1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kunjungan Kilat Sarkozy ke Olimpiade Beijing

7 Agustus 2008

Kunjungan presiden Perancis Nicolas Sarkozy yang saat ini sedang menjabat Ketua Dewan Eropa mendapat sorotan luas, terutama oleh media-media Perancis.

Presiden Perancis Nicolas SarkozyFoto: AP

Harian Le Figaro menulis:

"Beijing-Ekspres untuk presiden Nicolas Sarkozy. Tiga pulu dua jam penerbangan pulang-pergi, 12 jam kunjungan di Beijing. Lawatan kilat Sarkozy memberi kesan sebuah perjalanan dinas sebagaimana biasanya. Ia mencoba mencairkan ketegangan dalam hubungan dengan Cina dan menyebut adanya 'persahabatan bersejarah yang tak tergoyahkan antara Paris dan Beijing'. Namun dalam kenyataannya, Sarkozy agak merasa risih dengan kunjungan itu. Karena itu lawatannya diperpendek dari rencana semula. Kelihatannya, ia menyadari dan bisa menerima berbagai kritik yang muncul karena rencananya menghadiri acara pembukaan olimpiade. Sementara koleganya dari Jerman dan Italia tidak datang."

Mengenai Olimpiade di Cina, harian Italia Corriere della Sera berkomentar:

"Pertumbuhan ekonomi Cina menuntut harga tinggi, baik dalam bidang kemanusiaan, sosial maupun bidang politik. Penyelenggaraan pesta Olimpiade ingin dijadikan tirai untuk menyembunyikan hal-hal itu. Rumah-rumah ribuan warga dihancurkan, lahannya diperlukan sebagai lokasi stadion-stadion baru. Puluhan ribu orang dibawa ke luar Beijing dengan alasan, mereka mengganggu ketertiban publik. Jadi ibukota Beijing sejak beberapa waktu lalu praktis berada dalam situasi darurat. Memang, semua keberhasilan ada harganya. Tapi orang boleh bertanya, apalagi yang tertinggal dari gagasan ideal Olimpiade, jika harga yang dibayar demikian tinggi."

Harian Belanda De Volkskrant menyoroti hubungan antara olahraga dan politik. Harian ini menulis:

"Sulit dikatakan, apa saja dampak dari perhatian media yang begitu tinggi selama penyelenggaraan Olimpiade di Cina. Yang jelas, sisi gelap Cina tidak bisa selalu disembunyikan dari cahaya gemerlap lampu sorot. Penindasan politik, sensor, pencemaran lingkungan, penggusuran penduduk Cina yang harus menyingkir dari lokasi-lokasi Olimpiade, berita-berita ini berikut gambar-gambarnya tersebar ke seluruh dunia. Perhatian besar ini memberi para korban dan disiden di Cina peluang baik untuk menyuarakan kepentingannya. Olahraga dan politik sangat sulit dipisahkan, selama Komite Olimpiade Interansional IOC tetap berpegang pada prinsip yang diterapkannya sampai sekarang. Penyelenggaraan Olimpiade diserahkan kepada negara-negara yang punya ambisi paling besar dan paling punya peluang mengeruk keuntungan finansial untuk IOC. Akhirnya pesta Olimpiade sekarang bukan hanya sebuah ajang olahraga, melainkan juga  sebuah simbol kemegahan."

Harian Italia La Stampa mengomentari kunjungan presiden Amerika Serikat George W Bush ke Cina. Bush sebelumnya mengeritik penahanan dan penyingkiran beberapa tokoh agama yang tadinya ingin ia temui di Beijing. Harian ini berkomentar:

"Pesta Olimpiade belum dibuka, Cina dan Amerika Serikat sudah silang pendapat. George W Bush mengeritik penahanan para tokoh agama. Cina menolak memberikan visa kepada seorang atlit Amerika Serikat, yang jadi aktivis untuk kawasan krisis Darfur di Sudan. Sebagai jawaban, Amerika Serikat memilih seorang atlit kelahiran Sudan sebagai pembawa bendera tim olimpiadenya. Jadi suasana antara kedua negara memang makin tegang. Apalagi Bush mempertajam kritiknya terhadap Cina ketika berkunjung ke Bangkok." (hp)