1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikItalia

Kubu Konservatif Italia Dukung Berlusconi Jadi Presiden

14 Januari 2022

Terlibat berbagai skandal, nama Berlusconi tetap berkibar di ajang politik Italia. Pemilihan presiden akhir Januari mendominasi perdebatan politik saat ini dan akan berdampak besar pada masa depan Italia.

Iklan satu halaman di koran Italia untuk mendukung Berlusconi jadi presiden, 13 Januari 2022
Iklan satu halaman di koran Italia untuk mendukung Berlusconi jadi presiden, 13 Januari 2022 Foto: Vincenzo Pinto/AFP/Getty Images

Berbeda dengan Indonesia, jabatan presiden di Italia memang hanya jabatan seremonial, karena pemerintahan dijalankan oleh seorang perdana menteri. Tetapi pemilihan presiden kali ini akan punya dampak penting. Blok konservatif kanan-tengah Italia sekarang menyatakan akan akan mendukung mantan Perdana Menteri Silvio Berlusconi untuk menjadi presiden Italia berikutnya.

"Kubu Kanan tengah secara tegas sepakat mendukung Berlusconi, kami tidak akan menerima veto ideologis dari kubu kiri," kata pimpinan partai Lega Nord Matteo Salvini, yang juga menjabat Wakil Perdana Menteri, hari Kamis (13/1) menanggapu pernyataan kubu kiri Italia yang menolak ambisi Berlusconi menjadi presiden.

Parlemen Italia akan bersidang pada 24 Januari untuk memulai pemungutan suara pemilihan presiden, menggantikan Sergio Mattarella yang akan meninggalkan jabatan itu. Para pemimpin sayap kanan-tengah diperkirakan akan membahas situasi tersebut pada pertemuan hari Jumat (14/1).

PM Italia Mario Draghi (kanan) menerima kunjungan Kanselir Jerman Olaf Scholz (kiri) di Roma, 20 Desember 2021Foto: Guglielmo Mangiapane/REUTERS

PM Mario Draghi akan mencalonkan diri?

Perdana Menteri saat ini, Mario Draghi disebut-sebut sebagai salah satu kandidat terkuat untuk jabatan presiden. Namun jika dia mencalonkan diri, Italia harus mencari penggantinya sebagai Perdana Menteri. Banyak pihak khawatir, jika Draghi tidak memimpin pemerintahan lagi, kekacauan segera terjadi di kalangan pemerintahan koalisi dan Italia harus menggelar pemilu baru.

Di bawah pemerintahan Mario Draghi, yang mantan Presiden Bank Sentral Eropa, ekonomi Italia memang mulai pulih. Italia juga cukup berhasil mengatasi gejolak ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19 yang lama melumpuhkan perekonomian. Sejak dilantik sebagai PM Italia oleh Preiden Sergio Mattarella pada Februari 2021, Mario Draghi memimpin pemerintahan persatuan nasional dengan koalisi hampir semua partai politik.

Dalam konferensi pers minggu ini, Matteo Salvini menjelaskan partainya akan siap untuk tetap berada di pemerintahan, bahkan jika Mario Draghi tidak menjadi Perdana Menteri lagi. Semengtara Partai Forza Italia pimpinan Berlusconi menyatakan, akan mundur dari pemerintah persatuan nasiomal, jika Draghi mencalonkan diri sebagai Presiden.

Pemilihan presiden yang rumit

Presiden Italia dipilih lewat pemungutan suara yang diadakan di antara lebih dari 1.000 anggota parlemen dan perwakilan daerah. Pemungutan suara bersifat rahasia, sehingga sulit bagi para pemimpin partai untuk memastikan anggota parlemennya mengikuti instruksi mereka.

Banyak pengamat politik tidak yakin Silvio Berlusconi - yang masih menghadapi persidangan pengadilan terkait dengan skandal pesta seks "Bunga Bunga" - akan berhasil mengumpulkan dukungan luas yang dibutuhkan untuk memenangkan pemilihan presiden. Jika semua anggota parlemen kubu konservatuf kanan mendukugnnya, Berlusconi masih membutuhkan setidaknya 50 suara lagi untuk menjadi presiden. Artinya, Berlusconi perlu dukungan luas dari 113 anggota parlemen yang tidak terafiliasi pada partai tertentu.

Pemimpin fraksi Lega Nord di parlemen, Riccardo Molinari dalam wawancara radio mengatakan, partainya memang ingin Silvio Berlusconi menjadi presiden, tapi untuk itu diperlukan juga dukungan dari kubu kiri. "Bukan rahasia lagi bahwa Berlusconi adalah sosok yang memicu polarisasi," katanya.

hp/as   (rtr, afp)