Kepala Hak Asasi manusia PBB Zeid Ra’ad al-Hussein memperingatkan, krisi Rohingya di Myanmar bisa berkembang menjadi ancaman dan konflik keamanan serius di kawasan. Disebutkan, jika krisis berbasis identitas keagamanan, konfliknya akan meluas dan makin gawat.
Dari Rakhine, Myanmar, lebih dari tiga setengah juga pengungsi Rohingya tiba di Teknaf, Bangladesh. Bagaimana hidup mereka yang penuh penderitaan dan kenangan menyedihkan?
Foto: DW/M.M. Rahman
Pengungsi Rohingya di daerah Teknaf yang sudah banyak menerima pengungsi.
Foto: DW/M.M. Rahman
Banyak anggota keluarga yang sakit dan yang sudah tua mereka gotong dan akhirnya tiba di Teknaf.
Foto: DW/M.M. Rahman
Sebagian besar pengungsi Rohingya adalah perempuan dan anak-anak.
Foto: DW/M.M. Rahman
Wanita dan anak-anak Rohingya juga harus melewati sungai, di jalan yang panjang untuk mencapai Bangladesh.
Foto: DW/M.M. Rahman
Menurut Badan Pengungsi PBB (UNHCR) sekitar 2,5 juta pengungsi Rohingya telah tiba di Bangladesh sejak 25 Agustus 2017.
Foto: DW/M.M. Rahman
Rumah-rumah keluarga Rohingya di daerah Maungdaw dan Rasidong dibakar selama tiga hari. Gambar diambil dari Pulau Shahpiar.
Foto: DW/M.M. Rahman
Banyak orang terpaksa berhenti di sisi jalan, setelah melintasi malam di bawah langit terbuka.
Foto: DW/M.M. Rahman
Pemerintah Bangladesh berupaya menampung semua pengungsi di tempat penampungan yang luas.
Foto: DW/M.M. Rahman
Lebih dari 200.000 bayi Rohingya kini berada di Bangladesh. Menurut UNHCR lebih dari 1.100 anak datang dari Rakhine tanpa disertai orang tua.
Foto: DW/M.M. Rahman
Rohingya yang cari perlindungan di daerah Teknaf menderita kekurangan makanan akut. Untuk dapat makanan mereka harus berebutan. Penulis: Mustafiz Manun (ml/hp)