1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Krisis Kesehatan Mental Jadi Ancaman Bagi Ekonomi Filipina

Janelle Dumalaon | Jo Anne Canaria
5 Maret 2021

Pandemi corona di Filipina menambah daftar masalah ekonomi di negara itu. Gangguan kesehatan mental dan mahalnya biaya perawatan mengancam banyak keluarga dan perekonomian nasional.

Klinik Covid-19 di Manila
Suasana di klinik Covid-19 di ManilaFoto: Getty Images/E. Acayan

Virus corona mengirim Paul Dalmacio, 40 tahun, ke unit perawatan intensif di Manila, ibukota Filipina. Sakitnya parah dan membuatnya harus dirawat di rumah sakit selama dua bulan. Itu terjadi lebih dari setengah tahun lalu. Sekarang dia sudah sembuh, tapi tidak ada rasa kelegaan.

"Saya tidak bisa tidur setiap malam," katanya. Yang membuatnya kalut bukan hanya  stres pascatraumadari Covid-19, melainkan situasi keuangannya. Ketika dia meninggalkan rumah sakit, ada tagunan biaya rumah sakit setinggi 1,8 juta peso Filipina, atau sekitar 530 juta rupiah.

Dengan sistem kesehatan publik Filipina dan asuransi kesehatan yang terkait dengan pekerjaannya, hanya sekitar 15 persen dari biaya itu yang ditanggung asuransi. Sisanya, senilai 450 juta rupiah, harus dia bayar sendiri.

Perkembangan laju infeksi di beberapa negara Asia sampai 3 Maret 2021

Gangguan kesehatan akibatkan krisis ekonomi
 

"Keluarga saya berusaha membantu membayar tagihan saya. Mereka meminta bantuan uang dari kerabat dan teman," katanya. Dia sediri harus mengubah gaya hidupnya dan harus berhemat sedaat mungkin.

Kisah Dalmacio tidak asing bagi banyak warga Filipina. Banyak orang terancam kemiskinan karena hilangnya mata pencaharian atau biaya tinggi yang harus dibayar karena jatuh sakit dengan virus corona. Kalaupun sembuh dari Covid-19, banyak yang mengalami krisis kesehatan mental karena kondisi dan situasi pandemi.

"Ada semacam lingkaran setan, ketika ekonomi menurun, yang memicu spiral di mana memburuknya kesehatan mental makin meluas. Dan pada gilirannya, ini memiliki efek umpan balik pada ekonomi," kata Stephen Goetz, profesor pembangunan ekonomi di Penn State University, Pennsylvania, kepada DW. "Kesehatan mental yang buruk menyebabkan kurangnya kinerja ekonomi, atau setidaknya tidak mencapai potensinya," jelas pakar yang pernah meneliti soal hubungan kesehatan mental dan ekonomi di Asia ini.

Filipina: Salah satu yang paling terpukul oleh pandemi di Asia

Filipina mencatat lebih dari setengah juta kasus Covid-19, menjadikan itu salah satu wilayah yang paling parah terkena dampak. Pemberlakuan lockdown ketat dan termasuk yang terpanjang secara global, telah menyebabkan ekonomi menyusut 9,5% pada tahun 2020 - penurunan terburuk di Asia. Diperkirakan 4,5 juta penduduk Filipina jatuh kembali ke dalam kemiskinan.

Krisis ekonomi di lain pihak menjadi lahan subur bagi para psikolog dan terapis. Sesi satu jam dengan psikolog klinis swasta untuk konseling dan psikoterapi dapat menghabiskan biaya mulai dari 1.000 hingga 3.000 peso Filipina dengan gaji bulanan rata-rata sekitar 14.000 peso, bantuan psikolog profesional jauh dari jangkauan kebanyakan orang.

"Sangat sulit menemukan praktisi kesehatan mental yang memberikan biaya pro bono (cuma-cuma)," kata Lyra Versoza, konsultan independen untuk layanan kesehatan mental dan psikososial di Filipina.

Kalaupun ada yang ingin membantu, masih terlalu sedikit psikiater yang ada di Filipina. Semakin jauh dari perkotaan, semakin jarang ada dokter, apalagi psikolog. "kami memiliki sekitar 600 psikiater untuk populasi 110 juta orang, dan sebagian besar berlokasi di Manila," kata Lyra Versoza. (hp/vlz)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait