Gelombang pengungsi yang terus berdatangan kini berkembang menjadi krisis bagi Uni Eropa. Institusi Eropa bungkam, negara anggota saling jegal. Uni Eropa terancam darurat politik. Perspektif Bernd Riegert.
Iklan
Semua merasa miris melihat betapa cepatnya nilai-nilai Eropa nyaris ambruk di bawah tekanan krisis pengungsi. Prosedur penanganan gelombang pengungsi, pemohon suaka dan kaum migran lainnya dari negara tetangga Uni Eropa dengan cepat menjadi ujian bagi keutuhan Eropa yang harus ditangani secepatnya.
Penanganan pengungsi secara manusiawi, tidak lagi bisa dijamin. Tempat penampungan yang penuh sesak, aksi pedagang manusia yang brutal, serangan pembakaran dan kebencian orang asing, serta kamp-kamp sementara yang semrawut di dalam kota: semua ini adalah realita pahit. Eropa yang penuh solidaritas dan adil tidak lagi terlihat.
Aturan Dublin, yang menyebut negara dimana pengungsi masuk untuk pertama kalinya yang harus menanangi, kini tidak lagi berfungsi. Italia, Yunani, Hongaria menjadi bukti paling nyata, bahwa aturan Uni Eropa terkait pengungsi itu tidak sesuai lagi dengan zaman. Tapi juga harus diingat, hanya sebagian kecil dari 28 negara Uni Eropa yang terlibat langsung dalam krisis. Jika pengungsi maunya memohon suaka di Jerman, Austria atau Swedia, negara anggota lain tidak mau peduli.
10 Hal Yang Harus Anda Ketahui Tentang Pengungsi
Badan PBB urusan pengungsi, UNHCR melaporkan sekarang di dunia ada 51 juta orang yang terpaksa meninggalkan daerah asal mereka dan jadi pengungsi. Mereka kerap lari dari penganiayaan di negara sendiri.
Foto: picture alliance/abaca
Definisi Pengungsi
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, pengungsi adalah: seseorang yang meninggalkan rumah atau negaranya akibat “perasaan takut karena termasuk ras, kelompok agama, nasionalitas, kelompok sosial tertentu, atau punya opini tertentu”. Definisi juga mencakup orang-orang yang lari akibat bencana alam dan bencana yang disebabkan manusia. Foto: seorang anak pengungsi Suriah di Turki.
Foto: Getty Images/AFP/B. Kilic
Akibat Kekerasan dan Konflik
Menurut badan urusan pengungsi PBB, UNHCR lebih dari 51 juta orang terpaksa lari dari tempat tinggal mereka akibat kekerasan dan konflik. Jumlah ini mencakup orang yang jadi pengungsi di negara sendiri, yang terpaksa tinggalkan negaranya, juga pencari suaka. Foto: warga Republik Demokrasi Kongo yang lari akibat pertempuran antara militer dan pemberontak (2013) tiba di kota Rutshuru.
Foto: Getty Images/AFP/J. D. Kannah
Pencari Suaka
Pencari suaka adalah orang yang lari ke negara lain dan ingin dapat status pengungsi, tetapi permintaannya belum dievaluasi. Sebagian besar orang jadi pengungsi akibat alasan yang jelas, tetapi hanya sedikit dari mereka memenuhi persyaratan ketat yang diperlukan untuk mendapat status pengungsi.
Foto: picture-alliance/dpa/H. Schmidt
Jumlah Besar Persulit Penanganan
Krisis pengungsi sulit diselesaikan dan perlu waktu lama. Salah satu penyebabnya, karena jumlah pengungsi amat banyak. Sebagai perbandingan: jumlah pengungsi di dunia lebih besar daripada jumlah penduduk Spanyol, atau Canada atau Korea Selatan. Gambar simbol: seorang migran berdiri di pagar yang mengelilingi tempat penampungan pengungsi Temporary Permanence Centre (CPT) di Lampedusa, Italia.
Foto: Getty Images/AFP/A. Pizzoli
Nasionalitas Pengungsi
Hingga Juni 2014, jumlah pengungsi paling banyak berasal dari Afghanistan, Suriah dan Somalia. Jika disatukan, jumlah pengungsi dari tiga negara itu lebih dari 50% jumlah pengungsi di seluruh dunia. Foto: sebuah keluarga pengungsi Afghanistan di Pakistan.
