1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

KTT Iklim di Kopenhagen

18 Desember 2009

Tanggal 18 Desember 2009 adalah hari terakhir KTT iklim PBB di Kopenhagen. Bagi banyak pihak harapan terletak di tangan Presiden AS, Barack Obama.

Barack Obama di Kopenhagen (18/12)Foto: AP

Harian Perancis Le Républicain Lorrain mengomentari KTT tersebut dengan menulis:

Memang kemungkinan besar tidak ada perjanjian dengan karakter mengikat yang akan dihasilkan forum yang semakin kacau-balau itu. Tetapi di menit-menit terakhir bisa saja tercapai kesepakatan, yaitu saat para kepala negara yang berbicara, menggantikan para menteri lingkungan hidup. Itu biasa terjadi di perundingan semacam ini. Setelah tuntutan maksimal diajukan pada awal KTT, perasaan takut gagal harus muncul di akhir konferensi, agar semua yang terlibat dapat menyetujui kompromi. Semua orang memandang kepada Barack Obama, kepala negara yang jumlah emisi gas rumah kacanya paling besar di dunia. Tetapi semua orang juga tahu, bahwa walaupun niat Obama baik, kekuasaannya tetap dibatasi Kongres.

Sementara harian Libération menilai Obama punya kewajiban tersendiri.

Tantangan yang dihadapi Obama sesuai dengan harapan yang dibangunnya. Jika Obama mau menjadi pemimpin dunia yang bebas, maka ia juga harus menjadi perintis dalam upaya menghijaukan planet ini. Untungnya, presiden AS itu tidak menjalankan egoisme imperialis, berbeda dengan pendahulunya. Obama adalah pendukung multilateralisme. Dengan demikian ia membangunkan harapan akan adanya kerjasama yang terbuka dan efisien. Sekarang idealisme yang indah ini harus dilaksanakan.

Polisi Denmark mengawasi sekelompok demonstran yang ditangkap (12/12)Foto: dpa

Harian konservatif Spanyol ABC menyoroti sisi lain KTT, yaitu aktivis lingkungan yang fundamentalis.

Harian itu menulis: KTT iklim kemungkinan menjadi kegagalan besar. Bentrokan antara demonstran yang militan dan polisi mendapatkan lebih banyak perhatian daripada perundingannya sendiri. Ada banyak alasan untuk menjaga kelestarian planet Bumi. Namun fundamentalisme hijau yang bersembunyi di balik industri propaganda menyebabkan timbulnya keraguan akan niat baik pengkhotbah tema-tema ekologis.

Terakhir, harian Die Presse yang terbit di ibukota Austria, Wina menyoroti KTT dari sudut pandang persaingan AS dan Uni Eropa.

Persaingan kekuatan antara AS dan Uni Eropa bukan hal yang baru lagi. Kedua kekuatan yang dipisahkan samudera Atlantik itu sudah lama bersaing memperebutkan peranan sebagai pemimpin dunia. AS sering memiliki kartu yang lebih baik, tetapi dalam masalah perlindungan iklim Eropa biasanya unggul. Tidak ada wilayah bumi lain, di mana sistem perdagangan sertifikat emisi berfungsi lebih baik daripada di Eropa. Lagipula Eropalah yang pertama memutuskan tujuan kongkrit dan mengikat untuk masa setelah Protokol Kyoto habis masa berlakunya. Di samping itu tidak ada wilayah ekonomi lain yang memenuhi tujuan Protokol Kyoto sebaik Eropa. Tetapi gambaran positif Eropa mulai terganggu. Dampaknya dapat terlihat di KTT Kopenhagen. Di bawah pimpinan Uni Eropa KTT sudah berada di ambang kegagalan. Kemudian datang AS. Setiap harinya orang penting dari AS berbicara di konferensi, yaitu Al Gore, John Kerry, Hillary Clinton, dan akhirnya Presiden Barack Obama. Seperti biasa, Uni Eropa tidak punya apa-apa untuk menyaingi AS.

ML/AR/afp/dpa