1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Kutukan Jalan Trans-Papua

3 Oktober 2017

Ambisi infrastruktur pemerintahan Joko Widodo di Papua dikhawatirkan akan memicu serbuan pendatang luar dan membuat penduduk asli terasing di tanah sendiri. Ketimpangan tersebut dinilai berpotensi menjadi konflik.

Indonesien Papua Kulturfestival
Suku asli Papua di desa Wogi, Wamena.Foto: Getty Images/AFP/A. Berry

Gegas cara Sekretariat Kabinet menebar foto Presiden Joko Widodo menjajal jalan Trans Papua yang nyaris rampung. Berkendara sepeda motor, dia memimpin rombongan pemerintah melewati jalanan berbatu yang kelak akan membuka Papua bagi dunia.

Jokowi punya segudang dalih menggulirkan proyek pembangunan jalan sepanjang lebih dari 4.000 kilometer yang sebagian besar dikerjakan oleh Tentara Nasional Indonesia. Papua, katanya, "memiliki potensi kekayaan alam yang berlimpah. Potensi besar ini harus betul-betul dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan guna mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan pemerataan di tanah Papua."

Namun keterbukaan akses juga memicu keresahan di kalangan masyarakat adat. Karena jalan Trans Papua juga akan membuka akses ke suku-suku paling terpencil yang selama ini jarang bersentuhan dengan pendatang luar. Saat ini pun populasi pendatang sudah mengalahkan jumlah penduduk asli Papua sebanyak 60-40.

Saat ini populasi penduduk di Papua dan Papua Barat mencapai 3,6 juta jiwa. Dari jumlah tersebut hanya 1,7 juta penduduk yang dikategorikan suku asli Papua, sebagian besar merupakan anggota 250 suku terpencil yang hidup di kawasan pegunungan.

"Warga non Papua yang memahami cara berdagang dan membangun usaha akan mulai menetap di kawasan pedalaman," kata Koordinator Jaringan Papua Damai Neles Tebay kepada Asia Times. "Suku asli Papua harus dipersiapkan untuk itu, jika tidak mereka akan melihatnya sebagai ancaman."

Tebay mengkhawatirkan suku asli hanya akan menjadi "penonton" gelombang kemajuan dan pembangunan di Papua. "Di banyak area, penduduk lokal hanya bisa menyaksikan giatnya kegiatan ekonomi di desa lain, karena mereka tidak punya akses dan tidak bisa ikut terlibat lantaran tidak punya kemampuan. Mereka terasingkan dari aktivitas ekonomi di kampung sendiri," ujarnya dalam sebuah pertemuan dengan Presiden Jokowi di Jayapura seperti dilansir JakartaPost.

Kekhawatiran mengenai pembangunan infrastruktur tanpa dibarengi dengan pembangunan kualitas SDM dinilai bisa berujung fatal. Konflik antara penduduk asli dan pendatang luar juga bukan hal asing di Indonesia. "Jika ini terus berlangsung, upaya pemerintah membangun Papua tidak akan membuahkan hasil," pungkas Nales.


rzn/yf (AT, JakartaPost, JPD, Antara, Kompas)