Cockpit Voice Recorder (CVR) atau perekam suara kokpit pesawat Lion Air JT610 telah ditemukan. Penemuan alat yang merekam data percakapan pilot di dalam kokpit itu bisa menjawab pertanyaan penting penyebab kecelakaan.
Iklan
Cockpit Voice Recorder (CVR) atau perekam suara kokpit dari pesawat Lion Air yang jatuh Oktober lalu telah ditemukan, kata pihak berwenang, Senin (14/01). Ini menjadi penemuan yang sangat penting untuk menemukan penyebab mengapa pesawat baru itu jatuh tak lama setelah lepas landas.
Boeing 737 Max menghilang dari radar sekitar 13 menit setelah lepas landas dari Jakarta, jatuh ke Laut Jawa beberapa saat setelah pilot meminta untuk kembali ke Soekarno Hatta dan menewaskan 189 orang di dalamnya.
Kadispen Koarmada I Letkol Laut (P) Agung Nugroho mengatakan, penyelam yang menggunakan peralatan "ping locator" berteknologi tinggi telah memulai upaya pencarian baru pada Jumat dan menemukan kotak hitam tersebut 8 meter di bawah lumpur dasar laut. Pesawat itu jatuh di perairan sedalam 30 meter. CVR akan diserahkan kepada KNKT, yang mengawasi penyelidikan kecelakaan.
"Ini kabar baik, terutama bagi kita yang kehilangan orang yang kita cintai," kata Irianto, ayah dari Rio Nanda Pratama, seorang dokter yang tewas pada kecelakaan itu. "Meskipun kita belum tahu isi CVR, tapi ini menjawab keputusasaan kami," katanya pada kantor berita AP.
Pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT610 jatuh ke laut setelah lepas landas dari Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta, menuju Pangkalpinang. Pesawat jatuh di perairan Tanjung Karawang, Senin pagi (29/10).
Foto: picture-alliance/E. Thompson
Menanti kabar
Anggota keluarga penumpang pesawat Lion Air sambil berdoa menunggu kabar nasib sanak saudaranya dengan penuh kekhawatiran. Foto diambil di bandara Depati Amir di Pangkal Pinang, Senin pagi (29/10). Pesawat mengangkut 188 orang, termasuk 1 anak-anak, 2 bayi dan 7 orang awak pesawat.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Sutrisno
Benda-benda yang ditemukan di laut
Ketua Basarnas M. Syaugi menyatakan Senin, "Ada puing-puing pesawat, pelampung, HP, dan ada beberapa potongan tubuh," yang ditemukan. Selain itu juga ditemukan sejumlah benda yang diduga milik penumpang pesawat yang jatuh di perairan Tanjung Karawang. Antara lain tas, dompet dengan uang dan kartu tanda pengenal dan unit ponsel.
Foto: picture-alliance/dpa/BNPB
Lokasi jatuhnya pesawat
Kedalaman air di lokasi jatuhnya Lion Air sekitar 30-35 meter. Sejauh ini badan pesawat belum ditemukan. Ketika ditanya jumlah anggota tim yang dikerahkan untuk mencari pesawat, Deputi Operasi Basarnas Nugroho Budi W mengatakan: "Sampai saat ini 350 orang tapi nanti ditambah lagi untuk mempercepat evakuasi. Nelayan juga banyak yang mau bergabung.
Foto: picture-alliance/dpa/Z.Kaixin
Penyebab jatuhnya pesawat masih tanda tanya
Pesawat berjenis Boeing 737 MAX 9 tersebut diketahui sempat mengalami masalah teknis pada penerbangan sebelumnya. Sebelum hilang kontak, pilot pesawat sempat meminta izin return to base (RTB) ke petugas pengawas Bandara Soekarno-Hatta. Demikian keterangan Kepala Kantor SAR Pangkal Pinang Danang Priandoko, seperti dilaporkan kompas.com. Foto arsip: Pesawat Thai Lion Air, Boeing 737 MAX 9. (hp/ml)
Foto: picture-alliance/E. Thompson
4 foto1 | 4
Pesawat terbaru namun bermasalah
Hampir 30 kerabat korban kecelakaan telah mengajukan tuntutan hukum terhadap Boeing, menuduh adanya kesalahan dengan model baru 737 MAX yang menyebabkan kecelakaan. Gugatan tersebut berbasis pada temuan sementara tim penyidik tentang potensi bahaya fitur anti-stall pada B737 MAX-8, terlepas dari fakta bahwa Pesawat Boeing 737MAX termasuk salah satu jet penumpang komersial terbaru di dunia.
