Korsel Minta Joe Biden Buka Dialog dengan Kim Jong Un
18 Januari 2021
Parlemen Korut setujui rencana pembangunan lima tahun yang diusung partai berkuasa untuk meningkatkan persenjataan nuklir dan penyelamatan ekonomi. Sementara itu, Korsel minta Joe Biden tindak lanjuti KTT di Singapura.
Iklan
Parlemen Korea Utara akhirnya menyetujui keputusan yang dibuat dalam kongres partai yang berkuasa - Partai Buruh - di mana pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berjanji untuk meningkatkan kemampuan persenjataan nuklirnya dan menetapkan rencana untuk menyelamatkan kondisi perekonomian yang melemah.
Kantor Berita Pusat Korea Utara (KNCA) melaporkan pada Senin (18/01) bahwa anggota Majelis Rakyat Tertinggi selama sidang pada hari Minggu (17/01) dengan suara bulat mendukung rencana pembangunan untuk lima tahun ke depan yang diusung selama kongres Partai Buruh yang berakhir pekan lalu.
Majelis juga menyetujui perombakan besar Kabinet, yang mana Kim sempat dikritik karena kegagalan terkait kebijakan ekonominya. KCNA mengatakan enam dari delapan perdana menteri Kabinet diganti.
Perdana Menteri Korea Utara Kim Tok Hun, yang memimpin kabinet sejak Agustus setelah pendahulunya dipecat, mengatakan bahwa "kesalahan serius" telah diamati saat Kabinet merancang rencana pembangunan lima tahun yang rampung akhir tahun lalu. Kim Jong Un dilaporkan tidak hadir dalam pertemuan tersebut.
Iklan
Tingkatkan persenjataan nuklir
Sebelumnya, selama kongres Partai Buruh, Kim menyerukan akselerasi nasional sebagai upaya untuk membangun persenjataan militer yang dapat menargetkan AS serta negara-negara sekutu AS di Asia, dan juga mengumumkan daftar rencana jangka panjang aset militer canggih baru antara lain rudal balistik antarbenua, kapal selam bertenaga nuklir, satelit mata-mata, dan senjata nuklir taktis.
Sejumlah pengamat menilai, saat ini Kim jelas mencoba menekan pemerintahan AS yang akan datang - pemerintahan Joe Biden - yang mewarisi diplomasi nuklir yang gagal dari Presiden Donald Trump. AS menolak untuk mencabut sanksi untuk Korea Utara sama halnya Korea Utara yang menolak langkah denuklirisasi.
Korea Utara: Donald Trump dan Saga Nuklir Kim Jong-Un
Pemimpin Korea Utara dan Amerika Serikat dulu saling ancam serangan dengan senjata nuklir. Sekarang mereka berniat rujuk. Berikut peristiwa besar dalam 'drama' hubungan mereka.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Ahn Young-joon
2 Januari 2017: Percobaan Misil Sukses
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un katakan awal tahun ini, negaranya memasuki "tahap final" untuk peluncuran Misil Balistik Interkontinental (ICBM). Presiden Donald Trump yang dilantik 20 Januari 2017 mengatakan di Twitter: "Korea Utara baru menyatakan sudah sampai tahap final kembangkan senjata nuklir yang bisa capai AS. Itu tidak akan terjadi!"
Foto: Getty Images/AFP/KNCA
4 July 2017: "Paket Hadiah" Korea Utara
Korea Utara menguji rudal ICBM pertama, Hwasong-14 pada Hari Kemerdekaan AS. Menurut laporan, Kim Jong Un katakan kepada ilmuwannya, "AS tidak akan senang" dengan keberhasilan ini. Kim sebut percobaan ini "paket hadiah" di Hari Kemerdekaan AS. Sebagai reaksi Trump menulis di Twitter, "Korea Utara baru meluncurkan rudal lagi. Apa pria ini tak punya kesibukan lain daripada menyia-nyiakan hidupnya?"
Foto: Reuters/KCNA
28 July 2017: Dataran AS Terancam
Pyongyang ujicoba rudal Hwasong-14 yang kedua beberapa pekan setelahnya. Pakar memperkirakan, roket baru bisa mencapai dataran AS. Trump kritik sekutu Korea Utara, yaitu Cina, lewat ciutan: "Saya sangat kecewa dengan Cina. Para pemimpin tolol kita di masa lalu memperbolehkan mereka mendapat untung milyaran per tahun lewat perdagangan, tapi tidak melakukan APAPUN bagi kita dalam hal Korea Utara."
Foto: picture-alliance/AP Photo/Korean Central News Agency
8 Agustus 2017: Kemurkaan
Trump sepertinya mengancam dengan serangan kilat terhadap Pyongyang ketika ia mengatakan di depan wartawan: "Korea Utara sebaiknya tidak ancam AS lagi. Kerena mereka akan hadapi "api dan kemarahan" yang belum pernah mereka lihat. Korea Utara menjawab dengan ancaman akan menembakkan misil balistik jarak menengah ke dekat Guam, daerah AS yang berada di Pasifik. Tapi tidak terjadi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Anderson
29 Agustus 2017: Tes Roket Jepang
Pyongyang sulut kecaman internasional ketika menguji coba misil balistik jarak menengah, Hwasong-12, melewati kawasan udara Jepang. Dewan Keamanan PBB kecam uji coba tersebut. Trump mengatakan dalam pernyataan Gedung Putih, "Aksi ancaman dan destabilisasi hanya meningkatkan isolasi rezim Korea Utara di kawasan itu dan di seluruh dunia."
Foto: picture-alliance/dpa/kyodo
3 September 2017: Uji Coba Bom Hidrogen
Korea Utara umumkan sukses menguji senjata nuklir ke enamnya. Pyongyang mengatakan, ini senjata nuklir kuat yang disebut bom hidrogen, dan bisa ditempatkan jadi kepala misil balistik. Trump menulis lewat Twitter: "AS mempertimbangkan untuk menghentikan semua perdagangan dengan negara manapun yang berbisnis dengan Korea Utara, di samping opsi lainnya."
Foto: Reuters/KCNA
19 September 2017: Ancaman bagi "Rocket Man"
Dalam pidato pertamanya di PBB, Trump sebut Korea Utara "negara penipu" dan menandaskan, Washington "tidak punya pilihan lain selain menghancurkan seluruh Korea Utara" jika Pyongyang tidak hentikan program nuklirnya. Kim Jong Un disebutnya: "Rocket man" yang dalam misi bunuh diri dan membunuh rezimnya sendiri. Dua hari kemudian Kim menyebut Trump "pria pikun yang menderita gangguan mental".
Foto: Getty Images/S. Platt
29 November 2017: Tes ICBM Ke Tiga
Akhir 2017 Korea Utara menguji ICBM untuk terakhirkalinya. Pyongyang menyebutnya misil baru, yaitu Hwasong-15, yang lebih unggul daripada Hwasong-14, dan bisa ditembakkan ke target manapun di dataran AS. AS desak sekutunya, termasuk Jerman untuk hentikan hubungan diplomatik dengan Korea Utara. Jerman tidak bereaksi. Trump sebut Kim Jong Un "anak anjing yang sakit".
Foto: Reuters/KCNA
3 Januari 2018: Siapa Punya Tombol Lebih Besar?
Kim mengatakan di awal 2018, Korea Utara sudah menyelesaikan program nuklirnya dan sebuah "tombol nuklir " kini ada di mejanya. Dua hari kemudian Trump menulis ciutan: "Apakah seseorang dari rezimnya yang miskin dan kekurangan pangan mengatakan kepadanya, saya juga punya tombol nuklir, tapi lebih besar dan lebih ampuh daripada miliknya, dan tombol saya berfungsi!"
Foto: Reuters/KCNA
10 February 2018: Ketegangan Surut?
Presiden Korea Selatan Moon Jae In menyambut saudara perempuan Kim Jong Un, yaitu Kim Yo Jong di Seoul. Ia menyerahkan undangan kepada Moon Jae In, untuk bertemu saudara laki-lakinya di Pyongyang. Seoul dan Pyongyang setuju mengirimkan tim hoki bersama ke Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang, Korea Selatan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/K. Ju-sung
6 Maret 2018: Langkah Selanjutnya
Penasehat Keamanan Korea Selatan Chung Eui Yong pimpin delegasi ke Pyongyang tanggal 5 Maret untuk bicarakan perdamaian. Sehari setelahnya Chung katakan, kedua belah pihak setuju adakan KTT April mendatang. Ia mengatakan, Pyongyang setuju hentikan program nuklir dan tes rudal jika AS setuju untuk berbicara dengan Korea Utara.
Foto: Reuters/Yonhap/Reuters/Yonhap/South Korean Presidential Blue House
9 Maret 2018: Trump Setuju
Chung ke Washington, untuk berunding dengan Trump. Setelah pertemuan, Chung katakan, Trump setuju bertemu Kim Jong Un bulan Mei. Trump kemudian menulis di Twitter: "Sekarang tidak ada tes rudal Korea Utara. Kemajuan besar tercapai, tapi sanksi tetap ada hingga kesepakatan tercapai. Pertemuan sudah direncanakan!" Para pemimpin negara lain sambut terobosan bersejarah ini. Penulis: Alexander Pearson
Foto: picture-alliance/AP/dpa/Wong Maye-E
12 foto1 | 12
Biden diminta tindak lanjuti langkah Trump-Kim
Presiden Korea Selatan Moon Jae In mengatakan pada hari Senin (18/01), presiden terpilih AS Joe Biden harus mengadakan pembicaran dengan Korea Utara untuk menindaklanjuti langkah-langkah yang telah dilakukan Presiden Donald Trump dengan pemimpin Korut Kim Jong Un.
Moon, yang telah menawarkan untuk menjadi penengah antara Pyongyang dan Washington, mengatakan akan mencari kesempatan awal untuk mempromosikan isu Korea Utara sebagai prioritas kebijakan luar negeri Biden, sehingga Biden bisa menindaklanjuti kesepakatan yang pada awalnya dicapai oleh Trump dan Kim pada KTT bersejarah di Singapura, Juni 2018.
"Pelantikan pemerintahan Biden akan memberikan titik balik untuk memulai dialog AS-Korea Utara yang baru, dan Dialog Selatan-Utara, untuk melanjutkan pencapaian yang telah dibuat di bawah pemerintahan Trump," kata Moon dikutip dari kantor berita Reuters, Senin (18/01).