Saluran Aduan Korsel Dukung Dokter Tolak Aksi Mogok Kerja
12 Maret 2024
Korea Selatan buka saluran aduan untuk mendukung para dokter yang menentang aksi mogok kerja, dalam rencana reformasi layanan kesehatan.
Iklan
Pemerintah Korea Selatan (Korsel) pada Selasa (12/03), membuka "hotline” atau saluran aduan untuk para dokter, yang menurut menteri kesehatan dimaksudkan untuk mendukung para dokter yang menghadapi pelecehan atau tekanan dari rekan-rekannya jika mereka memilih untuk tidak bergabung dengan aksi mogok massal atas rencana reformasi layanan kesehatan itu.
Menteri Kesehatan (Menkes) Cho Kyoo-hong membela reformasi, yang mencakup peningkatan jumlah mahasiswa sekolah kedokteran, sebagai hal yang bermanfaat bagi kondisi kerja dokter magang dan dokter residen, yang merupakan tuntutan utama dari hampir 12.000 dokter magang yang telah meninggalkan pos mereka.
Namun Cho menuduh beberapa dokter muda telah melecehkan para dokter lainnya yang memutuskan untuk tidak ikut serta dalam aksi mogok kerja atau yang berharap untuk bisa kembali bekerja.
"Pemerintah akan melindungi para dokter magang untuk dapat kembali bekerja dan tetap berada di samping pasien tanpa rasa khawatir," ujarnya dalam sebuah pertemuan pemerintah yang memantau aksi para dokter itu.
Kritikus menuduh Presiden Korsel mencari keuntungan politik
Para dokter yang ikut serta dalam perselisihan ini juga sangat vokal dalam memprotes rencana untuk meningkatkan penerimaan mahasiswa baru di sekolah kedokteran sebanyak 2.000 mahasiswa mulai 2025, dengan mengatakan bahwa hal tersebut hanya akan memperburuk kualitas pendidikan kedokteran dan tidak banyak membantu dalam meningkatkan gaji dan kondisi kerja.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Pemerintah mengatakan bahwa paket reformasi ini juga mencakup rencana kenaikan gaji dokter di bidang-bidang krusial dan memastikan layanan medis juga layak tersedia di luar kota-kota besar.
Meningkatkan jumlah dokter mendapat dukungan publik yang kuat, meskipun para kritikus menuduh Presiden Korsel Yoon Suk Yeol memilih bertengkar mengenai reformasi medis itu demi keuntungan politiknya menjelang pemilihan parlemen pada bulan April mendatang.
Iklan
Profesor ancam berhenti mengajar
Para profesor di sekolah kedokteran Universitas Nasional Seoul juga bertekad dalam sebuah pertemuan, untuk berhenti mengajar minggu depan jika pemerintah tidak mencari jalan tengah atas perselisihan ini.
Para profesor kedokteran itu juga mengancam akan turut bergabung dengan fakultas di rumah sakit pendidikan besar lainnya untuk turut mengambil tindakan. Langkah ini diambil di tengah adanya tanda-tanda berakhirnya aksi mogok kerja selama tiga minggu.
Nobel Kedokteran: Temuan Bagi Perawatan dan Penyembuhan
Nobel Kedokteran atau Fisiologi diberikan sejak awal penghargaan tahun 1901. Sebuah kilas balik yang menunjukkan beragam temuan bagi perawatan dan penyembuhan.
Foto: picture-alliance/ZB
2013 : Bagaimana Sel Meneruskan Sinyal
Thomas Südhof dari Jerman dan dua peneliti Amerika, James Rothman serta Randy Schekman berbagi hadiah Nobel Kedokteran tahun 2013. Mereka diberi penghargaan atas prestasinya menemukan mekanisme sistem transport di dalam sel. Kerusakan pada sistem transport dalam sel ini menyebabkan penyakit tertentu, seperti Alzheimer, Parkinson atau juga Diabetes.
Foto: picture-alliance / dpa
1902: Nyamuk Penular Malaria
Ronald Ross peneliti dari Inggris menemukan bahwa nyamuk adalah vektor penular penyakit Malaria. Ross menunjukkan, nyamuk Anopheles adalah inang parasit bersel tunggal penyebab Malaria. Sekarang, 300 juta orang terinfeksi penyakit ini setiap tahunnya, dengan tingkat mortalitas tiga juta orang. Tapi berkat temuan Ross, bisa dikembangkan obat-obatan untuk melawan Malaria.
Robert Koch menemukan bibit penyakit Tuberkulose, Mycobacterium tuberculosis. TBC saat ini tetap merupakan penyakit yang menyebar secara global. Vaksin hanya membantu pencegahan pada anak-anak, tapi tidak menolong pada orang dewasa.
Foto: AP
1912: Transplantasi Organ Tubuh
Dokter bedah Perancis Alexis Carrel membuka cakrawala baru, cangkok pembuluh darah dan organ tubuh. Dia mengembangkan teknik bedah, untuk menghubungkan lagi pembuluh darah yang terpotong. Juga menemukan cara penyimpanan organ di luar tubuh. Dewasa ini para dokter setiap tahunnya melakukan 100.000 kali operasi transplantasi organ tubuh.
