1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikKorea Selatan

Korsel Janjikan Bantuan Ekonomi bagi Denuklirisasi Korut

16 Agustus 2022

Presiden Korsel Yoon Suk-yeol menawarkan bantuan jika Korea Utara membatalkan program senjata nuklirnya. Namun, proposalnya itu tidak berbeda dengan rencana lama yang sebelumnya sudah pernah ditolak Pyongyang.

Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol
Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeolFoto: Ahn Young-joon/AFP

Bantuan ekonomi "secara nekat" yang diajukan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol disampaikan dalam upacara perayaan berakhirnya kolonialisme Jepang di Seoul, Senin (15/08). Dia juga menyerukan perbaikan relasi dengan Tokyo. Kedua negara terbebani sejarah kekejaman Jepang selama Perang Dunia II yang masih belum diadili hingga kini.

Dalam pidatonya, Yoon meyakini kedua negara berbagi nilai yang sama untuk bisa mengatasi tragedi sejarah, sembari mengingatkan betapa Jepang dan Korsel mengemban peran penting untuk menjaga stabilitas keamanan di kawasan.

Belum lama ini, Pyongyang menyalahkan jiran di selatan bertanggung jawab atas merebaknya infeksi COVID-19 di Korut. Transmisi virus diklaim berlangsung lewat pamflet dan obyek lain yang biasa diterbangkan oleh pegiat demokrasi dari Korea Selatan. Pemerintah di Seoul sebaliknya menilai tuduhan itu "tidak masuk akal."

Korea Utara terbiasa mengancam tetangganya untuk menekan Amerika Serikat terkait pengembangan senjata nuklir. Klaim teranyar Pyongyang disampaikan hanya sepekan menjelang latihan militer gabungan Korsel dan AS.

Yoon, yang mulai menjabat Mei lalu, mengatakan denuklirisasi Korut merupakan kunci utama bagi perdamaian di kawasan dan di dunia. Jika Korut mau menghentikan program pengembangan senjata nuklirnya dan berkomitmen kepada proses denuklirisasi, Korsel berjanji akan merespons dengan bantuan ekonomi raksasa yang dikucurkan secara bertahap, kata dia.

Kim Tae-hyo, Wakil Direktur Keamanan Nasional, mengatakan Seoul menyaratkan penyusunan "peta jalan damai" oleh Korea Utara yang "membekukan dan melucuti" program senjata nuklirnya, dan disertai "deklarasi" terbuka, serta mekanisme "verifikasi."

Krisis geopolitik untungkan Pyongyang

Proposal yang diajukan Yoon tidak banyak berbeda dengan usulan sebelumnya dari Korea Selatan. Pendekatan serupa sudah berulang kali ditolak oleh Pyongyang, lantaran meyakini penguasaan senjata nuklir sebagai jaminan terkuat bagi kelangsungan kekuasaan Kim Jong Un.

"Kami akan melaksanakan program berskala besar untuk menyediakan bahan pangan, bantuan pembangunan infrastruktur untuk produksi, transmisi dan distribusi energi listrik, serta melaksanakan proyek untuk memodernisasi pelabuhan, bandar udara, demi memfasilitasi perdagangan," kata Yoon.

"Kami juga akan membantu meningkatkan produktivitas pertanian di Korut, menyediakan bantuan modernisasi rumah sakit dan infrastruktur kesehatan, serta mendorong inisiatif untuk memudahkan investasi dan dukungan finansial internasional," pungkasnya.

Sejak awal 2022, Korut menggencarkan pengembangan nuklir dan sudah melaksanakan 30 uji coba peluru kendali balistik sepanjang tahun ini. Analis meyakini, Kim ingin mempercepat pengembangan selama Dewan Keamanan PBB masih disibukkan oleh Perang Ukraina.

Amerika Serikat sendiri sudah mengancam akan menjatuhkan sanksi tambahan jika Pyongyang kembali melakukan tes nuklir. Namun, resolusi AS di Dewan Keamanan yang membidik tambahan sanksi bagi Korut baru-baru ini ditolak oleh Cina dan Rusia.

Pada Senin (15/08), media-media nasional melaporkan Kim bertukar pesan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk merayakan hubungan kedua negara.

Kim mengatakan, hubungan kedua negara ditempa oleh kontribusi Uni Sovyet dalam mengalahkan Jepang di Perang Dunia II. Kini, Korut dan Rusia sedang memperkuat "kerja sama strategis dan taktis, serta dukungan dan solidaritas" di hadapan ancaman militer.

rzn/ha (AP, Reuters)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait