Lagi, Jurnalis Perempuan Afganistan Tewas Terbunuh
10 Desember 2020
Pria bersenjata tak dikenal membunuh penyiar televisi perempuan dan seorang sopir di kota Jalalabad, Afganistan. Tragedi pembunuhan tersebut terjadi setelah dua jurnalis tewas bulan lalu.
Iklan
Jurnalis Malalai Maiwand dan sopirnya ditembak mati pada hari Kamis (10/12) pukul 07.10 pagi waktu setempat.
Juru bicara Gubernur Nangarhar, Ataullah Khogyani, mengatakan pembunuhan tersebut terjadi saat keduanya tengah dalam perjalanan menuju tempat kerja.
Para penyerang menembaki mobil Maiwand tak lama setelah dia meninggalkan rumahnya di Nangarhar timur. Maiwand bekerja sebagai penyiar berita untuk saluran radio dan televisi swasta Enikass.
Selain bekerja sebagai jurnalis, Maiwand juga merupakan aktivis yang mengadvokasi hak-hak perempuan dan anak Afganistan. Pembunuhan terhadap Maiwand terjadi hanya beberapa minggu setelah reporter Radio Liberty, Aliyas Dayee tewas dalam serangan bom mobil di Lashkar Gah.
Enam belas tahun setelah invasi AS, Afghanistan kembali tenggelam dalam jerat terorisme kelompok Islam. Serangkaian serangan teror baru-baru ini semakin memperkuat pengaruh Taliban dan ISIS.
Foto: picture alliance/Photoshot
Stabilitas Yang Rapuh
Rangkaian serangan teror di Afghanistan selama beberapa bulan terakhir menempatkan negeri tersebut dalam posisi pelik dan menggarisbawahi kegagalan pemerintah memperbaiki kondisi keamanan pasca penarikan mundur pasukan perdamaian internasional.
Foto: Reuters/M. Ismail
Kampanye Tanpa Hasil
Serangan tersebut juga menjadi catatan muram kampanye militer Amerika Serikat selama 16 tahun di Afghanistan. Meski serangan udara terhadap Taliban meningkat tiga kali lipat selama 2017, kelompok teror tersebut mampu menggandakan kekuasaannya dan kini aktif di 70% wilayah Afghanistan. Islamic State yang terusir dari Suriah mulai giat menebar teror di negeri tersebut.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Hossaini
Darah di Musim Semi
Pekan lalu Taliban mendeklarasikan dimulainya serangan musim semi yang sekaligus menampik tawaran perdamaian dari Presiden Ashraf Ghani. Kaum militan itu beralasan meningkatnya intensitas kampanye bersenjata adalah reaksi terhadap strategi militer AS yang lebih agresif. Pentagon ingin mendesak Taliban agar menerima perundingan damai dengan meningkatkan serangan udara.
Foto: Reuters
Janji Donald Trump
Tahun lalu Presiden AS Donald Trump mengumumkan strategi baru dengan menambah jumlah pasukan untuk melatih militer Afghanistan. Saat ini sekitar 11.000 pasukan AS bertugas sebagai pelatih atau konsultan keamanan. Trump juga berjanji akan membantu Afghanistan memerangi Taliban dan mempertahankan keberadaan pasukan AS selama dibutuhkan.
Foto: Getty Images/AFP/B. Smialowski
Damai yang "Konspiratif"
Meski mendapat tawaran perundingan damai "tak bersyarat" dari Presiden Ghani Februari silam, Taliban tetap bergeming dan malah menyebut upaya perdamaian sebagai "konspirasi." Pengamat meyakini kelompok teror tersebut tidak akan bersedia mengikuti perundingan damai selama mereka masih lemah. Wilayah kekuasaan Taliban saat ini jauh lebih besar ketimbang sebelum berkecamuknya perang 2001 silam.
Foto: Getty Images/AFP/N. Shirzad
Sikap Ambigu Pakistan
Pakistan mendapat tekanan dari Kabul dan Washington agar tidak lagi melindungi militan dari Afghanistan. Islamabad sejauh ini menepis tudingan tersebut dan mengklaim pengaruhnya di wilayah perbatasan telah banyak berkurang. Situasi tersebut menambah ketegangan antara Pakistan dan Afghanistan.
Foto: DW/H. Hamraz
Nasib Bangsa di Tangan Penguasa Daerah
Selain Taliban, penguasa daerah alias warlords memiliki pengaruh besar di Afghanistan. Tahun lalu, pemimpin Hizb-i-Islami Gulbuddin Hekmatyar kembali ke arena politik di Kabul setelah masa pengasingan selama 20 tahun. Kembalinya Hekmatyar adalah berkat perjanjian damai dengan pemerintah Afghanistan yang ditandatangani pada September 2016. Langkahnya diharapkan dicontoh oleh warlords lain.
Foto: Reuters/O.Sobhani
Sikap Galau Asraf Ghani
Di tengah konflik kekuasaan tersebut, popularitas Presiden Ghani terus menyusut di mata penduduk. Maraknya korupsi dan cekcok tanpa henti di tubuh pemerintah mempersulit upaya Afghanistan menanggulangi terorisme. Terkait serangan Taliban, Ghani mengatakan kelompok teror tersebut "sudah melampaui batas," meski tetap membuka pintu perundingan damai.
Foto: Reuters/K. Pempel
8 foto1 | 8
Negara tak ramah jurnalis
Pada tahun 2017, sejumlah orang termasuk seorang pengemudi televisi swasta Enikass, tewas dalam sebuah ledakan di dekat stasiun. Sementara pada 2018, seorang petinggi media diculik oleh orang-orang bersenjata tak dikenal, tetapi kemudian dibebaskan. Jurnalis Afganistan lainnya juga tewas dalam pemboman bulan lalu, tercatat 10 jurnalis dan staf media tewas pada 2019.
Tidak ada yang mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan itu, tetapi afiliasi ISIS yang bermarkas di Afganistan timur telah mengklaim sebagian besar serangan terhadap warga sipil di wilayah tersebut.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Afganistan, Tariq Arian mengatakan dalam satu setengah dekade terakhir, sebagian besar jurnalis yang tewas merupakan korban Taliban.
Sementara juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid membantah keterlibatan kelompok itu dalam insiden tersebut.