1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Keanekaragaman Hayati di Daerah Tropis Kian Rusak

Brigitte Osterath
31 Juli 2018

Penelitian menunjukkan bahwa kerusakan keanekaragaman hayati di daerah tropis bahkan bisa lebih buruk daripada yang diperkirakan jika kita tidak serius menyelesaikan masalah lingkungan di sana.

Amazonas Regenwald Amazonien Amazonasregenmal Dschungel Fluss
Foto: picture alliance/WILDLIFE

Sebuah tim peneliti internasional menginventarisasi keanekaragaman hayati di daerah tropis termasuk juga hutan, padang rumput, wilayah air tawar dan garis pantai.

Hasilnya: meski wilayah tropis hanya mencakup sekitar 40 persen dari permukaan bumi, ini adalah tempat hidup bagi 78 persen spesies tumbuhan dan hewan, termasuk amfibi, mamalia darat, ikan, semut dan tanaman berbunga di dunia.

Peran daerah tropis bahkan lebih penting lagi bagi burung, karena 91 persen burung terestrial hidup di zona yang hangat dan lembab. Burung jenis lainnya juga mampir dan mengunjungi wilayah tropis dalam migrasi tahunan mereka.

Selain itu, daerah tropis juga adalah rumah dari hampir semua karang di perairan dangkal.

Sebagian besar spesies tropis tidak ditemukan di tempat lain, dan peneliti memperkirakan bahwa setidaknya ada 150.000 spesies yang belum diketahui para ilmuwan.

"Dengan kecepatan mendeskripsi spesies seperti saat ini, yaitu sekitar 20.000 spesies baru per tahun, diperkirakan setidaknya butuh 300 tahun untuk merampungkan katalog keanekaragaman hayati," kata Benoit Guénard, asisten profesor Universitas Hong Kong, dalam sebuah rilis pers terkait penelitian ini. Sementara ekosistem terus berubah.

Wilayah tropis dalam masalah

Deforestasi, polusi, penangkapan ikan dan perburuan berlebihan, invasi spesies asing serta pemanasan global sangat berdampak terhadap ekosistem tropis.

"Ekosistem tropis kini mengalami transisi drastis, berubah menjadi sesuatu yang sangat berbeda," kata penulis utama Jos Barlow dari Lancaster University.

Terumbu karang, misalnya, tumbuh sangat lebat dan akhirnya digantikan oleh ladang alga dan spons.

Hutan tropis yang lembab, yang pada masa lalu bebas dari masalah kebakaran, kini sering terbakar dan dapat menyebabkan lahannya berganti menjadi vegetasi rumput.

Kebakaran di hutan hujan tropis yang lembab dulu jarang terjadiFoto: picture-alliance/AP Photo/T. Syuflana

Di banyak savana misalnya di Cerrado, Brasil, banyak tanaman agrikultur telah menggantikan ekosistem asli wilayah itu.

"Semua ini terjadi sekarang, dengan frekuensi yang lebih cepat dan luasan yang semakin besar," kata Barlow.

Hilangnya ekosistem ini memiliki efek negatif yang dramatis bagi manusia, para peneliti menambahkan.

Ambil contoh terumbu karang. Ini adalah sumber ikan bagi 275 juta orang yang hidup dalam jarak 30 kilometer, sedangkan hutan menyediakan kayu dan produk lainnya. Penguapan di wilayah Amazonia diperkirakan menyediakan 70 persen curah hujan untuk area seluas 3,2 juta kilometer persegi di dekatnya.

Sistem perlindungan lingkungan belum cukup

Ekosistem tropis sebelumnya telah mengalami banyak ancaman lokal, seperti polusi dan penebangan. Namun kini perubahan iklim juga menjadi tambahan masalah.

"Sementara sebagian besar dari kita tahu banyak tentang dampak perubahan iklim di daerah kutub. Perubahan iklim juga memiliki konsekuensi yang merusak di seluruh daerah tropis - dan tanpa tindakan cepat, dapat merusak konservasi lokal," kata Barlow.

Ditanya apa yang paling ia harapkan untuk mempertahankan daerah tropis, Jos Barlow menjawab: "mengendalikan perubahan iklim."

Membangun kawasan lindung adalah salah satu cara melestarikan keanekaragaman hayati. "Ini sangat penting, dan berpotensi besar untuk melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati," katanya. Namun itu saja belum cukup.

Penelitian itu juga menunjukkan bahwa sistem perlindungan lingkungan yang ada saat ini hanya mencakup sebagian kecil ekosistem air tawar tropis dan padang rumput.

Selain itu, yang dilindungi hanyalah semua yang ada di dalam batas cagar alam, sementara yang di luardibiarkan begitu saja.

"Ini adalah strategi yang gagal dalam mencegah hilangnya keanekaragaman hayati."

ae