Korupsi, PHK dan Resesi: Kenapa Libanon Terancam Bangkrut?
25 Desember 2019
Demonstrasi massal iringi kemunduran ekonomi di Libanon. Tanpa bantuan luar, pemerintah diyakini tidak mampu membayar utang negara pada Maret 2020 mendatang. Ironisnya tawaran dana hibah dari Eropa ditolak. Apa pasal?
Iklan
Panik menjalar dari sebuah grup WhatsApp usai seorang anggotanya mengaku ingin bunuh diri lantaran tidak mampu menafkahi keluarga. Di kota Sidon, seorang pendeta menyarankan jemaatnya untuk menumpuk bahan pangan karena "bencana kelaparan" yang kian mendekat.
Menjelang pergantian tahun, perekonomian Libanon yang tidak pernah benar-benar pulih sepenuhnya, mulai ambruk secara perlahan. Devaluasi mata uang Lira memicu kerusuhan yang memaksa bank-bank nasional membatasi jumlah penarikan uang tunai.
Banyak yang meyakini tanpa bantuan luar negeri, Libanon tidak akan mampu membayar utang-utangnya yang jatuh tempo pada bulan Maret 2020 mendatang.
Dipicu korupsi dan salah urus
Krisis ekonomi yang mendera negeri di tepi barat Jazirah Syam itu membuat sebagian besar masyarakat frustasi. Mereka turun ke jalan dalam protes massal mengecam praktik korupsi dan kegagalan pemerintah membina perekonomian negeri.
Maka ketika seorang pria mengadukan nasib ke sebuah grup WhatsApp sembari mengaku ingin bunuh diri lantaran himpitan keuangan, anggota grup yang lain ramai-ramai menggalang donasi untuk membantunya. Mereka menempatkan iklan di media sosial dan menawarkan donatur akses untuk mengawasi penggunaan uang tersebut.
Grup tersebut merupakan sarana warga mengorganisir aksi demonstrasi terhadap pemerintah. Di bulan ketiga sejak protes massal berkecamuk, kondisi ekonomi kian runyam yang ditandai dengan maraknya pemotongan gaji, PHK dan lonjakan harga kebutuhan pokok.
Dilanda resesi signifikan
Kementerian Keuangan Libanon bahkan menuduh bank-bank nasional "memendam" gaji pegawai negeri sipil karena menetapkan pembatasan jumlah penarikan tunai. Adapun Bank Dunia mencatat, Libanon dilanda resesi sebesar lebih dari 0,2 persen menjelang pergantian tahun.
Hizbullah di Garda Depan Konflik Sunni dan Syiah
Didirikan buat menghalau invasi Israel, Hizbullah kini menjadi ujung tombak Iran melucuti pengaruh Arab Saudi dan Mesir di kawasan Syam.
Foto: Getty Images/C. Furlong
Simalakama Invasi Israel
Hizbullah atau Partai Allah dibentuk oleh sekelompok ulama Syiah pada dekade 1980an sebagai reaksi atas invasi Israel terhadap Libanon Selatan 1982. Kelompok ini tidak hanya memiliki sayap militer bersenjata lengkap, tetapi juga ikut berkecimpung dalam politik Libanon lewat parlemen.
Foto: picture-alliance/dpa
Dukungan Lintas Ideologi
Berbekal pengalaman dalam perang saudara di Libanon, Hizbullah sukses menerapkan taktik geriliya buat mengusir tentara Israel dari Libanon Selatan pada tahun 2000. Kedua pihak kembali berhadapan satu sama lain ketika Israel membombardir selatan Libanon pada 2006. Berkat perlawanan tersebut Hizbullah mendapat dukungan lintas sektarian di masyarakat Libanon.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Zaatari
Dibesarkan Suriah dan Iran
Sejak pertamakali berdiri, organisasi pimpinan Hassan Nasrullah ini mendapat bantuan militer, finansial dan terutama politik dari Iran dan Suriah. Selama beberapa dekade kedua negara secara praktis menguasai Libanon. Kini kekuatan Hizbullah tidak hanya melampaui militer Libanon, tetapi juga menjadikan organisasi itu sebagai kekuatan paramiliter paling disegani di Timur Tengah.
Foto: Reuters/O. Sanadiki
Berpolitik dengan Nasrullah
Sejak berakhirnya perang saudara 1975-1990 di Libanon, Hizbullah menggandeng komunitas Syiah dan menjalin aliansi dengan kelompok lain seperti warga Kristen untuk berkecimpung di dunia politik. Terutama sejak kepemimpinan Hassan Nasrullah, Hizbullah dengan cepat menjadi kekuatan alternatif di panggung politik Beirut.
Foto: picture-alliance/dpa
Permusuhan di Beirut
Berbeda dengan kelompok lain yang aktif pada perang saudara, Hizbullah menolak melucuti sayap militernya. Hingga kini sejumlah kekuatan politik di Libanon, termasuk partai Tayyar Al-Mustaqbal milik Perdana Menteri Saad Hariri, ingin agar Hiizbullah meletakkan senjata. Namun Nasrullah menolak dengan alasan menguatnya ancaman jiran di selatan, Israel.
