1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiJerman

Krisis VW, Gambaran Tantangan Perekonomian Jerman Masa Kini

13 September 2024

PHK massal dan kemungkinan penutupan pabrik di Volkswagen (VW), produsen mobil terbesar Jerman, mencerminkan gejala kelesuan ekonomi yang lebih luas di Jerman.

Model VW di pameran mobil Beijing, September 2020
Model VW di pameran mobil Beijing, September 2020Foto: Thomas Peter/REUTERS

Volkswagen (VW) awal September mengeluarkan peringatan mengenai PHK massal dan kemungkinan penutupan pabrik di Jerman. Ini untuk pertama kalinya dalam 87 tahun sejarahnya, VW mengeluarkan peringatan semacam itu. Sebelumnya, VW menjadi acuan di Jerman karena memberikan jaminan tempat kerja dan tidak pernah melakukan PHK massal.

Tapi saat ini, VW menghadapi krisis yang sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir, akibat melonjaknya biaya produksi, melemahnya perekonomian dalam negeri pasca COVID-19, dan ketatnya persaingan dengan produsen mobil dari Cina. Strategi pindah ke mobil listrik juga menambah kerentanan perusahaan mobil dengan angka penjualan tertinggi secara global setelah Toyota.

VW sekarang harus melakukan penghematan biaya sebesar €10 miliar selama tiga tahun ke depan, yang bisa berarti ribuan pekerjaan akan hilang dan kemungkinan penutupan 10 jalur perakitannya di Jerman.

VW mengatakan hari Selasa (10/9), perusahaan secara resmi mengakhiri kesepakatan keamanan kerja yang telah berlaku selama tiga dekade dengan serikat pekerja. Artinya, VW sekarang bisa melakukan PHK massal.

VW bukan satu-satzunya perusahaan otomotif yang harus berjuang keras di pasar global. BMW baru-baru ini mengumumkan penarikan besar-besaran 1,5 juta kendaraan, karena "masalah teknis". Saham BMW langsung anjlok 11% setelah pengumuman itu.

Produksi mobil listrik VW ID.3 di Jerman Foto: Matthias Rietschel/dpa/picture alliance

Para pesaing otomotif Jerman mulai unjuk gigi

Langkah restrukturisasi besar-besaran yang diumumkan VW adalah bagian dari tantangan yang lebih luas lagi yang dihadapi perekonomian Jerman, di mana gangguan rantai pasokan, krisis energi – terutama akibat berkurangnya pasokan gas Rusia – dan hilangnya keunggulan kompetitif telah menghambat pertumbuhan.

"Volkswagen mewakili keberhasilan industri Jerman selama sembilan dekade terakhir,” kata Carsten Brzeski, kepala ekonom ING bank di Jerman, kepada DW pekan lalu. "Tetapi krisis sekarang adalah dampak stagnasi ekonomi selama empat tahun dan penurunan daya saing internasional selama 10 tahun terhadap perekonomian. Hal-hal tersebut membuat investasi menjadi kurang menarik.”

Perekonomian Jerman mengalami kontraksi 0,3% tahun lalu, menurut badan statistik nasional, Destatis. Tiga lembaga ekonomi terkemuka memperkirakan kenaikan produk domestik bruto (PDB) pada 2024 haya sebesar 0%. Hal ini kontras dengan pertumbuhan 10 tahun berturut-turut yang dialami Jerman sebelum pandemi virus corona – periode pertumbuhan terpanjang sejak reunifikasi pada tahun 1990.

"Pengumuman VW tentu saja merupakan gejala kelesuan yang lebih luas di industri Jerman, bukan hanya satu kasus saja,” kata Franziska Palmas, ekonom senior Eropa di Capital Economics yang berbasis di London, kepada DW. Dia juga menunjuk pada angka produksi industri pada bulan Juli yang hampir 10% di bawah level dari awal tahun 2023. Output industri Jerman berada dalam tren penurunan selama 6 tahun, katanya.

Bangkitnya populisme di Jerman hambat reformasi dan investasi

Sudha David-Wilp, direktur lembaga pemikir Marshall Fund Jerman di Berlin, berpendapat bahwa permasalahan yang dihadapi negara ini adalah akibat dari keengganan pemerintahan-pemerintahan sebelumnya melakukan reformasi yang menyakitkan namun diperlukan. Salah satu alasannya, kata dia, adalah bangkitnya partai-partai populis kanan seperti Alternatif untuk Jerman (AfD) selama dekade terakhir.

"Tahun-tahun Merkel cukup nyaman, dan Jerman cukup kaya untuk melewati krisis COVID-19,” kata David-Wilp kepada DW. "Tetapi dengan bangkitnya populisme, partai-partai mapan ingin memastikan masyarakat Jerman merasa aman secara ekonomi, sehingga mereka tidak lari ke partai-partai yang menyebarkan rasa takut.”

Namun strategi seperti ini hanya menunda hal-hal yang tidak dapat dihindari, karena hambatan ekonomi yang disebabkan oleh pesaing-pesaing berbiaya rendah terus menggerogoti pangsa Jerman dalam perekonomian global. Sementara itu, permasalahan geopolitik yang semakin memburuk – khususnya antara negara-negara Barat, Rusia dan Cina – mengancam akan semakin menghambat globalisasi. Padahal Jerman sebagai negara pengekspor merupakan salah satu penerima manfaat utama dari globalisasi.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

"Dunia sedang berubah, dan sumber pertumbuhan ekonomi kita juga berubah,” kata Carsten Brzeski dari ING. "[Permasalahan VW] harus menjadi peringatan terakhir bagi para pembuat kebijakan di Jerman untuk mulai berinvestasi dan melakukan reformasi, sehingga negara ini dapat kembali menjadi lebih menarik.”

Seberapa cepat reformasi ini dapat terwujud masih belum pasti, karena apa yang disebut "rem utang Jerman" – yang membatasi defisit anggaran struktural tahunan hingga 0,35% dari PDB, berarti hanya ada sedikit ruang untuk melakukan reformasi lebih lanjut. stimulus fiskal.

Bioteknologi, teknologi ramah lingkungan, kecerdasan buatan (AI), dan pertahanan adalah sektor-sektor lain yang sedang berkembang dalam perekonomian Jerman, kata David-Wilp kepada DW, yang dapat didukung lebih lanjut oleh pemerintah saat mereka menyusun strategi industri baru.

"Tidak semuanya merupakan malapetaka dan kesuraman. Masih ada jalan menuju pertumbuhan,” katanya. "Segala sesuatunya harus menjadi buruk sebelum menjadi lebih baik, dan rasa inovasi ini perlu dihidupkan kembali.”

Tapi di kalangan pemerintahan koalisi tiga partai, yaitu SPD, Partai Hijau dan FDP, masih ada pertikaian mengenai anggaran federal tahun 2025. Terutama FDP menolak defisit anggaran yang terlalu besar. Di hadapan delegasi di Forum Ekonomi Dunia pada bulan Januari, Menteri Keuangan Christian Lindner (FDP) mengakui, Jerman saat ini seperti "orang yang lelah" yang membutuhkan "secangkir kopi yang enak" untuk melakukan reformasi struktural.

Nik Martin Penulis berita aktual dan berita bisnis, kerap menjadi reporter radio saat bepergian keliling Eropa.
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait