1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

KTT Uni Eropa; Rencana kunjungan Bush ke Jerman

17 Desember 2004

Konferensi Tingkat Tinggi Uni Eropa, membahas dimulainya perundingan keanggotaan Turki, tetap menjadi sorotan harian-harian internasional. Selain itu, harian-harian Jerman, juga menanggapi dengan kritis, rencana kunjungan presiden AS, George W.Bush ke Jerman.

PM Turki Erdogan di KTT Uni Eropa
PM Turki Erdogan di KTT Uni EropaFoto: AP

Mula-mula ulasan menyangkut KTT Uni Eropa yang terutama membahas tema Turki. Harian Belgia De Morgen yang terbit di Brussel menulis :

Jika suhu politik terus memanas, bahkan 10 tahun sebelum keputusan penerimaan Turki menjadi anggota Uni Eropa, tentu saja memiliki alasan sendiri, yang jarang diungkapkan secara resmi. Yakni, bagi sebuah negara Muslim seperti Turki, tidak ada tempat di Eropa yang Kristen. Argumen lebih lanjut, budaya Islam tidak akan pernah menjadi bagian dari identitas Eropa. Pada dasarnya, sikap ini adalah ketakutan terhadap Islam yang sulit disembuhkan. Padahal, Turki adalah negara Islam yang paling barat, dimana pemisahan antara agama dan negara, sudah dilakukan ketika di Eropa gereja Katolik masih berkuasa. Dan Turki adalah negara Islam, yang menerapkan hak pemilu bagi wanita, duapuluh tahun lebih cepat dari Belgia.

Harian liberal Denmark Politiken menilai, keputusan dimulainya perundingan keanggotaan Turki adalah momen sejarah. Lebih lanjut harian ini menulis :

Keputusan bersejarah ini akan lebih tegas, jika dibayangkan bagaimana kalau kebalikannya yang terjadi. Sebuah Turki yang ditolak oleh Eropa, akan lebih berorientasi ke Rusia atau ke kawasan Arab. Dalam tahun-tahun mendatang, pasti terdapat banyak peluang untuk lebih mendekatkan Turki. Keputusan besar dalam KTT Uni Eropa, sebetulnya merupakan satu etappe, dalam perubahan lambat Uni Eropa, dari sebuah pasar bersama, menjadi perkembangan politik bersama seluruh Eropa. Keputusan menerima Turki sebagai bagian Eropa, merupakan arah yang tepat. Akan terjadi bencana, jika keputusan ini kembali dimentahkan.

Harian konservatif Austria, Die Presse yang terbit di Wina menulis :

Dalam istilah politik, selalu disebutkan berhasil dibangun jembatan. Tapi, biasanya jembatan ini tidak menghubungkan apapun. Istilah yang sekarang sangat digemari, adalah Turki sebagai jembatan Eropa. Di masa depan, Turki digambarkan sebagai perantara bidang budaya dan keagamaan Eropa dengan dunia Islam. Akan tetapi, mengapa sekarang ini tidak dikukuhkan minimal sebuah titik acuan bagi Turki. Dalam metafora diplomatik, memang sudah lazim membangun karya besar arsitektur hanya dengan kata-kata. Misalnya saja, Turki sebagai jembatan Eropa, ibaratnya sebuah jembatan yang menuju ke antah berantah.

Selain tema Uni Eropa dan Turki, tema penting lain, yang disoroti harian-harian Jerman, adalah rencana kunjungan presiden AS, George W.Bush ke Jerman. Kunjungan ke negara yang oleh Bush disebut Eropa yang kolot, dipandang merupakan upaya yang tepat bagi peredaan ketegangan. Harian Die Welt yang terbit di Berlin menulis :

Gedung Putih rupanya menyadari, lebih baik makan buah pahit bersama Jerman, ketimbang bersama Perancis. Sikap bersahabat dan pujian timbal balik, kini membuahkan hasil, bahwa presiden Bush dalam kunjungannya ke Eropa, tidak hanya singgah di Brussel, akan tetapi juga di Jerman. Sebuah peluang, yang tidak gampang terulang kembali. Jerman memerlukan Amerika dalam perang melawan teror, di tatanan politik Eropa dan dalam panggung diplomatik global. Berlin yang menghendaki status sebagai anggota tetap Dewan Keamanan, boleh saja meminta dukungan sebanyak mungkin negara, akan tetapi tanpa kemurahan hati Washington, jangan harap keinginan itu dapat tercapai.

Sementara harian Financial Times Deutschland mengulas tema rencana kunjungan Bush ke Jerman awal tahun depan sbb :

Upaya kembali melakukan pendekatan memang harus dipuji. Akan tetapi, jika hal itu hanya menyangkut basa basi di permukaan, terdapat bahaya, munculnya kekecewaan baru. Harus disadari, posisi Jerman dan Amerika, pada beberapa point sangat jauh berbeda. Misalnya dalam tema demokrasi terpimpin dari presiden Rusia, Wladimir Putin, atau dalam hubungan dengan pimpinan komunis di Beijing, serta dalam sengketa atom dengan Iran. Di kedua belah pihak sebetulnya masih terdapat ketidak percayaan. Sementara itu, tatanan geo-politik secara material juga sudah berubah. Memang AS masih tetap memegang peranan utama, namun tuntutan Jerman dan Eropa untuk menjalankan politik luar negeri yang mandiri, juga semakin besar.