KPI Dikritik Karena Larangan Penampilan "Kewanitaan"
1 Maret 2016
Berbagai kalangan mengecam langkah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang menerbitkan surat edaran larangan tayangan televisi yang menampilkan "pria kewanita-wanitaan". KPI dianggap terlalu berlebihan.
Iklan
Ketua Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) Amir Effendi Siregar adalah salah satu pengamat media yang mengeritik surat edaran Komisi Penyiaran Indonesia dengan nomor 203/K/KPI/02/2016 itu.
Dalam surat edaran tersebut, KPI melarang lembaga penyiaran menayangkan program yang dianggap menampilkan "pria kewanita-wanitaan".
"KPI harus kembali merujuk pada Undang-Undang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran secara benar," kata Amir, ketika dihubungi harian Kompas, Minggu (28/02).
"Bagaimana dengan pelaku kesenian, seperti Didi Nini Towok?" kata Amir.
Dalam praktiknya, tambah dia, ada pelaku seni yang tampil berbusana dan menggunakan bahasa tubuh kewanitaan. Hal itu sudah berlangsung cukup lama dalam ranah seni dan budaya di Indonesia.
Ia menyarankan, KPI melibatkan semua pemangku kepentingan untuk membahas hal itu.
Menurut UU Penyiaran, isi siaran memang wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, selain mengamalkan budaya Indonesia.
Inilah Negara Islam yang Legalkan Gay dan Lesbian
Kendati legal, kaum gay dan lesbian di negara-negara ini tidak serta merta bebas dari diskriminasi. Tapi inilah negara-negara Islam yang mengakui hak-hak kaum gay dan lesbian.
Foto: picture-alliance/dpa
1. Turki
Sejak kekhalifahan Utsmaniyah melegalkan hubungan sesama jenis tahun 1858, Turki hingga kini masih mengakui hak kaum gay, lesbian atau bahkan transgender. Namun begitu praktik diskriminasi oleh masyarakat dan pemerintah masih marak terjadi lantaran minimnya perlindungan oleh konstitusi. Namun begitu partai-partai politik Turki secara umum sepakat melindungi hak kaum LGBT dari diskriminasi.
Foto: picture-alliance/abaca/H. O. Sandal
2. Mali
Mali termasuk segelintir negara Afrika yang melegalkan LGBT. Pasalnya konstitusi negeri di barat Afrika ini tidak secara eksplisit melarang aktivitas homoseksual, melainkan "aktivitas seks di depan umum". Namun begitu hampir 90% penduduk setempat meyakini gay dan lesbian adalah gaya hidup yang harus diperangi. Sebab itu banyak praktik diskriminasi yang dialami kaum LGBT di Mali.
Foto: Getty Images/AFP/J. Saget
3. Yordania
Konstitusi Yordania tergolong yang paling maju dalam mengakomodir hak-hak LGBT. Sejak hubungan sesama jenis dilegalkan tahun 1951, pemerintah juga telah menelurkan undang-undang yang melarang pembunuhan demi kehormatan terhadap kaum gay, lesbian atau transgender. Pemerintah misalnya mentolelir munculnya cafe dan tempat hiburan di Amman yang dikelola oleh kaum LGBT.
Foto: picture-alliance/AP Photo
4. Indonesia
Undang-undang Dasar 1945 secara eksplisit tidak melarang aktivitas seksual sesama jenis. Indonesia juga tercatat memiliki organisasi LGBT tertua di Asia, yakni Lambda Indonesia yang aktif sejak dekade 1980an. Kendati menghadapi diskriminasi, presekusi dan tanpa perlindungan konstitusi, kaum gay dan lesbian Indonesia belakangan tampil semakin percaya diri buat memperjuangkan hak mereka.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Rudianto
5. Albania
Kendati bermayoritaskan muslim, Albania dianggap sebagai pionir di tenggara Eropa dalam mengakui hak-hak kaum LGBT. Negeri miskin di Balkan ini juga telah memiliki sederet undang-undang yang melindungi gay dan lesbian dari praktik diskriminasi.
Foto: SWR/DW
6. Bahrain
Negara pulau di tepi Teluk Persia ini telah melegalkan hubungan sesama jenis sejak tahun 1976. Namun begitu Bahrain tetap melarang lintas busana di ruang-ruang publik. Terutama sejak 2008 pemerintah bertindak tegas terhadap pelanggaran aturan berbusana. Bahrain juga berulangkali dilaporkan mendakwa warga asing yang menawarkan layanan seksual sesama jenis di wilayahnya.
Foto: Getty Images
7. Palestina (Tepi Barat)
Resminya praktik hubungan sesama jenis masih dilarang di Jalur Gaza. Tapi tidak demikian halnya dengan Tepi Barat Yordan sejak dilegalkan tahun 1951. Ironisnya aturan yang melarang LGBT di Jalur Gaza tidak berasal dari pemerintahan Hamas, melainkan dari Inggris sejak zaman penjajahan.
Foto: Shadi Hatem
7 foto1 | 7
Edaran kontroversial KPI
Surat edaran KPI itu mengatur kriteria yang dilarang, yakni pria sebagai pembawa acara atau pengisi acara dengan tampilan sebagai berikut:
1. Gaya berpakaian kewanitaan
2. Riasan (make-up) kewanitaan
3. Bahasa tubuh kewanitaan (termasuk, tetapi tidak terbatas pada gaya berjalan, gaya duduk, gerakan tangan, ataupun perilaku lainnya)
4. Gaya bicara kewanitaan
5. Menampilkan pembenaran atau promosi seorang pria untuk berperilaku kewanitaan
6. Menampilkan sapaan terhadap pria dengan sebutan yang seharusnya diperuntukkan bagi wanita
7. Menampilkan istilah dan ungkapan khas yang sering dipergunakan kalangan pria yang kewanitaan.
Aturan KPI merupakan reaksi atas kegiatan kelompok LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender) yang belakangan jadi sorotan kelompok-kelompok neo-konservatif yang menuntut agar kegiatan mereka dilarang.
Diskriminatif
"Ini ironis bahwa KPI, sebagai lembaga pemerintah, jelas melakukan diskriminasi terhadap kelompok yang dikategorikan sebagai minoritas," kata Dhyta Caturani, aktivis HAM dari One Billion Raising (OBR).
Dita mengatakan, surat edaran KPI dimaksudkan untuk melindungi anak-anak agar tidak meniru apa yang mereka lihat di televisi. Tetapi pada saat yang sama, aturan itu memberi dorongan pada orang lain mengekspresikan kebencian terhadap komunitas LGBT.
Koordinator Koalisi Keberagaman Penyiaran Indonesia, Asep Komarudin, meminta KPI mencabut surat edaran yang disktriminatif itu.
"KPI melakukan diskriminasi dengan memberi penekanan bahwa tindakan keperempuanan adalah hal yang tidak baik," kata Asep di depan Kantor KPI di Jakarta, Selasa (01/03).
Membatasi kebebasan berekspresi
Surat edaran KPI juga dianggap membatasi ruang berekspresi dan identitas jender di lembaga penyiaran. Asep khawatir, aturan itu akan dijadikan alat legitimasi untuk melakukan tindakan diskriminasi terhadap individu dengan identitas dan ekspresi jender berbeda.
Asep menerangkan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menjamin penyiaran berdasarkan keberagaman dan kebebasan yang bertanggung jawab.
Tari Mengusir Takut: Kisah Waria di Pakistan
Ketika siang hari, Waseem berdagang aksesoris ponsel. Di malam hari ia berubah sosok jadi penari perempuan. Profesinya itu bukan tanpa risiko di negeri yang berada di bawah cengkraman kaum ultra konservatif itu
Foto: picture-alliance/AP/Muhammed Muheisen
Bergoyang di Malam Hari
Ketika malam menyaput Rawalpindi, Waseem berganti rupa. Pria berusia 27 tahun itu berlaku sebagai "hijra," yakni jenis kelamin ketiga. Jumlahnya diyakini mencapai ribuan di Pakistan. Kaum Hijra sangat diminati sebagai penari di pesta pernikahan atau kelahiran bayi. Acara semacam itu adalah satu-satunya kesempatan bagi waria Pakistan untuk diterima oleh masyarakat.
Foto: picture-alliance/AP/Muhammed Muheisen
Normal di Siang Hari
Sewaktu siang menyambang, Waseem menjajakan aksesoris ponsel di sebuah pasar di jantung kota Rawalpindi. Rekan kerja dan teman-teman terdekatnya sekalipun tidak mengetahui aktivitas terselubungnya pada malam hari.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Muheisen
Kenalkan, Rani sang Penari
Buat Waseem, kehidupan gandanya itu diperlukan untuk mencapai kemakmuran. "Menjadi penari menggandakan penghasilan saya ketimbang cuma bekerja di toko," ujarnya. Buat kaum Hijra, hidup adalah pergulatan tak berujung. Mereka yang tak berbakat menjadi penari, kebanyakan terseret dalam arus prostitusi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Muheisen
Bersama dalam Keterasingan
Sebagian besar kaum muslim Pakistan membenci kaum yang disebut "mahluk antara perempuan dan laki-laki," itu. Tidak jarang Hijra menjadi sasaran penganiayaan di tempat-tempat umum. Sebab itu pula kaum waria Pakistan hidup menyendiri di dalam komunitas tertutup. "Hidup bersama penari lain seperti keluarga. Cuma bersama mereka lah saya merasa aman dan dihormati," ujar Bekhtawar, 43 tahun
Foto: picture-alliance/AP/Muhammed Muheisen
Diakui tapi Dicampakkan
Banyak kaum waria memilih anonimitas kota besar dan menyembunyikan identitas asli dari rekan kerja atau bahkan keluarga. Hukum di Pakistan sebenarnya memihak mereka. 2011 silam Mahkamah Agung di Islamabad memutuskan negara mengakui jenis kelamin ketiga. Artinya kaum Hijra berhak menuliskan jenis kelamin waria di dalam passpor, formulir kerja atau keuangan serta berhak memilih.
Foto: picture-alliance/AP/Muhammed Muheisen
Demi Kesetaraan
Untuk pertama kalinya kaum transgeder seperti Bindiya Rana (ka.) mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, 2013 silam. Kendati gagal, ia tetap berjuang demi kesetaraan dan melawan diskriminasi.
Foto: picture-alliance/AP/Shakil Adil
Berani Akui Identitas Hijra
Hingga kini cuma segelintir kaum transgender yang berani membuka identitas dirinya seperti Amjad. "Satu-satunya hal yang tidak bisa saya lakukan adalah mengandung bayi," ujarnya.
Foto: picture-alliance/AP/Muhammed Muheisen
7 foto1 | 7
Jika ingin melindungi anak-anak dari dampak negatif tayangan lembaga penyiaran KPI seharusnya memberikan tayangan edukatif untuk mengenal keberagaman jender secara komprehensif, kata Asep, sebagaimana dikutip Kompas.com.
Debat soal LGBT berkembang sejak Januari lalu, setelah Menteri Pendidikan Muhammad Nasir menuntut agar kegiatan LGBT di kampus-kampus dilarang. Tokoh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Tifatul Sembiring bahkan menuntut agar kegiatan homoseksual dituntut dengan hukuman mati.
*Foto Artikel: Conchita Wurst, penyanyi dan aktivis LGBT yang menang European Song Contest (ESC) tahun 2014