KSAU Marsekal TNI Fadjar Prasetyo meminta maaf terkait oknum TNI AU yang menginjak kepala warga Papua. Fadjar menegaskan tak ada perintah injak kepala dan tindakan itu murni kesalahan anggotanya.
Iklan
Insiden oknum TNI AU menginjak kepala seorang pria yang diduga sedang mabuk di Kota Merauke, Papua, menjadi sorotan dan ramai kecaman.
Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo meminta maaf terkait aksi salah satu oknum TNI AU yang menginjak kepala warga. Fadjar menyebut hal itu merupakan kesalahan anggotanya.
"Hal ini terjadi semata-mata memang karena kesalahan dari anggota kami dan tidak ada niatan apapun juga apalagi dari berupa perintah kedinasan," ujar Fadjar lewat sebuah video yang diunggah akun Twitter @_TNIAU seperti dilihat detikcom, Rabu (28/07).
Fadjar berharap masyarakat membukakan pintu maaf untuk pihaknya atas kejadian tersebut.
"Sekali lagi saya ingin menyampaikan permohonan maaf yang setinggi-tingginya. Mohon dibuka pintu maaf. Hanya itu yang ingin saya sampaikan. Terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, salam sejahtera," tambahnya.
Sebelumnya, di awal video, Fadjar juga menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh rakyat Papua. Teramat khusus, sambung Fadjar, untuk pria yang diinjak kepalanya oleh oknum TNI AU serta keluarganya.
"Saya selaku Kepala Staf Angkatan Udara ingin menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh saudara-saudara kita di Papua, khususnya warga di Merauke, terkhusus lagi kepada korban dan keluarganya," ungkap Fadjar.
Demonstran Muda Black Lives Matter Katakan: "Cukup Sudah"
Protes terhadap kekerasan polisi terus berlanjut setelah kematian George Floyd di Washington, DC. Banyak anak muda ikut berunjuk rasa dan menuntut keadilan pemerintah.
Foto: DW/C. Bleiker
Nathan (16), Sammy (17), Matthew (15), Noel (18)
Untuk pertama kalinya, para siswa menjadi "bagian dari gerakan besar" seperti yang dijelaskan oleh Noel. "Sebelumnya kami masih terlalu muda. Namun, sekarang kami sudah mengerti apa yang terjadi, kami di sini melakukan apa yang kami bisa untuk komunitas kami." Sammy berkata, "Kami ingin menjadikan Amerika tempat yang lebih baik bagi orang kulit hitam."
Foto: DW/C. Bleiker
Celeste, 21
"Nyawa Orang Kulit Hitam Penting" - Black Lives Matter, panggil siswa itu. "Namun, di sini tidak berlaku". Celeste ingin petugas kepolisian dikendalikan lebih ketat: "Polisi polisi", seperti yang tertulis di posternya. "Para demonstran diperlakukan dengan sangat buruk, itu adalah salah satu kekerasan yang dilakukan polisi", ungkap Celeste.
Foto: DW/C. Bleiker
Deborah, 18
"Saya ingin keadilan bagi George Floyd, Breonna Taylor dan untuk semua orang yang dibunuh oleh polisi setiap hari. Tidak ada konsekuensi, tidak ada yang terjadi", kata Deborah. Bisakah ia dan pengunjuk rasa lainnya membawa perubahan? "Harus! Kita tidak punya pilihan."
Foto: DW/C. Bleiker.
Addie (23), Mary (24)
"Kami berkomitmen agar hak asasi manusia dapat diterapkan di seluruh dunia, tetapi kami tidak dapat melakukan itu jika banyak pelanggaran hak asasi manusia terjadi di negara kami sendiri", kata Addie, yang bekerja untuk Think Tank. "Bersikap netral tidaklah cukup", tambah Mary, seorang anak magang di lembaga hukum. "Diam adalah pengkhianatan".
Foto: DW/C. Bleiker
Westen, 12
"Saya di sini untuk mewakili George Floyd, negara saya dan budaya saya" kata siswa yang berdemonstrasi dengan ayahnya. Apa yang terjadi pada Floyd "sangat menyedihkan".
Foto: DW/C. Bleiker
Mya, 21
"Bentuk penindasan ini, pembunuhan orang kulit hitam, telah ada di masyarakat kita selama lebih dari 400 tahun", ungkap Mya. "Sudah cukup. Kami lelah. Tapi kami juga sudah lelah saat Trayvon Martin dan Eric Garner mati. Sekarang saya akhirnya berada pada usia di mana saya bisa terlibat. Saya harus memastikan bahwa pilihan saya ini penting", tambah Mya.
Foto: DW/C. Bleiker
Kayla, 21
"Sejarah berulang dengan sendirinya dan ini saatnya untuk adanya perubahan", kata Kayla. "Kami punya hak untuk akhirnya didengar, kami sudah menunggu cukup lama. Militer seharusnya tidak berada di sini - pemerintah seharusnya membuat kita merasa lebih aman. Namun sebaliknya, kami harus melakukannya sendiri", jelas Kayla.
Foto: DW/C. Bleiker
Bryan, 25
"Saya sudah cukup melihat orang-orang di komunitas saya mati. Itu membuat saya mual", ungkap Bryan, yang juga bekerja di DPR, sambil menangis. "Hal pertama yang harus dilakukan adalah tidak memilih Trump lagi. Tidak ada alasan bagi seorang presiden untuk mendorong kekerasan dan pembunuhan warganya sendiri", tambah Bryan. (fs/ml)
Foto: DW/C. Bleiker
8 foto1 | 8
Untuk diketahui, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menegaskan dua oknum prajurit TNI AU akan diproses hukum lantaran menginjak kepala warga di Merauke, Papua. Pernyataan itu dilontarkan Hadi menyikapi video singkat yang menayangkan detik-detik dua pria berseragam Polisi Militer TNI Angkatan Udara (POM AU) menginjak kepala warga di Papua yang viral di media sosial.
"Akan diproses sesuai hukum yang berlaku. Malam ini juga langsung diproses," kata Hadi saat dimintai konfirmasi detikcom, Selasa (27/07) malam.
Iklan
Awal mula oknum TNI AU injak kepala warga
Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsma TNI Indan Gilang Buldansyah menyebut insiden itu terjadi di salah satu warung makan di Merauke pada Senin (26/07). Saat itu, terjadi keributan antara seorang warga yang diduga mabuk tersebut dan pemilik warung makan.
"Insiden yang diawali oleh keributan seorang warga yang diduga mabuk dengan pemilik warung," kata Indan Gilang dalam keterangannya.
Indan menyebut saat itulah oknum POM AU datang ke lokasi dan berupaya melerai warga yang mabuk itu dengan pemilik warung. Saat proses penahanan warga yang mabuk itulah terjadi tindakan menginjak kepala yang dilakukan oleh salah satu oknum TNI AU tersebut.
"Melibatkan dua anggota POM AU yang bermaksud melerai, kini dalam penanganan petugas Lanud Merauke," ucapnya. (pkp/ha)