahu ke depan."
Sejarah Perang Korea 1950-1953
Ambisi Kim Il Sung menguasai Semenanjung Korea tidak hanya merenggut jutaan nyawa, tetapi juga berakhir pahit untuk aliansi komunis di utara. Perang Korea gagal mengubah garis demarkasi yang masih bertahan hingga kini.
Foto: Public Domain
Korea Terbagi Dua
Selepas Perang Dunia II, Korea yang dijajah Jepang mendapat nasib serupa layaknya Jerman yang dibagi dua antara sekutu Barat dan Uni Soviet. Ketika AS membentuk pemerintahan boneka di bawah Presiden Syngman Rhee untuk kawasan di selatan garis lintang 38°, Uni Soviet membangun rezim komunis di bawah kepemimpinan Kim Il Sung.
Foto: Getty Images/AFP
Siasat Kim Lahirkan Perang Saudara
Awal 1949 Kim Il Sung berusaha meyakinkan Josef Stalin untuk memulai invasi ke selatan. Namun permintaan itu ditolak Stalin karena mengkhawatirkan intervensi AS. Terlebih serdadu Korut saat itu belum terlatih dan tidak mempunyai perlengkapan perang yang memadai. Atas desakan Kim, Soviet akhirnya membantu pelatihan militer Korut. Pada 1950 pasukan Korut sudah lebih mumpuni ketimbang serdadu Korsel
Foto: Bundesarchiv, Bild 183-R80329 / CC-BY-SA
Peluang Emas di Awal 1950
Keraguan Stalin bukan tanpa alasan. Sebelum 1950 Cina masih tenggelam dalam perang saudara antara kaum nasionalis dan komunis, pasukan AS masih bercokol di Korsel dan ilmuwan Soviet belum berhasil mengembangkan bom nuklir layaknya Amerika Serikat. Ketika situasi tersebut mulai berubah, Stalin memberikan lampu hijau bagi invasi pada April 1950.
Foto: picture-alliance/dpa/Bildfunk
Kekuatan Militer Korut
Berkat Soviet, pada pertengahan 1950-an Korut memiliki 200.000 serdadu yang terbagi dalam 10 divisi infanteri, satu divisi kendaraan lapis baja berkekuatan 280 tank dan satu divisi angkatan udara dengan 210 pesawat tempur. Militer Korut juga dipersenjatai 200 senjata artileri, 110 pesawat pembom dan satu divisi pasukan cadangan berkekuatan 30.000 serdadu dengan 114 pesawat tempur dan 105 tank
Foto: AFP/Getty Images
Kekuatan Militer Korsel
Sebaliknya kekuatan militer Korea selatan masih berada jauh di bawah saudaranya di utara. Secara umum Korsel hanya berkekuatan 98.000 pasukan, di antaranya cuma 65.000 yang memiliki kemampuan tempur, dan belasan pesawat, tapi tanpa tank tempur atau artileri berat. Saat itu pasukan AS banyak terkonsentrasi di Jepang dan hanya menempatkan 300 serdadu di Korsel.
Foto: picture-alliance/dpa
Badai Komunis Mengamuk di Selatan
Pada 25 Juni 1950 sekitar 75.000 pasukan Korut menyebrang garis lintang 38° untuk menginvasi Korea Selatan. Hanya dalam tiga hari Korut yang meniru strategi Blitzkrieg ala NAZI Jerman merebut ibu kota Seoul dengan mengandalkan divisi lapis baja dan serangan udara. Pada hari kelima kekuatan Korsel menyusut menjadi hanya 22.000 pasukan
Foto: picture-alliance/dpa
Arus Balik dari Busan
Kendati AS mulai memindahkan pasukan dari Jepang ke Korsel, hingga awal September 1950 pasukan Korut berhasil menguasai 90% wilayah selatan, kecuali secuil garis pertahanan di sekitar kota Busan. Dari kota inilah Amerika Serikat dan pasukan PBB melancarkan serangan balik yang kelak mengubur impian Kim Il Sung menguasai semenanjung Korea.