Fitur anti-stall termasuk jenis teknologi yang lumrah ditemukan pada pesawat modern. Fitur tersebut mencegah pesawat mengalami stall, yakni kondisi ketika badan pesawat mendongak ke atas sehingga berpotensi kehilangan gaya angkat, rasio kecepatan dan sudut sayap. Dalam kondisi tersebut sistem kendali otomatis membuat badan pesawat menukik ke bawah. Potensi stall diukur antara lain berdasarkan data kecepatan udara.
Dalam kasus Lion Air JT610, sistem kendali menggunakan data dari sensor yang rusak sehingga secara keliru mengaktifkan fitur anti-stall ketika penerbangan berlangsung dalam kondisi normal. Manajemen Lion mengklaim telah menukar sensor tersebut sebelum penerbangan.
Cara Identifikasi Korban Kecelakaan Pesawat Terbang
Korban jatuhnya pesawat terbang seperti kasus Sriwijaya Air SJ182, seringnya sulit dikenali karena jasadnya rusak berat. Ilmu forensik memiliki metode standar untuk identifikasi korban yang sulit dikenali.
Foto: itestro/Fotolia.com
Sidik Jari atau Dactyloscopy
Korban tewas akibat jatuhnya pesawat atau tabrakan kereta api biasanya jumlahnya ratusan dan tidak utuh. Metode klasik identifikasi adalah dactyloscopy alias pelacakan sidik jadi. Nyaris tidak ada orang yang sidik jarinya identik. Dengan membandingkan sidik jari antemortem dan postmortem biasanya dapat dilacak jati diri korban.
Foto: picture alliance/ZB
Ciri Fisik atau Anthropometri
Jika jasad korban tidak rusak berat, berbagai ciri fisik juga dapat dijadikan acuan. Misalnya tanda tertentu pada tubuh, tahi lalat, bekas luka operasi, tatoo atau mungkin cacat tubuh. Beragam ciri bisa dicocokkan dan dilacak untuk menentukan jati diri korban.
Foto: AFP/GettyImages
Forensik Gigi atau Odontologi
Bentuk dan susunan gigi tiap orang juga unik. Di negara maju kebanyakan warganya rutin datang ke dokter gigi dan memiliki citra rekam gigi. Untuk korban kecelakaan yang jasadnya rusak berat, citra Röntgen gigi dengan segala ciri khasnya, termasuk gigi palsu atau yang dicabut bisa digunakan sebagai metode identifikasi jatidiri.
Foto: Fotolia/djma
Citra Röntgen
Salah satu metode identifikasi adalah dengan membandingkan citra rontgen saat masih hidup dan setelah meninggal. Misalnya melacak bekas kecelakaan, patah tulang atau deformasi lain. Namun sayangnya tidak banyak warga yang memiliki citra rontgen tubuh atau bagian tubuh. Tapi cara inipun sering digunakan untuk identifikasi korban kecelakaan pesawat atau bencana alam.
Sidik Jari Genetika
Metode paling anyar adalah melacak kode DNA yang merupakan sidik jari yang tidak bisa dipalsukan. Caranya dengan mengambil sampel DNA korban untuk dibandingkan dengan sampel sidik jari genetika orang terdekat, biasanya adik, kakak atau orang tua. Cara ini amat akurat tapi memerlukan penguasaan teknik dan waktu relatif lama.
Foto: Fotolia/Gernot Krautberger
Dari Kepolisian ke Kepentingan Sipil
Ilmu forensik mulai digunakan polisi pada abad ke-18 untuk lacak korban atau pelaku kejahatan. Pencarian jejak dan analisa material bukti di tempat kejadian perkara, biasanya mampu mengungkap jati diri korban kejahatan yang tidak dikenal, sekaligus menangkap tersangka pelaku. Kini metodanya makin diperluas hingga ke ranah masyarakat sipil terutama untuk identifikasi korban kecelakaan dan bencana.