Foto: picture-alliance/AA
Pertalian Gelap dengan Damaskus
Sikap antipati sejumlah masyarakat Libanon terhadap Hizbullah antara lain berawal dari pendudukan Suriah antara 1976 hingga 2005. Pertautan keduanya berakhir ketika Suriah dituduh bertanggungjawab atas pembunuhan terhadap bekas PM Rafik Hariri yang tewas akibat bom mobil. Damaskus akhirnya terpaksa menarik mundur pasukannya dari Libanon.
Foto: picture-alliance/AP
Panji Kuning di Tangan Assad
Sejak berkecamuknya perang Suriah, Hizbullah aktif mendukung Presiden Bashar Assad dan bertempur bersama pasukan pemerintah. Assad yang sering membantu menjamin jalur suplai senjata dari Iran, membutuhkan pengalaman tempur dan kekuatan militer Hizbullah buat mematahkan perlawanan kelompok pemberontak Free Syrian Army dan sejumlah kelompok teror yang masih bercokol di Suriah.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Syrian Central Military Media
Sektarianisme Sunni dan Syiah
Sejak lama Libanon berdiri di jantung konflik kekuasaan di Timur Tengah, terutama antara Arab Saudi dan Iran. Saat ini hanya Hizbullah yang menghalangi meluasnya pengaruh Riyadh di Libanon. Arab Saudi sejak lama berusaha melucuti kekuasaan Iran dan Suriah dengan menyokong pemerintahan Saad Hariri.
Foto: dapd
Musuh Lama Bertemu Kembali?
Namun berbeda dengan Arab Saudi, Iran dan Hizbullah berhasil memperkuat pengaruhnya lewat Perang Suriah. Sebaliknya Israel yang menilai perkembangan politik di kawasan sebagai ancaman, berulangkali melancarkan serangan udara terhadap militer Suriah dan Hizbullah. Israel berjanji tidak akan membiarkan Iran dan Hizbullah bercokol secara permanen di Suriah.
Foto: Getty Images/C. Furlong
9 foto1 | 9
"Kita berada di dalam situasi di mana masyarakat tidak mampu lagi membeli makanan untuk anak-anaknya atau membayar sewa rumah," kata Mohamed Shkeir, mahasiswa Arsitektur di Beirut. Dia termasuk insiator penggalangan dana untuk pria yang mengaku ingin bunuh diri di WhatsApp.
Pria itu dikabarkan menolak menerima uang sumbangan. Sebab itu Shkeir kini mengalokasikan uang sumbangan untuk membantu 54 keluarga yang mengalami rawan pangan. Aksi solidaritas semacam itu kini menjalar bak jamur di musim hujan di seluruh Libanon. Warga yang masih mampu, menyumbang seadanya untuk membantu satu sama lain.
Restoran-restoran misalnya menawarkan makanan gratis dan toko roti mengundang mereka yang lapar untuk datang. Beragam grup di media sosial dibentuk untuk mengumpulkan sumbangan, termasuk dari kaum diaspora di luar negeri. Sekelompok pekerja IT bahkan mengembangkan aplikasi khusus untuk mengkoordinasikan bantuan bagi kaum miskin.
Budaya saling membantu itu diklaim sudah mendarah daging di Libanon dan ikut membantu warga melewati beragam krisis, termasuk perang saudara selama 15 tahun atau serangan udara Israel yang melumpuhkan infrastruktur negeri dan menghentikan kegiatan perekonomian.
Tolak bantuan pembangunan dari Prancis
Libanon tergolong negara paling korup di dunia. Menurut Indeks Anti Korupsi yang dirilis Transparency International, jiran Israel itu bertengger di urutan 138 dari 180 negara. Partai politik, parlemen, kepolisian dan lembaga-lembaga publik tercatat paling banyak diduga menyelewengkan uang negara.
Diduga, budaya itu pula yang menyeret Libanon ke jurang krisis dan menghalangi upaya pemulihan. Fenomena itu muncul belum lama ini ketika Perancis ingin turun tangan meredakan situasi perekonomian dan sekaligus menjaga stabilitas di kawasan.
Paris yang merawat pengaruh besar di Libanon menawarkan bantuan pembangunan senilai USD 11 miliar, dengan syarat pembenahan transparansi keuangan publik. Namun tawaran itu dibiarkan tak terjawab oleh pemerintah dan parlemen. "Bisa kah Anda percaya mereka menolak bantuan itu?" tanya seorang bankir lokal kepada The Guardian. "Bagaimana kita bisa kehilangan arah seperti ini?"
rzn/as (ap, rtr, guardian)
Bagaimana Iran Menangkan Perang Dingin Lawan Arab Saudi
Iran sedang di atas angin. Negeri Syiah itu tidak hanya memanen rezeki dari perjanjian nuklir, tapi juga mendesak Arab Saudi dan melebarkan pengaruhnya di Timur Tengah. Riyadh yang mulai gugup bertaruh pada Donald Trump
Foto: Irna
Damai di Dalam Negeri
Popularitas Presiden Hassan Rouhani menguat sejak Donald Trump berkuasa di Gedung Putih. Saat ini Iran fokus memanen sebanyak mungkin keuntungan dari perjanjian nuklir dan menjaga pengaruhnya di kawasan yang kian meluas. Konsensus itu ikut menjaga stabilitas politik di Teheran.
Foto: Mehr/M.Asgaripour
Banjir Pertumbuhan Ekonomi
Kelonggaran embargo ekonomi membuahkan lonjakan pertumbuhan di sejumlah sektor kunci. Dana Moneter Internasional memperkirakan nilai Produk Domestik Brutto Iran akan meroket dari 23,3 miliar menjadi 427,7 milliar Dollar AS pada 2017. Setelah banjir investasi di Cina, pekan ini giliran Presiden Rusia Vladimir Putin yang datang dan membawa kontrak energi senilai 30 miliar Dollar AS.
Foto: AP
Ramai Diplomasi di Eropa
Di panggung Diplomasi Teheran pun rajin menebar pesona. Eropa kini mendukung Iran mempertahankan perjanjian nuklir yang ingin dipreteli oleh Presiden AS Donald Trump. Agresi Gedung Putih juga mendorong Rusia dan Cina memperkuat dukungannya atas rejim di Teheran.
Foto: Reuters/Sputnik/Alexei Druzhinin/Kremlin
Sekutu di Jantung Teluk
Embargo Arab Saudi dan tiga negara Arab lain hingga kini urung memaksa Qatar memutus pertalian dengan Iran. Malah sebaliknya. Di balik krisis tersebut Doha juga membidik peluang bisnis dengan berekspansi dan menebar investasi. Qatar Airways misalnya membeli Cathay Pacific dan menggandakan kapasitas layanan logistik.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Heimken
Aliansi dengan Turki
Kedua negara adidaya Islam di Timur Tengah itu tidak hanya merangkai aliansi buat memukul kekuatan Kurdi di Irak dan Suriah, tapi juga bahu membahu menggembosi pengaruh Arab Saudi. Ketika krisis Qatar mulai meruncing, Presiden Recep Tayyip Erdogan buru-buru berikrar dukungan pada Doha. Baru-baru ini ketiga negara berupaya mengakali embargo dengan membangun koridor logistik.
Foto: Tasnim
Menumpas Pemberontakan di Irak
Stabilitas keamanan di Irak saat ini nyaris sepenuhnya bergantung pada Iran. Ketika etnis Kurdi menyatakan kemerdekaan di wilayah utara, adalah milisi Syiah dukungan Iran yang membantu pasukan Irak meredam pemberontakan. AS sempat mendesak Irak agar mengusir milisi tersebut. Tapi Baghdad menolak.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Dicenzo
Libanon di Pangkuan Mullah
Pengaruh Teheran pekat menyelebungi Libanon, terutama sejak penarikan mundur pasukan Suriah 2005 silam. Saat ini lingkar kekuasaan di Beirut tidak berdaya menghadapi Hizbullah yang dibekingi Iran. Buat memecah kebuntuan, Perdana Menteri Hariri mengundurkan diri atas desakan Riyadh. Langkah itu juga diduga buat memancing konflik antara Israel dan Hizbullah.
Foto: Mahmoud Zayyat/AFP/Getty Images
Menjebak Saudi di Yaman
Perang saudara yang dikobarkan milisi Houthi di Yaman dengan uluran tangan Teheran menempatkan Arab Saudi dalam posisi pelik. Sejauh ini kampanye militer Riyadh tidak hanya gagal menghancurkan kekuatan milisi Syiah itu, tetapi malah membuahkan hujan kritik dunia internasional karena memicu bencana kemanusiaan.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Al-Ansi
Memperkuat Assad di Suriah
Presiden Suriah Bashar Assad kian kokoh berkat dukungan militer Rusia dan Iran. Kekuasaan Damaskus saat ini melebar lewat Palmayra hingga ke Raqqa. Takluknya ISIS membuka vakum kekuasaan yang dimanfaatkan oleh serdadu pemerintah buat merebut kembali teritori yang hilang. Bahkan Eropa perlahan harus mengakui, perang saudara ini tidak akan menamatkan riwayat rejim Assad.
Foto: Getty Images/AFP/N. Al.Khatib
Pertaruhan bin Salman
Saat tersudut, penguasa de facto Arab Saudi Pangeran Muhammad bin Salman mengintip peluang lewat Presiden AS Donald Trump. Ketika Trump berikrar bakal mengambil kebijakan garis keras terhadap Teheran, Riyadh menimpali dengan konfrontasi. AS saat ini adalah satu-satunya sekutu Saudi yang bisa mengganyang pengaruh Iran. Ironisnya kelemahan terbesar pada rencana Arab Saudi adalah Trump sendiri.