Foto: Public Domain
September Berdarah
Di bawah komando Jendral Douglas MacArthur, pasukan gabungan antara AS, PBB dan Korea Selatan yang kini berjumlah 180.000 serdadu mulai mematahkan kepungan Korut terhadap Busan. Berbeda dengan pasukan Sekutu, Korut yang tidak diperkuat bantuan laut dan udara mulai kewalahan dan dipaksa mundur semakin ke utara.
Foto: Public Domain
Nasib Buruk Berputar ke Utara
Pada 25 September pasukan sekutu berhasil merebut kembali Seoul. Serangan udara dan artileri militer AS berhasil menghancurkan sebagian besar tank dan senjata artileri milik Korut. Atas saran Cina, Kim menarik mundur pasukannya dari selatan. Jelang Oktober hanya sekitar 30.000 pasukan Korut yang berhasil kembali ke utara.
Foto: Public Domain
Intervensi Mao
Ketika pasukan AS melewati batas demarkasi pada 1 Oktober, Stalin dan Kim mendesak Mao Zedong dan Zhou Enlai agar mengirimkan enam divisi invanteri Cina ke Korea. Soviet sendiri sudah menegaskan tidak akan menurunkan langsung pasukannya. Permintaan tersebut baru dijawab pada 25 Oktober, setelah serangkaian perjalanan diplomasi antara Beijing dan Moskow.
Foto: gemeinfrei
Mundur Teratur
Hingga November 1950 pasukan AS tidak hanya merebut Pyongyang, tetapi juga berhasil merangsek hingga ke dekat perbatasan Cina. Kemenangan AS terhenti setelah pasukan Cina yang berkekuatan 200.000 tentara mulai melakukan serangan balik. Intervensi tersebut menyebabkan kekalahan besar pada pasukan AS yang terpaksa mengundurkan diri dari Korea Utara pada pertengahan Desember.
Foto: Public Domain
Berakhir dengan Kebuntuan
Hingga Juli 1951 pasukan Cina dan AS masih bertempur sengit di sekitar perbatasan garis lintang 38°. Baru pada pertengahan tahun kedua pihak mulai mengendurkan serangan yang menyebabkan situasi buntu. Setelah kematian Josef Stalin, sikap Uni Soviet mulai melunak dan pada 27. Juli 1953 kedua pihak menyepakati gencatan senjata yang masih berlaku hingga kini.
Foto: picture-alliance/dpa
Hilang Nyawa Terbuang
Pada akhir Perang Korea, sebanyak 33.000 pasukan AS dilaporkan tewas dalam pertempuran. Sementara Korsel melaporkan sebanyak 373.000 warga sipil dan 137.000 pasukan tewas. Sebaliknya Cina kehilangan 400.000 serdadu dan Korut 215.000 pasukan, serta 600.000 warga sipil. Secara umum angka kematian yang diderita kedua pihak mencapai 1,2 juta jiwa.
Foto: Public Domain
13 foto1 | 13
Hal senada diungkapkan Presiden Korsel, Moon Jae-in. Lewat akun media sosialnya ia mengaku "sangat bangga" atas pencapaian tim gabungan dan ikut merayakan fakta "bahwa atlet muda yang berpeluh keringat berlatih di sungai Han (Korsel) dan atlet muda yang mengimpikan medali emas sembari berlatih di sungai Taedong (Korut) bersatu untuk menciptakan kebahagian bagi seluruh semenanjung Korea."
Kedua negara Korea yang secara de jure masih berada dalam perang sejak gencatan senjata 1953, mendaftarkan 60 atlet untuk cabang beregu di tiga jenis olahraga. Sementara atlet di cabang perseorangan akan tampil dengan bendera negara masing-masing.
Kim, pelatih Korut, mengatakan dirinya tidak yakin ketika disuruh membawa para atlet untuk berlatih ke Korea Selatan, bulan lalu. "Tapi saya merasakan semangat berjuang atlet Korea Utara dan Selatan sedemikian tinggi setelah menyaksikan mereka berlatih," kata Kim seperti dilansir kantor berita Yonhap. "Ketika saya melihat perahu melaju dengan tenaga gabungan dari atlet kedua negara, saya merasakan kekuatan persatuan Korea."
Tidak hanya tim dayung, kini tim bola basket putri juga berkesempatan mengumandangkan Arirang di Indonesia setelah melaju ke babak semifinal.
Sebenarnya Asian Games 2018 bukan ajang olahraga pertama yang menampilkan tim gabungan kedua Korea. Kedua negara sempat tampil bersama di kejuaraan dunia tenis meja pada 1991 dan ketika Olympiade musim dingin di Peongchang, Korea Selatan. Namun selama ini tim Korea gagal mendulang prestasi.
10 Perbedaan Korea Utara dan Korea Selatan
Kim Jong-un dan Presiden Korsel Moon Jae-in sepakati komitmen bersejarah untuk mengakhiri Perang Korea. Apa yang membedakan dan menyatukan warga Korut dan Korsel? Fotografer Luca Faccio menangkapnya lewat lensa kamera.
Foto: Luca Faccio
Tentara
Fotografer Italia Luca Faccio membandingkan realita Korea Utara dan Selatan dalam bukunya "Common Ground" tanpa mengkritik dan menghakimi. Dia menunjukkan Korea dalam situasi yang sama, seperti para prajurit ini. Pada pandangan pertama, banyak paralel dapat dilihat, tetapi jika dilihat lebih dekat, perbedaan semakin terlihat.
Foto: Luca Faccio
Remaja
Dua remaja, satu di Pyongyang, yang satu lagi di Seoul. Keduanya difoto pada tahun 2013. Jaket model hoodie bisa ditemukan dimana-mana. Tetapi sambungan internet dan rokok hanya untuk remaja dari Korea Selatan.
Foto: Luca Faccio
Waktu Luang
Siapa yang tidak suka menghabiskan waktu dengan teman di waktu luang? Di Korea Selatan lengkap dengan topi baseball dan bir. Di Korut lebih terorganisir dan seragam. "Foto-foto (karya Faccio-Red) membawa ekspresi wajah ke lensa, yang berbeda dari yang biasanya dikenal," demikian bunyi teks yang menyertai foto dalam pameran "Common Ground".
Foto: Luca Faccio
Berpesta
Gaya berdansanya pun berbeda. Sementara Korea Utara di sebelah kiri muncul sebagai bagian dari sekelompok penari yang berpakaian sama, wanita Korea Selatan itu membiarkan gaya uniknya secara bebas di sebuah pesta di Seoul.
Foto: Luca Faccio
Sekolah Dasar
Perbedaan antara kolektif dan individu juga menentukan gambar-gambar siswa sekolah dasar ini. Luca Faccio berada di Korea Utara enam kali antara tahun 2005 dan 2013. Tujuannya adalah untuk menggambarkan ideologi negara dan manusianya. Tidak dengan aksi memotret secara tersembunyi, tetapi sebagai potret dan dengan persetujuan dari orang yang difoto.
Foto: Luca Faccio
Tahta Penguasa
Dua patung raksasa - yang kiri adalah pendiri Korea Utara, Kim Il Sung di Pyongyang dan yang kanan raja Korea Sejong dari abad ke-14 di Seoul. Patung ini mencerminkan kesamaan tertentu dalam citra yang diinginkan oleh kedua warga.
Foto: Luca Faccio
Musik Jalanan
Sementara band di foto sebelah kiri menyanyikan lagu-lagu rakyat patriotik, perempuan Korea Selatan memamerkan kemampuannya sebagai penyanyi dan penulis lagu.
Foto: Luca Faccio
Pakaian Tradisional
Fotografer Faccio bercerita, "(Pengawas Korea Utara saya) menerima 50 persen usulan saya, dan 50 persen lagi adalah foto yang dituntut pengawas. Ini perbedaan perempuan Korea dalam pakaian tradisional. Foto kiri menunjukkan perempuan di gedung parlemen Korea Utara.
Foto: Luca Faccio
Pengantin
Kedua mempelai pria tampak modern. Sementara pengantin perempuan dari Korea Utara (foto kiri), lebih memilih untuk mengenakan pakaian tradisional.
Foto: Luca Faccio
Kehidupan Tentara
Biasanya, foto-foto militer dari Korea menampilkan ketegangan yang mencekam. Tapi di sini tentara menunjukkan pacar mereka. Sementara di Korea Selatan sang kekasih mengenakan pakaian modis, di foto sebelah kanan, kekasih prajurit itu juga mengenakan seragam. Penulis: Thomas Latschan (vlz/rzn)