Belanda mengusir dua menteri Turki. Ankara sebaliknya mengancam bakal menghukum Den Haag "dengan cara paling berat". Apa yang terjadi antara kedua negara? Inilah kronologinya.
Iklan
Hubungan Turki dan Uni Eropa memburuk menyusul serangkaian insiden diplomatik di Belanda. Eskalasi berawal dari rencana Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu yang ingin berkampanye di Rotterdam pada Sabtu (10/3) untuk referendum konstitusi yang kontroversial karena memperkuat kekuasaan Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Namun kampanye yang diniatkan untuk warga negara Turki di Belanda itu dibatalkan sepihak oleh pemerintah kota Rotterdam karena masalah keamanan. Pasalnya Belanda hari Rabu (15/3) akan menggelar pemilihan legislatif. Cavusoglu sebelumnya sudah mengancam akan "menjatuhkan sanksi berat" jika Belanda menghalangi rencananya berkampanye.
Sontak cekcok antara dua negara memanas hanya dalam hitungan jam. Sebagai jawaban pemerintah di Den Haag melarang pesawat yang ditumpangi Cavusoglu mendarat. Hal tersebut menyulut emosi Erdogan. "Mereka adalah keturunan Nazi, mereka adalah kaum fasis. Sekarang kita lihat bagaimana pesawat kalian bisa mendarat di Turki!"
Pada Sabtu malam iring-iringan mobil Menteri Sosial Turki Fatma Betül Sayan Kaya yang datang lewat jalan darat dihadang kepolisian dan dikawal keluar dari Belanda.
Pada saat yang bersamaan ribuan demonstran pro Erdogan berkumpul di depan gedung konsulat Turki di Den Haag. Kepolisian membubarkan paksa aksi tersebut, antara lain dengan menggunakan meriam air.
Sebagai reaksi, Turki menutup gedung kedutaan besar Belanda di Ankara dengan alasan keamanan. Perdana Menteri Turki Binali Yildirim mengancam akan membalas pengusiran menterinya dengan "cara yang paling berat." Sementara Erdogan mengatakan "mereka akan mendapat ganjaran yang sesuai."
Kini beberapa negara Eropa lain mengikuti langkah Belanda dengan melarang kampanye referendum Turki. Austria dan Swiss membatalkan lima acara kampanye. Menteri Dalam Negeri Austria Wolfgang Sobotka mengatakan pihaknya mengkaji penyusunan Undang-undang baru untuk melarang pejabat asing berpidato jika mengancam prinsip dasar Hak Azasi Manusia.
Sementara Kanselir Jerman Angela Merkel yang akan bertemu Erdogan pekan ini menyebut komentar pedas Ankara "tidak layak dikomentari" dan harus dihentikan.
Erdogan sedang bertaruh nasib lewat referendum konstitusi. Menurut berbagai jajak pendapat, sebagian besar penduduk Turki tidak mendukung konstitusi baru yang menanggalkan kekuasaan legislatif tersebut. Kini sang presiden mencoba menggunakan isu pertikaian dengan Eropa buat mendulang suara. "Saya akan mengajarkan kepada mereka apa artinya diplomasi," ujarnya.
Di Penghujung Kekhalifahan Terakhir Islam
Bersama runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah, dunia Islam kehilangan kekhalifahan terakhir di Bumi. Intrik, ambisi dan pengkhianatan mewarnai hari-hari terakhir kerajaan Islam terkuat dalam sejarah itu.
Foto: picture-alliance/dpa
Enam Abad Utsmaniyah
Selama lebih dari enam ratus tahun Kesultanan Utsmaniyah memerintah di Timur Tengah. Kekuasaan mereka membentang dari Budapest hingga ke Sanaa, dari Aljir hingga ke Baghdad. Sejarahwan sepakat, Utsmaniyah hingga kini adalah imperium Islam terkuat dalam sejarah.
Foto: gemeinfrei
Akhir Pahit Kekhalifahan
Sempat memuncak di abad 16 dan 17 pada era Kesultanan Sulaiman Agung, kekuasaan Utsmaniyah mulai goyah di akhir abad ke 19 lantaran perang di luar negeri dan gejolak di dalam negeri. Terutama perang melawan Kekaisaran Rusia di kawasan Balkan banyak menguras kekuatan Utsmaniyah.
Foto: picture-alliance/akg-images
Imperium dalam Gejolak
Pada awal 1900an, Utsmaniyah digoyang sejumlah peristiwa besar, yakni revolusi Gerakan Turki Muda yang menuntut modernisasi, perang melawan Italia di Libya, pertempuran besar dalam Perang Balkan melawan Serbia, Montenegro, Yunani dan Bulgaria, serta percobaan kudeta oleh kaum reformis.
Foto: gemeinfrei
Triumvirat Pasha
Setelah kudeta imperium raksasa itu dikuasai tiga Pasha di awal abad ke20, yakni Menteri Dalam Negeri Mehmed Talaat Pasha, Menteri Kemaritiman Ahmed Djemal Pasha dan Menteri Perang Ismail Enver Pasha yang masih berusia muda. Lewat aksinya, ketiga Pasha kemudian menggariskan tanggal kematian imperium.
Foto: gemeinfrei
Ambisi Sang Menteri
Enver yang ambisius mengidamkan perang sebagai ajang demonstrasi kekuatan Turki. Tanpa mengabarkan anggota kabinet lain, sang menteri memerintahkan dua kapal perang Jerman agar menyamar sebagai kapal Turki dan menyerang pangakalan militer Rusia di Odessa, Sevastopol, dan Theodosia. Hasilnya Enver menyeret Turki ke kancah Perang Dunia I.
Foto: picture-alliance/akg-images
Kehancuran Total
Hasilnya adalah kehancuran total kekuatan militer Utsmaniyah. Satu per satu wilayah jajahannya direbut oleh Rusia, Inggris, Italia dan Perancis. Puncaknya adalah ketika imperium Eropa memaksa Turki menandatangani perjanjian Sèvres yang membagi-bagi wilayah Turki ke dalam negara kecil.
Khalifah Terakhir
Adalah Mehmet VI, khalifah ke-100 Islam dan sultan terakhir Utsmaniyah yang kemudian menuruti hampir semua tuntutan Eropa untuk bisa mempertahankan kekuasaannya. Corak pemerintahannya yang lemah membuat tuntutan untuk membubarkan kesultanan menguat. Terutama di tengah perang kemerdekaan Turki melawan Yunani.
Foto: gemeinfrei
Modernisasi Atatürk
Di hari penuh gejolak itu Mustafa Kemal Pasha, komandam militer Turki selama perang kemerdekaan, menjelma menjadi pahlawan rakyat. Praktis sejak kekalahan dalam PD II, Turki diperintah oleh kaum Kemalis. Kesultanan bahkan tidak berkutik ketika Kemal Pasha mulai melucuti kekuasaannya dan perlahan mengubah Turki menjadi negara sekuler modern.