Krisis Israel-Gaza, Gencatan Senjata Tak Kunjung Terwujud
19 Mei 2021
Beberapa pemimpin dunia telah mendesak gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Namun, Dewan Keamanan PBB justru gagal membuat kemajuan untuk mengeluarkan pernyataan semacam itu. Sementara, korban tewas terus bertambah.
Iklan
Pertemuan Dewan Keamanan (DK) PBB untuk membahas situasi krisis yang berlangsung di Israel dan Gaza berakhir tanpa konsensus pada Selasa (18/05). Ke-15 negara anggota gagal menyetujui sebuah pernyataan publik.
Amerika Serikat (AS) sebelumnya telah memblokir DK PBB untuk mengeluarkan pernyataan pers yang menyerukan dilakukannya de-eskalasi.
Sementara itu, Prancis mengumumkan tengah mengupayakan sebuah resolusi Dewan Keamanan yang menyerukan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, kelompok militan Palestina yang menguasai Gaza.
Berbeda dengan pernyataan pers yang membutuhkan konsensus penuh, resolusi Dewan Kemananan bersifat mengikat secara hukum. Mereka membutuhkan setidaknya sembilan suara "ya” dan tidak boleh ada satu pun hak veto dari lima anggota tetap.
Rangkaian Perjanjian dan Prakarsa Damai Israel-Palestina yang Gagal
Selama lebih dari setengah abad, berbagai upaya telah digalang untuk mengakhiri konflik antara Israel dan Palestina, namun semuanya gagal.
Perjanjian Camp David dan Perdamaian Israel-Mesir, 1978-1979
Perundingan Arab-Israel dimulai pada tahun 1978 di bawah penengahan AS. Bertempat di Camp David, pada 26 Maret 1979, Perjanjian Damai Israel Palestina ditandatangani oleh Presiden Mesir Anwar Sadat (kiri) dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin (kanan), melalui penengahan Presiden AS Jimmy Carter (tengah).
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Daugherty
Perjanjian Oslo I, 1993
Negosiasi di Norwegia antara Israel dan PLO menghasilkan Perjanjian Oslo I, yang ditandatangani pada September 1993. Perjanjian tersebut menuntut pasukan Israel mundur dari Tepi Barat dan Jalur Gaza, dan otoritas sementara Palestina akan membentuk pemerintahan otonomi untuk masa transisi lima tahun. Kesepakatan kedua ditandatangani pada tahun 1995.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Sachs
Pertemuan Puncak Camp David, 2000
Presiden AS Bill Clinton pada tahun 2000 mengundang Perdana Menteri Israel Ehud Barak (kiri) dan Pemimpin PLO Yasser Arafat (kanan) ke Camp David untuk membahas masalah perbatasan, keamanan, permukiman, pengungsi dan status Yerusalem. Meskipun negosiasi menjadi lebih rinci dari sebelumnya, tidak ada kesepakatan yang dicapai.
Foto: picture-alliance/AP Photo/R. Edmonds
Prakarsa Perdamaian Arab dari KTT Beirut, 2002
Negosiasi Camp David diikuti dengan pertemuan di Washington di Kairo dan Taba, Mesir - semuanya tanpa hasil. Setelahnya Liga Arab mengusulkan Prakarsa Perdamaian Arab di Beirut, Maret 2002. Rencana tersebut meminta Israel menarik diri ke perbatasan sebelum 1967. Sebagai imbalannya, negara-negara Arab akan setuju untuk mengakui Israel.
Foto: Getty Images/C. Kealy
Peta Jalan Kuartet Timur Tengah, 2003
AS, Uni Eropa, Rusia, dan PBB bekerja sama sebagai Kuartet Timur Tengah untuk mengembangkan peta jalan menuju perdamaian. PM Palestina saat itu, Mahmoud Abbas, menerima teks tersebut, namun mitranya dari Israel, Ariel Sharon, keberatan. Peta jalan itu memuat tentang solusi dua negara Sayangnya, hal itu tidak pernah dilaksanakan. Dalam foto: Yasser Arafat dan pejabat Uni Eropa Lord Levy.
Foto: Getty Iamges/AFP/J. Aruri
Prakarsa Perdamaian Trump, 2020
Presiden AS Donald Trump memperkenalkan rancangan perdamaian tahun 2020. Tetapi rancangan itu menuntut warga Palestina menerima pemukiman Yahudi di kawasan Tepi Barat yang diduduki Israel. Palestina menolak rencangan tersebut.
