1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kudeta di Mali

22 Maret 2012

Tentara yang memberontak mengambil kekuasaan di Istana Presiden Mali di ibukota Bamako dan mengeluarkan jam malam. Mereka juga menyatakan Presiden Touré disingkirkan.

Civilians cheer as mutinous soldiers drive past, in front of a backdrop of burning tires, in Bamako, Mali Wednesday March 21, 2012. Gunshots could still be heard in the Malian capital late Wednesday, hours after angry troops started a mutiny at a military base near the presidential palace. Soldiers stormed the offices of the state broadcaster, yanking both TV and radio off the air.(Foto:Harouna Traore/AP/dapd)
Kudeta di MaliFoto: AP

Seorang tentara yang memberontak sesaat sebelum berpidato lewat radio, kepada kantor berita AFP mengatakan sejumlah menteri kabinet Presiden Amadou Toumani Touré ditangkap. Diantaranya menteri luar negeri Soumeylou Boubeye Maiga. Tidak ada pernyataan resmi dari pihak pemerintah.

Seorang militer yang loyal terhadap pemerintah mengatakan kepada kantor berita AFP, Presiden Touré berada dalam keadaan sehat dan berada di lokasi yang aman. Pejabat itu menolak menyebutkan identitasnya juga tidak menyebutkan tempat keberadaan Touré. Ia juga mengatakan, menteri dalam negeri dan menteri pertahanan Mali, juga selamat. Presiden Mali Amadou Toumani Touré yang sudah menjalani masa jabatan kedua, sebetulnya sudah akan mengundurkan diri setelah pemilihan presiden yang dijadwalkan berlangsung 29 April mendatang.

Presiden Mali Amadou Toumani ToureFoto: AP

Pemberontakan berlangsung sejak Rabu (21/03). Para tentara yang menuntut persenjataan lebih lengkap untuk perang melawan pemberontak Tuareg di utara Mali, mula-mula melepaskan tembakan di Bamako, menyerbu stasiun radio dan televisi nasional, serta menyerbu istana presiden. Kamis (22/03) seorang tentara pemberontak mengatakan, para pelaku kudeta menguasai istana kepresidenan.

Reaksi Kecaman Internasional

Juru bicara utusan tinggi Uni Eropa untuk urusan luar negeri Catherine Ashton, mengecam kudeta tersebut dan menuntut diciptakannya kembali tatanan yang sesuai dengan konstitusi.

Ekmeleddin IhsanogluFoto: picture-alliance/ dpa

Organisasi Kerjasama Islam OIC Kamis (22/03 ) mengecam kudeta militer di Mali dan menyerukan agar segera kembali ke demokrasi di negara itu. Sekjen OIC Ekmeleddin Ihsanoglu menyatakan amat terkejut atas kudeta terhadap Presiden Amadou Toumani Touré Rabu (21(03) malam. Menurut keterangan selanjutnya, Ihsanoglu menyerukan agara para pemimpin kudeta agar menghormati demokrasi dan memungkinkan warga Mali untuk mengekspresikan keinginan mereka secara bebas. Ditambahkan, “masalah di negara tersebut harus diselesaikan lewat dialog.“

Ketua Komisi Uni Afrika juga mengecam keras aksi pemberontakan ini, yang secara serius dipandang mengabaikan legalitas konstitusional. Ketua Komisi Uni Afrika Jean Ping mendesak agar anggota militer yang memberontak segera mengakhiri aksi mereka.

Sementara itu anggota militer yang memberontak menutup perbatasan Mali sampai waktu yang belum ditentukan.

Seruan agar Tenang

Dewan Keamanan PBB menyerukan untuk tenang. Anggota DK PBB menyampaikan kecemasan atas kerusuhan militer di negara barat Afrika tersebut. Demikian dikatakan Duta Besar Inggris untuk PBB Mark Lyall Grant, yang saat ini memimpin badan tertinggi PBB itu. Kamis (22/03) Dewan Keamanan PBB akan melakukan sidang darurat untuk membahas situasi di Mali.

Protes di Mali menentang serangan pemerintah terhadap pemberontak Tuareg (02/02)Foto: AP

Kelompok Tuareg yang berjuang untuk memperoleh otonominya, pertengahan Januari lalu di utara Mali melakukan aksi serangan terbesarnya sejak 2009. Tampaknya mereka memperoleh dukungan dari para pemberontak yang kembali dari perjuangan menggulingkan penguasa Libya Muammar al-Gaddafi. Sejak itu terjadi berbagai pertempuran yang menimbulkan banyak korban tewas. Menurut keterangan PBB lebih dari 170 ribu orang melarikan diri. Suku nomaden Tuareg berjumlah sekitar 1,5 juta orang dan hidup di Aljazair, Burkina Faso, Libya dan Mali.

DK/AFP/Reuters/dpa