Foto: Majeed/AFP/Getty Images
Yang Mengungsi di Negara Sendiri Lebih Banyak
Kita sering mendengar berita tentang pengungsi yang lari ke negara lain. Sesungguhnya, orang yang mengungsi di negara sendiri jumlahnya jauh lebih besar. Tahun 2013 misalnya, 16,7 juta orang mengungsi ke negara lain, sedangkan 33,3 juta orang mengungsi di negara sendiri. Grafik: jumlah pengungsi intern di beberapa negara.
Tidak Tinggal di Kamp Pengungsi
Secara umum pengungsi sering dianggap tinggal di kamp pengungsi. Sebenarnya, lebih dari dua pertiga pengungsi tinggal di luar kamp pengungsi. Mereka bermukim di kota-kota atau desa-desa, dan kerap di apartemen kecil yang penuh sesak karena digunakan beberapa keluarga. Foto: seorang perempuan dan anak-anaknya yang mengungsi dari Sudan Selatan di kamp pengungsi Kule, Ethiopia.
Foto: Getty Images/AFP/Z. Abubeker
Separuhnya Anak-Anak
Sekitar 46% dari pengungsi sedunia adalah anak-anak. Mereka terpaksa berhenti sekolah. Oleh sebab itu, UNHCR dan International Rescue Committee prioritaskan pendidikan. Sayangnya, sebagian anak tidak diizinkan orang tuanya bersekolah, karena harus membantu keluarga atau menjaga adik. Foto: Seorang ibu warga Suriah memeluk anak perempuannya setelah tiba di pulau Lesbos, Yunani.
Foto: Getty Images/AFP/L. Gouliamaki
Korban Penyiksaan
Sekitar 35% pengungsi di dunia adalah orang-orang yang selamat dari penyiksaan. Selain harus mengatasi cedera fisik, mereka kerap mengalami cedera mental akibat trauma. Ini menyebabkan penyembuhan sangat sulit, terutama selama masih dalam pengungsian.
Foto: JAMES LAWLER DUGGAN/AFP/GettyImages
Mencari Tempat Pemukiman Jangka Panjang
Jika pengungsi tidak bisa kembali ke negara asal, dan tidak bisa menetap di negara tempat mereka mengajukan permintaan suaka, UNHCR berusaha mengalihkan mereka ke negara ketiga. Tetapi jumlahnya sedikit, hanya sekitar 1%. Amerika Serikat adalah negara yang paling banyak menerima pengungsi, setelah dialihkan dari tempat mereka mengajukan suaka. Foto: pengungsi Rohingya di Aceh.
Foto: Reuters/D. Whiteside
10 foto1 | 10
Sistem hukum yang berlaku selama ini di Uni Eropa hancur di bawah tekanan pengungsi. Dan Uni Eropa hanya melihat krisis tanpa melakukan tindakan apapun. Pemerintah Hongaria berusaha dengan caranya sendiri mencari solusi dari kekacauan ini, dengan mendirikan pagar kawat berduri di perbatasan dengan Serbia sepanjang 175 km.
Sebetulnya tidak ada yang siap menghadapi arus pengungsi sederas itu, juga Jerman atau Austria tidak siap. Sejak bertahun-tahun kapasitas penampungan pengungsi sudah dikurangi drastis. Pemerintah Jerman juga hanya memiliki segelintir aparat yang dapat memutuskan menerima atau menolak permohonan suaka.
Dari markas pusat Uni Eropa di Brussel juga tidak banyak berita bagus yang biya didengar. Komisi Uni Eropa ibaratnya baru bangun setelah reses musim panas yang mengajukan 10 rancangan tindakan, yang hingga kini belum ditanggapi negara anggota.
Jika para menteri dalam negeri Uni Eropa tidak dapat menarik keputusan bersama secepatnya menyangkut krisis pengungsi, jangan heran jika perhimpunan ini akan kembali ke zaman dimana masih berdiri tembok dan pagar pembatas. Artinya, inilah situasi darurat politik bagi proyek persatuan Eropa.