Foto: Reuters/M. Salem
Konflik kembali berkobar 2021
Rencana Israel mengusir empat keluarga Palestina dan memberikan rumah mereka di Yerusalem Timur kepada pemukim Yahudi berujung bentrokan dan aksi protes di Yerusalem. Hamas kemudian menembakkan lebih 2.000 roket ke Israel, dibalas dengan serangan udara militer Israel, yang menghancurkan banyak bangunan di Jalur Gaza. (hp/gtp)
Foto: Mahmud Hams/AFP
7 foto1 | 7
Apa kata pemimpin dunia?
Para menteri luar negeri negara-negara Uni Eropa (UE) telah menyerukan gencatan senjata untuk menghentikan pertempuran antara Israel dan Hamas, demikian disampaikan kepala kebijakan luar negeri UE, Josep Borrel. Namun, Hongaria menolak pernyataan yang dikeluarkan oleh blok beranggotakan 27 negara itu.
Sementara itu, dalam komunikasinya bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Senin (17/05), Presiden AS Joe Biden mendukung dilakukannya gencatan senjata, demikian menurut rilis yang dikeluarkan oleh Gedung Putih. Namun, Biden belum secara terbuka menuntut dilakukannya gencatan senjata.
Di sisi lain, Kanselir Jerman Angela Merkel dan Raja Yordania Abdullah II "setuju bahwa inisiatif untuk gencatan senjata segera harus didukung guna membuka jalan bagi dimulainya kembali negosiasi politik,” demikian disampaikan juru bicaranya dalam sebuah pernyataan.
Sementara Prancis, yang selama beberapa hari telah menyerukan gencatan senjata segera, mengatakan bahwa pihaknya mendukung mediasi yang dipimpin oleh Mesir.
Apa kata Israel dan Hamas?
Meskipun ada seruan intensif dari para pemimpin dunia untuk gencatan senjata, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersikeras bahwa Israel akan terus berjuang "selama yang diperlukan untuk membawa ketenangan kembali kepada warga Israel.”
Saat berbicara di sebuah pangkalan Angkatan Udara di Israel selatan pada Selasa (18/05), Netanyahu mengatakan bahwa Hamas dan Jihad Islam telah "menerima pukulan yang tidak mereka duga.”
"Kita telah membuat mereka mundur bertahun-tahun ,” kata pemimpin Israel itu.
Sementara itu, seorang pejabat senior Hamas, Moussa Abu Marzouk, seperti dikutip oleh New York Times mengatakan bahwa kelompok militan Palestina telah mengupayakan gencatan senjata di Gaza.
Namun, pejabat itu mengklaim bahwa "Israel menuntut agar Hamas secara sepihak menahan tembakannya terlebih dahulu selama 2-3 jam sebelum Israeal memutuskan apakah akan melakukan hal yang sama.”
Abu Marzouk mengatakan Hamas akan menyetujui gencatan senjata apabila dilakukan "serentak dan saling menguntungkan.”
Meski begitu, laporan media menunjukkan bahwa tidak ada komitmen dari kedua belah pihak untuk mewujudkannya.
Iklan
Bagaimana situasi di lapangan?
Korban tewas akibat aksi saling serang antara Israel dan Hamas terus bertambah. Israel mengatakan ada lebih dari 3.000 roket yang diluncurkan dari Gaza. Beberapa di antaranya gagal melintas sementara roket lainnya ditembak jatuh oleh pertahanan udara Israel, Iron Dome.
Sejauh ini sekitar 217 warga Palestina telah tewas akibat serangan udara ini, termasuk 63 anak-anak. Sementara, lebih dari 1.500 orang dilaporkan terluka, demikian menurut Kementerian Kesehatan Gaza.
Hamas dan Jihad Islam mengatakan bahwa setidaknya 20 pejuang mereka tewas, sementara Israel mengklaim jumlahnya setidaknya 130, demikian menurut kantor berita Reuters.
Di Israel, sebanyak 12 orang termasuk seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dilaporkan tewas akibat serangan roket Hamas.
Eskalasi Kekerasan Israel-Palestina Korbankan Rakyat di Kedua Pihak
Aksi kekerasan terus memuncak antara Israel dan kelompok Hamas. Kehancuran melanda Jalur Gaza, roket menghantam Tel Aviv. Korban terbanyak adalah warga sipil, di kedua belah pihak.
Foto: Mahmud Hams/AFP/Getty Images
Gaza hadapi horor
Asap membumbung dan api membakar perumahan di Khan Yunis di Jalur Gaza yang jadi target serangan Israel Rabu (12/5). Aksi kekerasan dan saling serang kembali memuncak sejak beberapa hari terakhir.
Foto: Youssef Massoud/AFP/Getty Images
Warga mengungsi dalam kepanikan
Warga dievakuasi dari gedung di Jalur Gaza yang jadi target serangan Israel. Sedikitnya 56 warga Palestina di Jalur Gaza tewas akibat serangan Israel. Roket yang ditembakkan militan dari Jalur Gaza menewaskan 6 orang di Israel.
Foto: Mahmud Hams/AFP/Getty Images
Kehancuran di Gaza City
Israel menurut pernyatan sendiri menyebutkan, miiternya menyerang secara terarah bangunan di Gaza City yang dijadikan kantor kelompok militan atau dihuni pimpinannya.
Foto: Suhaib Salem/REUTERS
Roket di langit Tel Aviv
Kelompok militan Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza menembakkan sejumlah roket ke Tel Aviv. Sistem pertahanan rudal Israel melindungi kota dan menghancurkan sebagian besar proyektil di udara atau mengalihkan jalurnya, untuk meminimalkan kerusakan.
Foto: AnAs Baba/AFP/Getty Images
Berlindung dengan cemas
Tapi sistem pertahanan udara "Iron Dome" tidak mempu melindungi 100%. Jika sirene mengaung, itu tanda bagi warga Israel untuk secepatnya mengamankan diri di "shelter perlindungan", tidak peduli apakah itu tengah malam atau dinihari.
Foto: Gideon Marcowicz/AFP/Getty Images
Bahaya tetap mengancam
Juga jika roket bisa dihancurkan atau dihalau, runtuhan puing bangunan tetap berbahaya. Seperti sebuah rumah di Yehud dekat bandara Ben Gurion yang hancur dihantam roket. Militer Israel melaporkan, sejak Senin (10/5) sedikitnya 1.000 roket ditembakkan dari Jalur Gaza ke wilayah Israel.
Foto: Gil Cohen-Magen/AFP/Getty Images
Cari perlindungan
Jika saat alarm berbunyi, warga tidak sempat mencari bunker perlindungan, mereka berusaha melindungi diri sebaik mungkin. Seperti warga di kota Ashkelon sekitar 10 km di utaraperbatasan ke Jalur Gaza ini.
Foto: Jack Guez/AFP/Getty Images
Batu dilawan gas air mata
Dalam beberapa hari terakhir, aksi bentrokan berat antara demonstran Palestina melawan militer Israel terjadi di berbagai kota. Di Hebron, kota di tepi barat Yordan yang diduduki Israel, demonstran melemparkan batu yang dibalas tembakan gas air mata oleh tentara Israel.
Foto: Hazem Bader/AFP/Getty Images
Ambil posisi dan bidik
Aparat keamanan Israel menembakkan gas air mata, peluru karet dan granat kejut untuk membubarkan demonstran. Pemicu demonstrasi warga Palestina antara lain ancaman pengusiran paksa di kawasan timur Yerusalem. Aksi ini akhirnya bermuara pada konflik terbuka.
Foto: Hazem Bader/AFP/Getty Images
Sampai kapan konflik berlangsung?
Saat ini tidak terlihat ada pertanda deeskalasi kekerasan. Warga Palestina di Gaza City ini mencari perindungan di halaman kantor perwakilan PBB, karena ketakutan akan jadi sasaran serangan Israel berikutnya.
Foto: Mahmud Hams/AFP/Getty Images
10 foto1 | 10
Sementara itu, warga keturunan Palestina di seantero Israel dan yang berada di wilayah pendudukan melakukan mogok kerja pada Selasa (18/05) sebagai aksi protes atas serangan udara Israel di Gaza.
Aksi itu juga ditujukan sebagai protes atas tindakan pasukan keamanan Israel terhadap jamaah Muslim di komplek Masjid Al-Aqsa, serta protes atas penggusuran paksa di lingkungan Sheik Jarrah di Yerusalem timur.