1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

KTT Uni Eropa - Jepang Bahas Krisis Pangan

24 April 2008

Uni Eropa dan Jepang menggelar pertemuan puncak di Tokyo, untuk tindakan secepatnya mengatasi kenaikan harga bahan pangan serta perubahan iklim global.

Menjelang KTT G-8 di yang akan digelar di Jepang, para demonstran memrotes politik G-8 yang dinilai merugikanFoto: picture-alliance/ dpa

Dalam pertemuan puncak yang digelar hari Rabu (23/4) di Tokyo, Komisaris Urusan Luar Negeri Uni Eropa Benita Ferrero-Waldner memuji kebersamaan antara Uni Eropa dengan Jepang. Ferrero-Waldner mengatakan: "Saya percaya, pada dasarnya kita adalah mitra strategis, yang terutama memiliki tata nilai yang sama seperti demokrasi dan hak asasi manusia, yang kita pertahankan bersama."

Dalam pernyataan penutup pertemuan puncak di Tokyo itu disebutkan, kenaikan drastis harga bahan pangan di seluruh dunia dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi global. Perdana Menteri Jepang Yasuo Fukuda, Presiden Komisi Eropa Jose Manuel Barroso dan Ketua Dewan Eropa saat ini, Perdana Menteri Slovenia Janez Jansa menegaskan, tema kenaikan harga bahan pangan harus segera dibahas dan dilancarkan tindakan pencegahannya. PM Jepang Fukuda juga menekankan, tema harga bahan pangan akan dimasukan sebagai agenda utama dalam KTT G-8 yang akan digelar di Jepang bulan Juni mendatang.

Tema penting lainnya yang dibahas dalam pertemuan puncak Uni Eropa-Jepang itu adalah perang melawan emisi gas rumah kaca. Jepang masih ketinggalan jauh dalam pemenuhan target penurunan emisi gas rumah kaca sesuai Protokol Kyoto. Sampai tahun 2020 mendatang, Jepang diwajibkan menurunkan emisi karbon dioksidanya sebesar 6 persen dari tingkat emisi tahun 1990. Dalam waktu bersamaan, tahun 2008 ini sebagai ketua G-8, Jepang juga harus menetapkan target baru dalam penurunan emisi gas rumah kaca setelah berakhirnya masa berlaku Protokol Kyoto tahun 2012 mendatang.

Komisaris Urusan Luar Negeri Uni Eropa Benita Ferrero-Waldner menegaskan: "Saya pikir amat bagus, tema ini dibahas sebagai agenda utama dalam perundingan di Tokyo. Kami hendak menetapkan sasaran ambisius yang mengikat. Kami mengharapkan, sebagai ketua G-8 dalam KTT di Hokkaido nanti menetapkan sasarannya sendiri dengan tegas."

Akan tetapi, sejauh ini dari pemerintah Jepang belum terlihat pertanda adanya haluan yang tegas. Basis tahun untuk penurunan lebih lanjut emisi karbon dioksida belum ditetapkan. Juga target penurunan emisi yang akan diwajibkan masih mengambang. Jepang menghendaki target penurunannya dibagi-bagi secara berbeda berdasarkan sektor industri. Sementara Uni Eropa menetapkan target penurunan emisi karbon dioksida hingga tahun 2020 mendatang sebesar 20 persen dari tingkat emisi tahun 1990.

Selain itu juga dibahas dalam pertemuan puncak Jepang-Uni Eropa di Tokyo itu antara lain masalah hukuman mati dan konflik Tibet. Uni Eropa menuntut Jepang untuk segera mengapus ketentuan hukuman mati. Tahun 2008 saja Jepang telah melaksanakan tujuh kali eksekusi hukuman mati. Juga Uni Eropa mengimbau Jepang untuk bersikap selaras dengan politik Barat dalam tema konflik Tibet. Jepang diharapkan mendesak pimpinan Cina untuk melakukan pembicaraan konstruktif secara mendasar dengan Dalai Lama. (as)