KWI Prihatin Trend Instrumentalisasi Agama Dalam Pilkada
24 Oktober 2016"Kekerasan dapat dengan mudah menyebar, terutama jika itu dikaitkan dalam konteks agama dan etnis," kata sekretaris eksekutif Komisi Kerasulan Awam KWI Pastor Yohanes Rasul Edy Purwanto hari Senin (24/10) kepada kantor berita Asia Ucanews.
Minggu yang lalu, beberapa tokoh agama dari berbagai organisasi telah menyatakan keprihatinan tentang penggunaan sentimen agama dan ras menjelang pemilihan daerah yang dijadwalkan tahun depan.
KWI sendiri "sudah mengingatkan" umat Katolik tentang tanggung jawab mereka untuk membantu mencegah kekerasan selama musim pilkada mendatang.
"Kami harus berpikir tentang bagaimana umat Katolik di daerahnya sendiri bisa berkontribusi dengan cara konkret untuk menciptakan pemilu damai," kata Pastor Yohanes.
"Kami berharap kekerasan sporadis tidak akan muncul. Sangat mudah aksi kekerasan jadi meluas, terutama ketika menggunakan konotasi agama dan ras," lanjutnya.
Pastor Purwanto mengatakan, KWI akan mengeluarkan surat pastoral tentang pemilu pada sinode bulan November.
"Setiap keuskupan dapat melakukan hal itu juga, menerbitkan surat serupa. Sebagai sebuah entitas nasional, bagaimanapun KWI 'tidak bisa tinggal diam," katanya.
Minggu lalu, para pemimpin agama melakukan pertemuan di Jakarta untuk membahas situasi politik dan sosial masa kini. Pertemuan itu dihadiri antara lain oleh perwakilan dari Inter Rigion Council (IRC), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Persatuan Hindu Dharna Indonesia (PHDI), Perwakilan Umat Budha Indonesia (WALUBI), Majelis Tinggi Agama Konghuchu (MATAKIN), Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) serta Pengurus Pusat Muhammadiyah.
Dalam enam butir pesan yang dikeluarkan setelah pertemuan itu, pmereka menyerukan agar pemilu dilakukan dengan damai dan saling menjujung nilai nilai perdamaian. Para pemimpin agama menyatakan keprihatinan atas ancaman terhadap kerukunan beragama.
"Menyatakan keprihatinan mendalam atas berkembangnya suasana kehidupan bangsa yang menampilkan gejala pertentangan dan wacana antagonistik di kalangan masyarakat.Suasana tersebut potensial mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama yang sudah terjalin baik selama ini, dan pada giliran berikutnya dapat menggoyahkan sendi kesatuan dan persatuan bangsa," demikian disebutkan dalam pernyataan itu.
Penggunaan isu agama dalam pemilihan daerah makin gencar menjelang pemilihan Gubernur di Jakarta yang akan digelar awal tahun depan. 14 Oktober lalu, ribuan orang melakukan aksi di Jakarta menuntut Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok agar mengundurkan diri.
Mereka menuduh Ahok telah melakukan penistaan terhadap agama Islam. Selain itu, mereka juga melakukan kampanye agar pemilih muslim hanya memilih calon gubernur yang juga beragama Islam. Menurut kalangan ini, orang Islam dilarang untuk memilih seroang Gubernur yang bukan Islam. Pemilihan Gubernur di Jakarta memang sering disebut pengamat sebagai indikator kondisi politik Indonesia saat ini.
hp/rn (kna, ucanews, jakarta post)
ionen während des Wahlkampfs.