1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikLibya

Krisis di Libya Memanas Usai PM Dbeibah Dilengserkan Paksa

11 Februari 2022

Parlemen Libya memilih Fathi Bashagha untuk menggantikan Abdul Hamid Dbeibah sebagai kepala pemerintahan transisi. Sang perdana menteri menolak mundur. Dia mengaku mengalami percobaan pembunuhan di hari pemakzulan.

Perdana Menteri Libya, Abdulhamid Dbeibah
Perdana Menteri Libya, Abdulhamid DbeibahFoto: Hazem Ahmed/AP Photo/picture alliance

Perdana Menteri Libya, Abdulhamid al-Dbeibah, sebaliknya menawarkan diri untuk merancang UU Pemilihan Umum baru sebagai solusi politik. Tawaran tersebut dibuat setelah dilengserkan paksa oleh parlemen di timur, Kamis (10/2) kemarin.

Pada hari yang sama, Dbeibah mengklaim dirinya mengalami percobaan pembunuhan oleh dua pelaku bersenjata. Namun dia enggan merinci kejadian atau siapa yang diduga bertanggungjawab. 

Kantor berita Reuters tidak berhasil memverifikasi kebenaran klaim tersebut.

Dbeibah diturunkan karena dianggap gagal memenuhi tugas utama pemerintahan transisi, yakni menyelenggarakan pemilihan umum, Desember silam. Krisis bereskalasi ketika parlemen di timur secara sepihak membatalkan pemilu tahun ini, Senin (7/2), pekan lalu.

Sebagai gantinya, parlemen menunjuk tokoh kuat oposisi, Fathi Bashagha, sebagai perdana menteri baru. Hal ini ditolak oleh Dbeibah.

"Pemilihan pemerintahan baru oleh parlemen adalah upaya lain untuk memasuki Tripoli secara paksa,” katanya dalam wawancara dengan stasiun televisi al-Ahrar, Jumat (11/2).

Sejak kejatuhan diktatur Moammar Ghaddafi pada 2011 silam, Libya terbelah menjadi dua bagian antara wilayah kekuasaan Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG) di ibu kota Tripoli dan Pasukan Nasional Libya (LNA) pimpinan Jendral Khalifa Haftar di Benghazi, Timur Libya.

Dia merujuk pada serangan Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Jendral Khalifa Haftar terhadap ibu kota pada tahun 2019. 

Dalam wawancara itu, Dbeibah menegaskan tidak akan mengundurkan diri sebelum diberi kesempatan menyelenggarakan pemilihan umum. Dia memperingatkan parlemen di timur untuk menahan diri agar tidak memercik ulang perang di Libya.

PBB upayakan solusi diplomasi

Di kantor pusat PBB di New York, AS, wartawan menyerca juru bicara Stephane Dujarric, soal pemakzulan terhadap kepala pemerintahan NUG yang diakui internasional. Dia membenarkan PBB masih mengakui Dbeibah sebagai perdana menteri. 

Meski demikian, Dujarric membenarkan kabar kepergian Utusan Khusus PBB untuk Libya, Stephanie Willams, "yang kembali ke Tripoli, di mana dia akan berbicara dengan pihak-pihak terkait di Libya untuk memfasilitasi kesepakatan.”

"Kami masih berusaha mendapat rincian keputusan yang dibuat parlemen,” imbuhnya.

Pemecatan terhadap Dbeibah dikhawatirkan bakal memperdalam jurang permusuhan antara fraksi di barat dan timur Libya. Sejak kejatuhan diktatur Moammar Ghaddafi pada 2011, negeri di tepi Laut Tengah itu menolak damai.

Dbeibah adalah seorang pengusaha asal Misrata. Dia diangkat pada Februari 2021 silam dengan harapan mampu menengahi kedua faksi. Namun kepemimpinannya diiringi kontroversi setelah Dbeibah melanggar janjinya sendiri untuk tidak mencalonkan diri.

Fathi Bashagha, yang dipilih sebagai perdana menteri baru oleh parlemen, menyambangi Tripoli pada Kamis (10/2) untuk mengambilalih pemerintahan. Ketika tiba di bandar udara Mitiga, dia berterimakasih kepada Dbeibah karena telah "mengambil tanggungjawab di masa-masa sensitif ini.”

"Hari ini, kita memulai babak baru berjudul perdamaian dan cinta, tidak ada tempat untuk kebencian,” kata Bashagha kepada wartawan.

rzn/vlz (rtr,afp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait