Kisruh seputar Budi Gunawan menjadi ujian politik terbesar di 100 hari pertama pemerintahan Joko Widodo. Ketika tekanan memuncak, PDIP justru bermanuver melewati sang presiden demi kepentingan sendiri.
Iklan
Belum seratus hari berkuasa, gejolak membalut internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menyusul kisruh seputar pencalonan Budi Gunawan. Politisi senior PDIP, Effendi Simbolon melayangkan bola panas ke arah Istana. Ia menilai, kini saat yang tepat "buat memakzulkan Presiden Jokowi."
"Siapa pun yang punya peluang menjatuhkan Jokowi, saatnya sekarang, karena begitu banyak celahnya dan mudah-mudahan dua-duanya yang jatuh," ujarnya seperti dilansir situs Tempo.
Effendi terutama menyoroti manajemen krisis pemerintahan Jokowi terkait kisruh antara Polri dan KPK. Menurutnya, Jokowi seharusnya bisa lebih tegas dalam menengahi konflik kedua lembaga tersebut.
Ketika situasi memanas, "muncul Presiden yang bicara dua tiga menit, tapi tidak tahu ngomong apa," tukasnya lagi.
Manuver PDIP Sudutkan Jokowi
Effendi Simbolon bukan tokoh partai pertama yang menohok Istana. Belum lama ini Hasto Kristiyanto membenarkan pertemuan antara ketua KPK Abraham Samad dengan sejumlah tokoh PDIP serta calon Kapolri Budi Gunawan terkait pencalonannya sebagai wakil presiden.
Dalam pernyataannya Hasto mengisyaratkan dendam Samad kepada Budi Gunawan yang menggagalkan ambisinya mendampingi Jokowi ke Istana Negara. Pernyataan Hasto tidak cuma memanaskan situasi, tetapi juga secara tidak langsung mempersulit posisi Jokowi.
Bahwa PDIP ikut bermain di balik kisruh KPK versus Polri, sudah menjadi dugaan umum. Sebagian meyakini, Budi Gunawan adalah sosok yang dijagokan oleh Megawati. Dugaan tersebut diperkuat oleh pernyataan Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, Sutiyoso.
Bola Panas Berupa Budi Gunawan
Menurutnya, saat menghadiri rapat tertutup di rumah Megawati 13 Januari silam, bekas orang nomor satu di Indonesia itu mempertanyakan alasan KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka. Ironisnya koalisi pimpinan PDIP tetap ngotot menggolkan Gunawan sebagai calon kapolri lewat jalur parlemen, bukan melalui Istana Negara yang notabene dikuasai oleh kader sendiri.
Sehari setelah pertemuan di jalan Teuku Umar itu, DPR meloloskan Budi Gunawan sebagai calon tunggal melalui uji kelayakan dan kepatutan. Lalu muncul gelombang serangan kepada KPK yang dilakukan Hasto Kristiyanto dan Sugianto Sabran. Sabran adalah politisi PDIP yang melaporkan wakil ketua KPK, Bambang Widjojanto ke Mabes Polri.
Maka tak heran jika komentar bernada miring bermunculan. Peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris, menduga "Jokowi sudah di-fait accompli oleh Mega supaya mengajukan Budi Gunawan,” ujarnya kepada Tempo.
rzn/vlz
Kedatangan Presiden dan Harapan Baru
Didampingi Jusuf Kalla, 20 Oktober 2014, Joko Widodo dilantik untuk memimpin pemerintahan Indonesia. Harapan besar bangsa harus ditunaikan oleh Jokowi.
Foto: picture-alliance/AP/Achmad Ibraham
Jokowi dan Salam Tiga Jari buat Indonesia
Kepadanyalah Indonesia berharap. "New Hope," tulis majalah Time di sampul terbitan terbarunya yang dilatari wajah Joko Widodo, Presiden RI ke-7. Kehadirannya di kancah politik nasional dinilai membawa angin segar. Setidaknya ia bukan bagian dari elit politik lama yang tidak pernah benar-benar terbebaskan dari masa lalu di jaman Soeharto.
Foto: picture-alliance/AP/Achmad Ibraham
Yang Lama dan Baru
Presiden RI ke 6, Soesilo Bambang Yudhoyono, sempat berpesan kepada semua jajaran pemerintah agar mendukung presiden yang baru, sebelum meninggalkan Istana Negara. Keduanya terlihat akrab, kendati upaya terakhir Jokowi mendesak pemerintahan SBY agar menaikkan harga BBM kandas beberapa bulan silam.
Foto: Bay Ismoyo/AFP/Getty Images
Sang Presiden dan Ibu Negara
Bersama isterinya, Iriana Widodo, Jokowi tampil untuk pertama kali sebagai pasangan kepala dan ibu negara. Upacara pelantikan di Senayan sendiri dihadiri oleh sejumlah perwakilan negara-negara sahabat, antara lain Malaysia, Australia, Brunei, Amerika Serikat dan Jepang.
Foto: Oscar Siagian/Getty Images
Menyemut di Bunderan HI
Kerumunan massa memadati jalan Sudirman dan Thamrin buat menyambut presiden baru Indonesia. Perjalanan Jokowi dan JK berlangsung lambat lantaran iring-iringan kendaraan kepresidenan mengikuti arus massa.
Foto: picture-alliance/dpa/Adi Weda
Berkuda Menemui Rakyat
Pasangan terpilih Jokowi dan Jusuf Kalla diarak dengan menggunakan delman ke Monumen Nasional seusai acara pelantikan di gedung MPR/DPR. Meriahnya pesta rakyat di jantung ibukota itu memicu kekaguman mantan Wakil Presiden Boediono. "Antusiasme-nya sangat tinggi. Lain dari 2009," kala ia dilantik. ujarnya.
Foto: picture-alliance/dpa/Adi Weda
Harapan baru
Sebelumnya, majalah Time tak mau ketinggalan. Majalah internasional itu menampilkan Jokowi dalam sampul depan dan mengangkat kisah presiden pertama Indonesia yang bukan dari kalangan militer dan oligarki sejak rezim Orba runtuh itu.
Foto: time.com/Photograph by Adam Ferguson for TIME
Akhir pertempuran?
Untuk pertama kalinya sejak pemilu presiden yang berlangsung sengit, Prabowo Subianto mengucapkan selamat atas kemenangan Joko Widodo dan berjanji untuk mendukung pemerintahannya selama kebijakannya sejalan dengan "kepentingan bangsa dan rakyat."
Foto: Reuters/Beawiharta
Dari Tukang Mebel menuju Istana Negara
Joko Widodo, alias Jokowi, menempuh perjalanan panjang sejak menekuni profesinya sebagai pengusaha mebel. Berawal dari kota Solo, dimana ia terpilih untuk dua periode jabatan, Jokowi kemudian merambah Jakarta berbekal dukungan Partai PDIP, Gerindra dan tingkat elektabilitas yang tinggi. Kemenangannya di Jakarta membuahkan popularitas yang meroket di tingkat nasional.
Foto: Reuters
Suara Kecil Antarkan Jokowi ke Istana
"Jokowi adalah Kita," bunyi kampanye yang ramai di Media Sosial. Ucapan tersebut tidak sepenuhnya salah. Jokowi, yang sering tampil sederhana dan tak jengah berbaur dengan penduduk biasa, banyak mendapat dukungan dari kelompok masyarakat menengah bawah. Program asuransi kesehatan dan pendidikan yang diusungnya menemukan gaung di kelompok ini.