Foto: picture-alliance/dpa
1924: Elektrokardiogram
Willem Einthoven dari Belanda mengembangkan Elektrokardiogramm (EKG) hingga bisa digunakan di rumah sakit dan praktik dokter. EKG merekam aktivitas listrik jaringan otot jantung. Dengan begitu, dokter dapat mendiagnosa gangguan ritme jantung atau penyakit jantung lainnya. RKG hingga kini digunakan secara luas.
Foto: Fotolia
1930: Empat Golongan Darah
Karl Landsteiner dari Austria menemukan, percampuran darh dua orang manusia sering menggumpal, tapi tidak selalu begitu. Penyebabnya ia temukan, yakni berbagai golongan darah yang berbeda, yang ia sebut A, B dan 0 yang ketika itu disebut C. Belakangan pakar lain menemukan golongan darah AB. Dengan temuan ini, dimungkinkan praktik transfusi darah.
Foto: picture-alliance/dpa
1939, 1945 dan 1952: Antibiotika Pembunuh Bakteri
Tiga hadiah Nobel diberikan pada penemu dan pengembang Antibiotika. Diantaranya kepada Alexander Fleming, penemu Penicillin. Hingga kini antibiotika adalah obat yang paling sering digunakan menyelamatkan nyawa pasien. Tapi seiring perjalanan waktu, makin banyak bakteri mengembangkan resistensi antibiotika.
Foto: Fotolia/Nenov Brothers
1948: Racun Pembunuh Nyamuk Malaria
Paul Hermann Müller menemukan senyawa DDT yang ampuh membunuh nyamuk tapi relatif aman bagi mamalia. Dasawarsa berikutnya DDT digunakan secara luas dalam eradikasi Malaria. Belakangan diketahui dampak negatifnya pada burung dan lingkungan. Penggunaan DDT kini direduksi pada tingkat minimal, tapi masih dipakai membasmi nyamuk malaria.
Foto: picture-alliance/dpa
1956: Kateter Jantung
Werner Forßmann dari Jerman dan dua rekannya meraih hadiah Nobel bagi temuannya: Kateter Jantung. Forßmann memasang kateter pada badannya: yakni selang plastik yang dimasukkan lewat pembuluh darah utama di tangan hingga mencapai jantung. Dewasa ini, dengan bantuan kateter para dokter melakukan pemeriksaan dan operasi jantung.
Foto: picture-alliance/Andreas Gebert
1979 dan 2003: Tomografi Komputer dan Resonansi Magnetik
Sebelumnya, jika hendak melihat bagian dalam tubuh manusia, hanya mungkin dengan penyinaran Röntgen. Temuan Tomografi Komputer (CT) yang masih menggunakan sinar Röntgen, tapi dengan presisi tinggi dan kemudian Tomografi Resonansi Magnetik (MRT) yang bekerja lewat medan magnet yang tidak merusak, memungkinkan para dokter menerapkan metode diagnosa lebih baik dan akurat.
Foto: picture-alliance/dpa
2008: Virus Pemicu Kanker
Harald zur Hausen dari Pusat Penelitian Kanker Jerman menemukan, bahwa virus human Papilloma adalah pemicu kanker leher rahim. Berbasis pengetahuan ini, dikembangkan vaksin antinya. Kini kaum perempuan dapat melakukan pencegahan kanker leher rahim, dengan imunisasi.
Foto: AP
2010: Bayi Tabung
Robert Edwards mengembangkan metode pembuahan di luar tubuh, atau dijuluki pembuahan dalam tabung reaksi. Bayi tabung pertama lahir tahun 1978 di Inggris. Pengembangan lebih lanjut, memperbaiki peluang sukses pembuahan in-vitro ini. Saat ini lewat sukses pembuahan dalam tabung, sudah dilahirkan lima juta bayi di seluruh dunia.
Foto: picture-alliance/ZB
12 foto1 | 12
Hingga saat ini, sebagian besar dokter praktik atau profesor sekolah kedokteran belum secara langsung bergabung dalam aksi protes tersebut.
Jin-Haeng Chung, profesor patologi di Universitas Nasional Seoul mengatakan bahwa para profesor kedokteran telah hampir mencapai titik puncaknya akibat beban kerja ekstra, namun mereka mendukung para peserta pelatihan.
"Sebagai profesor, kami tidak dapat meninggalkan mahasiswa kami ... ketika mereka berada di ambang menghadapi tindakan yudisial dan tidak dapat tetap berada di samping pasien di mana mereka seharusnya berada dan tidak dapat melakukan studi mereka," kata Chung.
Banyak dokter peserta pelatihan yang secara serius mempertimbangkan untuk berpraktik di luar negeri, menuju Amerika Serikat, Eropa atau tempat lain, yang memicu kekhawatiran akan terjadinya "brain drain” atau pengurasan sumber daya manusia, kata Chung.