COP25: 200 Negara Tunjukkan Komitmen Dalam "Revolusi Hijau"
3 Desember 2019
Sekjen PBB Antonio Guterres mengaku kecewa terhadap upaya negara-negara di dunia dalam mengurangi emisi karbon. Hal ini ia sampaikan saat berpidato di pembukaan KTT Iklim COP25 yang digelar di Madrid, Spanyol.
“Apakah kita benar-benar mau dikenang sebagai generasi yang sembunyi dari kenyataan?” kata Guterres dalam pidato pembukanya. Dia pun mendesak delegasi negara-negara yang hadir untuk tidak menyerah menghadapi perubahan iklim.
Konferensi iklim ini sebelumnya akan digelar di Santiago, Chili. Namun karena adanya kekacauan politik di Chili, gelaran tersebut dipindahkan ke Madrid, Spanyol.
Konsep perdagangan emisi berbasis pasar juga akan menjadi isu utama dalam konferensi ini.
Percaya sains
Banyak pemimpin dan perwakilan dunia menyampaikan pidatonya di hari pertama konferensi iklim terbesar ini.
Pelaksana tugas Perdana Spanyol, Pedro Sanchez mengecam pihak yang menyangkal perubahan iklim, dengan mengatakan “hanya segelintir orang fanatik yang menyangkal bukti (perubahan iklim).”
Ketua DPR Amerika Serikat (AS), Nancy Pelosi mengatakan kepada wartawan bahwa dirinya setuju dengan sentimen itu. Menurutnya, para pemimpin harus percaya terhadap sains dan ilmu pengetahuan ketika berbicara tentang perubahan iklim.
Dalam pidatonya, Pelosi membantah adanya saran bahwa kehadiran AS di konferensi iklim tahunan ini mungkin menjadi yang terakhir.
Sebelumnya pada bulan lalu, Presiden AS, Donald Trump secara resmi mengeluarkan AS dari kesepakatan iklim Paris, tetapi Pelosi mengatakan bahwa AS tetap berkomitmen dalam tujuannya tentang perubahan iklim.
“Kami di sini ingin mengatakan kepada Anda semua, atas nama Dewan Perwakilan Rakyat dan Kongres Amerika Serikat, kami masih terus bekerja (untuk perubahan iklim),” ucapnya kepada para delegasi selama pidato.
Eropa memimpin
Menteri Iklim baru dari Polandia, salah satu negara produsen batu besar terbesar di Eropa, mengatakan bahwa tujuannya adalah melipatgandakan upaya untuk mengurangi emisi gas karbon dan mengembangkan sumber energi bersih baru. Diketahui, Polandia bergantung pada bahan bakar fosil untuk 80% suplai energinya.
Dalam sambutannya, Guterres juga mengkritik negara-negara yang memiliki ketergantungan dalam produksi batubara.
“Rekomendasi kami adalah untuk negara-negara agar berpikir matang sebelum membangun pembangkit listrik batubara baru dan bagi mereka yang telah melakukannya, agar mulai memusnahkan yang lama,” katanya.
Meskipun begitu, Guterres optimis bahwa Eropa dapat memimpin jalan bagi terjadinya reformasi iklim, beberapa hari setelah Uni Eropa deklarasikan “darurat iklim”.
“Saya yakin bahwa Eropa akan berada dalam posisi untuk bernegosiasi dengan Cina, India, Amerika Serikat, juga Rusia sehingga semua bisa memahami bahwa ini harus menjadi upaya kolektif. Mereka juga harus melakukan koreksi terhadap kebijakan negaranya agar emisi dapat dikurangi secara drastis,” kata Guterres.
Presiden baru Komisi Eropa Ursula von der Leyen juga turut hadir dalam konferensi itu. Komisi Eropa rencananya akan menyampaikan Kesepakatan Hijau Eropa yang baru untuk mengatasi perubahan iklim, pada Desember. Kesepakatan itu akan menjadi investasi bernilai satu miliar euro dalam mengatasi perubahan iklim.
Konferensi iklim ini akan berlangsung selama 12 hari. Aktivis iklim Swedia, Greta Thunberg diperkirakan akan tiba di Eropa pada hari Selasa setelah melintasi Samudera Atlantik untuk kedua kalinya menggunakan kapal katamaran. Dia disebut akan hadir dan berpidato di konferensi itu, seperti yang telah dia lakukan di sidang majelis umum PBB di New York pada September lalu.
gtp/vlz (AP, dpa, AFP)
10 Kota Dengan Jejak Karbon Tertinggi Di Dunia
Kota-kota menyumbangkan sebagian besar emisi karbon global. 100 pusat perkotaan membentuk 18 persen emisi di seluruh dunia. Inilah 10 kota metropolitan dengan jejak karbon tertinggi.
Foto: picture-alliance/AP/Joseph Nair
10. Riyadh, Arab Saudi
Kota terbesar di Arab Saudi ini adalah juga kota paling tercemar, terutama karena aktivitas industrinya. Para peneliti menemukan bahwa kota berpenduduk padat menyumbang sebagian besar emisi total di sebuah negara. Area kota besar menghabiskan lebih dari 70 persen total energi dunia - yang berarti bahwa kota-kota metropolitan punya pengaruh besar mengubah situasi iklim global.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Schreiber
9. Tokyo, Jepang
Hanya sekitar 2 persen mobil baru yang dijual di Tokyo ramah lingkungan. Daerah perkotaan Tokyo-Yokohama, dengan populasi urban terbesar dunia, memancarkan CO2 dalam jumlah besar setiap tahun - 62 juta ton untuk Tokyo saja. Tetapi Deklarasi Tokyo baru-baru ini memberi harapan: 22 metropolitan telah berkomitmen untuk mengatasi polusi udara dan mempromosikan kendaraan nol-emisi.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Tödt
8. Chicago, Amerika Serikat
Inilah kota ketiga terpadat di AS, dan memiliki jejak karbon terbesar ketiga. Polusi di wilayah metropolitan Chicago meningkat secara signifikan antara 2014 dan 2016, menurut sebuah studi dari American Lung Association. Chicago juga digolongkan sebagai kota terkotor ketiga di AS. Lalu kota manakah yang kedua lainnya?
Foto: picture-alliance/AA/B. S. Sasmaz
7. Singapura
Banyak industri di Singapura masih terbelakang, menurut besarnya emisi emisi CO2. Sektor manufaktur akan mencapai 60 persen dari seluruh emisi kota ini pada tahun 2020. Tetapi pemerintah Singapura telah menyadari bahwa inilah saatnya untuk bertindak, dan menyatakan 2018 sebagai tahun aksi iklim. Singapura juga mengumumkan pajak karbon atas fasilitas-fasilitas yang sangat polutif.
Foto: picture-alliance/AP/Joseph Nair
6. Shanghai, Cina
Tidak mengherankan kalau Shanghai masuk peringkat 10 besar, karena kota ini termasuk kota terpadat dunia. Kemacetan telah menyebabkan masalah lingkungan yang serius, termasuk polusi udara dan air. Seperti di banyak kota Cina lainnya, pembangkit listrik dan lalu lintas adalah penyebab utama emisi karbonnya.
Foto: picture-alliance/Imaginechina/Z. Yang
5. Los Angeles, Amerika Serikat
Kualitas udara di kota ini digolongkan sebagai yang terburuk di AS. Tapi Negara Bagian California telah menetapkan target ambisius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sampai 40 persen pada 2030. Terutama dengan menggunakan energi bersih dan mendukung mobil listrik atau hibrida. Gubernur California Jerry Brown telah mengambil peran utama dalam perang melawan perubahan iklim.
Foto: picture-alliance/Bildagentur-online/Rossi
4. Hong Kong, Cina
Wilayah otonomi khusus Cina ini berpenduduk padat. Ribuan kendaraan setiap hari memenuhi jalan. Selain itu, pembangkit listrik tenaga batu bara dan industri memuntahkan asap dan mencemari udara. Menurut Departemen Perlindungan Lingkungan, sektor pengiriman kargo juga bertanggung jawab sampai 50 persen dari emisi karbon Hongkong.
Foto: picture alliance/dpa/L. Xiaoyang
3. New York, Amerika Serikat
Kota terpadat di AS ini menempati ranking ketiga dalam peringkat kota dengan jejak karbon tertinggi dunia. Tapi Los Angeles bekerja keras untuk mengurangi emisinya. Pada bulan Januari, pemerintah kota menggugat lima perusahaan minyak terbesar dunia - BP, Chevron, ConocoPhillips, ExxonMobil, dan Royal Dutch Shell - karena kontribusi mereka terhadap perubahan iklim dan dampaknya terhadap kota.
Foto: picture-alliance/Sergi Reboredo
2. Guangzhou, Cina
Di kota terpadat ketiga di Cina ini, pabrik dan kendaraan terus menerus mengeluarkan emisi berbahaya. Smog menjadi pemandangan sehari-hari. Tapi Guangzhou telah berkomitmen untuk mengganti seluruh armada bus dan taksi berbahan bakar fosil dengan kendaraan listrik murni sampai tahun 2020. Langkah itu diambil setelah kampanye besar-besaran oleh kelompok-kelompok lingkungan seperti Greenpeace.
Foto: CC/Karl Fjellstorm, itdp-china
1. Seoul, Korea Selatan
Seoul adalah kota metropolitan dengan jejak karbon tertinggi di dunia. Polusi udara jadi masalah lingkungan dan kesehatan terbesar: Lebih 30.000 ton polutan berbahaya dikeluarkan ke udara hanya dari 10 pembangkit listrik tenaga batu bara. Dalam beberapa tahun terakhir, kota ini telah menghentikan operasi pembangkit listrik ini untuk mengatasi masalah tersebut. (hp/vlz)