1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kunjungan Ahmadinejad di Libanon

Marjory Linardy15 Oktober 2010

Kunjungan Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad di Libanon serta diskusi tentang strategi nuklir dalam aliansi militer Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) mendapat sorotan dalam tajuk sejumlah harian internasional.

Foto: AP

Berkaitan dengan kunjungan Ahmadinejad di Libanon harian Le Figaro yang terbit di Paris menulis:

Kunjungan Mahmoud Ahmadinejad di Libanon Selatan adalah provokasi bagi Israel yang ingin memberikan kesan, bahwa Republik Islam Iran berhasil menjadi penguasa di kawasan tersebut. Gambar-gambar yang menunjukkan bagaimana Ahmadinejad dielu-elukan di lokasi yang tidak jauh dari perbatasan dengan Israel menunjukkan semakin besarnya kekuatan Hizbullah, serta gagalnya upaya untuk membendung semakin kuatnya Islam radikal di Timur Tengah. Gambar-gambar itu akan mempengaruhi Israel dan Barat, untuk memberikan perlawanan terhadap Iran, yang dalam waktu dekat kemungkinan akan memiliki senjata nuklir.

Mengenai tema itu harian La Croix yang juga terbit di Paris berkomentar:

Hizbullah adalah satu-satunya gerakan yang memiliki senjata berat, yang dapat bersaing dengan militer. Dengan sikap mereka yang menyerukan perlawanan terhadap Israel, mereka mewajibkan kelompok politik dan pendapat umum untuk mendukung mereka. Lewat cara itu mereka mendapat pengaruh yang melampaui batas-batas negara. Dengan kehadirannya di Libanon, Mahmoud Ahmadinejad menunjukkan dukungannya bagi sekutu yang sangat diperlukannya itu. Sementara dalam waktu dekat mungkin sejumlah politisi tingkat tinggi Libanon akan dituntut di Pengadilan Khususnya yang menyelidiki pembunuhan mantan Perdana Menteri Rafik Hariri tahun 2005. Hizbullah harus dapat menciutkan hati lawannya. Oleh sebab itu, Pengadilan internasional tidak boleh membiarkan dirinya terpengaruh situasi.

Tema lain yang mendapat sorotan harian internasional adalah strategi masa datang yang ingin ditempuh NATO, yang memiliki 28 negara anggota.

Berkaitan dengan itu harian Der Standard yang terbit di Wina dalam tajuknya berkomentar:

Pemerintah semua negara anggota sedang menghadapi tekanan untuk berhemat. Di London dan Berlin saja, anggaran untuk bidang militer akan dikurangi milyaran. Pembiayaan bersama serta pembagian pasukan diharapkan dapat meringankan beban. AS memperingatkan bahaya penghematan yang terlalu ketat dan mendesak pembangunan sistem penangkis rudal bersama untuk seluruh Eropa, terhadap kemungkinan serangan dari Iran. Amerika jugalah yang menuntut Eropa untuk memiliki ambisi lebih besar dalam upaya membasmi terorisme. Itu sulit diterima banyak negara Eropa. Perbedaan pendapat berusaha ditutupi dengan kompromi-kompromi. Jika terpaksa, dalam hal ini AS akan terus mengambil tindakan sendiri.

Menyangkut strategi nuklir dalam NATO, harian Denmark Jyllands Posten berkomentar:

Ancaman nuklir telah dapat mencegah "perang dingin" berubah menjadi "perang panas". Tetapi di masa kini, di mana jumlah negara yang memiliki senjata nuklir bertambah dengan cepat, tidak ada keseimbangan kekuatan lagi, yang dapat menjamin perdamaian. Dalam kerangka ini, negara-negara anggota NATO harus mendukung sistem penangkal senjata nuklir yang dapat melindungi rakyatnya. Bahwa kas negara Perancis menderita kekosongan, seperti halnya negara-negara lain setelah krisis keuangan, adalah alasan buruk yang digunakan untuk menunda kemajuan baru. Sebaliknya, anggaran untuk pertahanan sekarang dikurangi.

ML/AS/afp/dpa