1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikEropa

KTT UE: Sanksi Rusia Mandek, Gaza Buntu dan Tarif Mengintai

27 Juni 2025

Dalam pertemuan puncak para pemimpin Eropa di Brussels, Kamis (26/06), selama 16 jam dihabiskan untuk menavigasi isu paling mendesak: Sanksi terhadap Rusia, perang Gaza, dan konflik dagang dengan Amerika Serikat.

Brüssel 2025
KTT Uni Eropa dengan kepala pemerintahan dari delapan negara - Kanselir Jerman Friedrich Merz, Perdana Menteri Polandia Donald Tusk, Perdana Menteri Finlandia Petteri Orpo, Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen, Presiden Lithuania Gitanas Nauseda, Perdana Menteri Irlandia Micheal Martin, Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson, Perdana Menteri Estonia Kristen Michal bertemu di Brussels,Foto: Christian Hartmann/REUTERS

Di tengah langit mendung Brussels yang diselimuti ketegangan global, di ruang tertutup,  para pemimpin Uni Eropa menyuarakan satu tekad: Memperkuat dukungan bagi Ukraina menghadapi gempuran Rusia.

Dalam pertemuan puncak yang dipenuhi nada waspada, para pemimpin Uni Eropa, menyerukan pengiriman sistem pertahanan udara, antidrone, dan amunisi kaliber besar. Semua demi membantu Ukraina mempertahankan tanah air dan rakyatnya dari gempuran Rusia.

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, hadir dalam pertemuan secara virtual. Bayangannya di layar menjadi simbol bahwa perang tak menghapus semangat perlawanan.

Namun, di balik kata-kata solidaritas, kenyataan politik tetaplah rumit. Dilansir dari Associated Press, upaya menerapkan sanksi tambahan terhadap Rusia—terutama menargetkan "armada bayangan” kapal tanker minyak yang masih memberi pemasukan pada Kremlin—berjalan lambat. Satu negara, seperti biasa, memilih tak seiring jalan: Hungaria. Perdana Menteri Viktor Orbán dengan tegas menolak, dan tanpa tedeng aling-aling menyatakan, "NATO tak punya urusan di Ukraina.”

Alhasil, tak ada sanksi baru terhadap Rusia yang bisa disahkan. Meski begitu, negara-negara lain tetap memuji kemajuan reformasi Ukraina dalam proses menuju keanggotaan Uni Eropa. Namun bagi Kyiv, pujian tanpa aksi tetaplah kenyataan pahit. Demikian dikutip dari dpa.

Sementara itu, garis depan yang membentang lebih dari 1.000 kilometer terus menjadi medan berdarah. Rusia memperoleh keuntungan geografis, tetapi harus membayarnya dengan harga mahal: Banyak korban jiwa berguguran dan kerugian dari segi peralatan.

Di lain pihak, Ukraina, meski kalah jumlah dalam hal pasukan militer atau persenjataan dibanding Rusia, meski kalah dalam segi jumlah, masih melawan—berkat strategi dan armada drone yang nyaris menjadi legenda perang modern. Demikian dikutip dari Associated Press.

Tim penyelamat membawa seorang perempuan yang terluka di lokasi bangunan yang rusak akibat serangan rudal Rusia, di tengah serangan Rusia terhadap Ukraina, di wilayah Dnipropetrovsk, Ukraina, 24 Juni 2025.Foto: Press service of the State Emergency Service of Ukraine in Dnipropetrovsk region/REUTERS

Di luar medan tempur: Perang tarif dan perdagangan menghantui

Tak hanya perang bersenjata yang jadi perhatian. Di balik pintu-pintu kaca gedung Dewan Eropa, ada isu lain yang tak kalah panas: Perang dagang.

Dikutip dari dpa, bayangan Donald Trump kembali menghantui pertemuan. Dengan tenggat 9 Juli mendekat, Uni Eropa dikejar waktu menyelesaikan sengketa dagang dengan Amerika Serikat. Presiden AS mengancam akan memberlakukan tarif tambahan besar—hingga 50% untuk mobil, baja, aluminium.

Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen melaporkan bahwa negosiasi dengan Amerika Serikat, khususnya dengan Presiden AS Donald Trump, berada di ambang waktu. Ancaman tarif 50% terhadap mobil dan baja dari Eropa menghantui industri dan pertumbuhan ekonomi.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

"Kami siap untuk membuat kesepakatan,” ujarnya di konferensi pers. "Tapi kami juga siap untuk skenario terburuk. Semua opsi masih di atas meja.” Eropa pun telah menyiapkan daftar produk AS yang akan dikenai tarif balasan jika jalan damai gagal ditempuh.

Dilansir dari Associated Press, Presiden Prancis Emmanuel Macron menambahkan nada keras: "Kami tak akan membuat kesepakatan dengan harga yang terlalu mahal. Jika mereka mengenakan tarif, kami akan membalas.”

Namun Kanselir Jerman, Friedrich Merz, sadar dampaknya bagi industri Jerman, dan berkata tegas: "Lebih baik cepat dan sederhana, daripada lambat dan rumit.” Ia tak ingin sektor otomotif, farmasi, dan teknik Jerman menjadi korban tarik-ulur politik internasional. Demikian dikutip dari dpa.

Di Gaza, luka dunia menganga

Di akhir hari yang sarat diplomasi, para pemimpin Eropa juga menoleh ke selatan, ke Gaza. Pernyataan bersama KTT mencerminkan kekhawatiran mendalam: Jumlah korban sipil yang tak terperi, kelaparan meluas, sementara blokade mencengkram rakyat Palestina.

Uni Eropa menyerukan agar Israel membuka sepenuhnya blokade bantuan. Namun, perpecahan dalam tubuh UE sendiri membuat langkah konkret sulit dilakukan.

Beberapa negara masih kokoh mendukung Israel. Sementara itu, suara-suara kritis di Parlemen Eropa memperingatkan: "Eropa kehilangan kredibilitas jika terus bungkam terhadap penderitaan ini."

Warga dan kerabat warga Palestina yang meninggal akibat serangan tentara Israel saat menunggu bantuan AS di Rafah menghadiri upacara pemakaman setelah jenazah dibawa dari Rumah Sakit Nasser untuk dimakamkan di Khan Yunis, Gaza pada 25 Juni 2025Foto: Abed Rahim Khatib/Anadolu/picture alliance

Dilansir dari dpa, meski penuh energi, pertemuan tingkat tinggi itu gagal mencapai kesepakatan konkret dalam banyak hal. Isu kerja sama dengan Israel terhenti di tengah jalan. Hanya ada satu kalimat di akhir pernyataan: Para pemimpin "mengakui” laporan internal yang menyatakan bahwa tindakan Israel di Gaza melanggar prinsip kerja sama Uni Eropa.

Cahaya di tengah kebuntuan: Bulgaria menyambut Euro

Meski banyak ketegangan, satu titik terang muncul bagi Bulgaria yang diizinkan menggunakan mata uang euro mulai 1 Januari 2026. Negara Balkan itu akan menjadi anggota ke-21 zona euro. Langkah ini membawa harapan baru bagi salah satu negara termiskin di Eropa.

Editor:  Rizki Nugraha

 

 

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya