Lambat Kirim Vaksin COVID-19, Uni Eropa Gugat AstraZeneca
27 April 2021
Komisi Eropa melayangkan gugatan terhadap perusahaan Inggris-Swedia, AstraZeneca, karena pelanggaran kontrak dalam hal penundaan distribusi vaksin COVID-19.
"Komisi tersebut telah mengajukan upaya hukum pada Jumat (23/04) lalu terhadap AstraZeneca," kata seorang juru bicara mengatakan pada konferensi pers, seraya menambahkan bahwa 27 negara Uni Eropa mendukung langkah tersebut.
"Beberapa persyaratan kontrak belum terpenuhi dan perusahaan farmasi itu belum memiliki strategi untuk memastikan pengiriman dosis vaksin tepat waktu," tambahnya.
Namun, seorang diplomat Uni Eropa memperingatkan bahwa langkah tersebut berpotensi berdampak pada investasi industri obat-obatan Eropa di masa depan. Gugatan hukum diyakini bisa memakan waktu bertahun-tahun, kata seorang duta besar yang memiliki hubungan dekat dengan Paris dan Berlin.
Iklan
Sikap Uni Eropa terhadap AstraZeneca
Jerman, Prancis, dan Hongaria termasuk di antara negara-negara UE yang pada awalnya enggan menuntut perusahaan tersebut, karena alasan bahwa langkah itu mungkin tidak juga dapat mempercepat pendistribusian vaksin.
Keputusan langkah hukum tersebut muncul ketika pada awal bulan ini Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyarankan untuk tidak lagi berbisnis dengan AstraZeneca dalam program vaksinasi di masa depan.
Mantan menteri pertahanan Jerman itu mengatakan UE hanya akan membeli vaksin yang menggunakan teknologi mRNA, seperti Pfizer dan Moderna untuk periode mendatang. "Kita perlu fokus pada teknologi yang telah membuktikan manfaatnya - vaksin mRNA adalah contoh kasus yang jelas," katanya.
Negara dengan Kuota Vaksinasi Corona Tertinggi di Dunia
Sejumlah negara ngebut melakukan vaksinasi corona untuk meredam pandemi Covid-19 secara efektif. Yang mengejutkan, sejumlah negara kecil mencapai kuota vaksinasi per kapita tertinggi di dunia.
Foto: picture-alliance/dpa/Geisler-Fotopress
Israel Terdepan
Israel berada di peringkat paling atas sebagai negara dengan kuota vaksinasi corona per kapita tertinggi sedunia. 96% dari seluruh populasi yang jumlahnya 8,6 juta orang minimal sudah mendapat dosis pertama vaksin (posisi 08/03/21). Sukses negara Yahudi itu untuk mengerem pandemi Covid-19 mendapat acungan jempol. Kini kehidupan publik berangsur normal, tapi prokes tetap dijalankan.
Foto: Ronen Zvulun/REUTERS
Uni Emirat Arab di Posisi Dua
Uni Emirat Arab (UEA) menyusul di posisi kedua dengan kuota vaksinasi per kapita mencapai 62 per 100 penduduk. Sekitar 6,8 juta dari lebih 9 juta penduduk UEA sudah mendapat vaksin corona dosis pertama. UAE menggunakan vaksin Sinovac buatan Cina untuk program vaksinasi massal gratis. Saat ini Dubai mulai "roll out" vaksinasi dengan vaksin buatan BioNTech-Pfizer.
Foto: Getty Images/AFP/K. Sahib
Inggris
Inggris mencatatkan kuota vaksinasi corona per kapita pada kisaran 31 per 100 orang. Dengan jumlah populasi hampir 86 juta orang, berarti lebih dari 28 juta warga Inggris sudah mendapat vaksin corona. Aktual ada tiga jenis vaksin yang digunakan, yakni buatan BioNTech-Pfizer, Moderna dan AstraZeneca.
Foto: Victoria Jones/AFP/Getty Images
Amerika Serikat
Amerika Serikat juga ngebut memerangi pandemi Covid-19, setelah terganjal beberapa bulan oleh politik Trump. Aktual kuota vaksinasi per kapita mencapai 23,5 per 100 orang. Artinya hingga saat ini sudah lebih dari 76 juta dari total 331 juta populasi AS mendapat minimal satu dosis vaksin buatan BioNTech-Pfizer atau Moderna. Presiden terpilih Joe Biden mendapat vaksinasi sebagai aksi simbolis.
Foto: Tom Brenner/REUTERS
Serbia
Serbia, salah satu negara bekas Yugoslavia dengan populasi 7 juta orang juga ngebut dengan program vaksinasi massal. Kuotanya mencapai 22 per 100 orang (posisi 4/3/21) Menteri kesehatan Serbia, Zlatibor Loncar secara simbolis mendapat vaksinasi anti Covid-19 buatan Sinopharm, Cina di Beograd akhir Januari silam.
Foto: Nikola Andjic/Tanjug/ Xinhua News Agency/picture alliance
Chile
Negara kecil di Amerika Selatan, Chile juga melakukan vaksinasi massal dengan cepat. Negara dengan populasi sekitar 19 juta orang itu sudah mencapai kuota 19,2 per 100 penduduk. Presiden Sebastian Pinera mendaat suntikan vaksin perdana secara simbolis pertengahan Februari lalu di kota Futrono. Vaksin yang digunakan adalah Sinovac buatan Cina.
Bahrain menjadi negara di kawasan Teluk berikutnya yang mencatatkan kuota tinggi vaksinasi corona dengan 17,8 per 100 orang. Registrasi vaksinasi di negara kecil berpenduduk sekitar 1,6 juta orang itu dilakukan menggunakan aplikasi mobile. Vaksinasi menggunakan dua jenis vaksin dalam program ini, yakni vaksin buatan Sinopharm dan buatan BioNTech-Pfizer.
Foto: Imago/Sven Simon
Denmark
Denmark negara kecil di Eropa dengan populasi 5,8 juta mencatatkan kuota vaksinasi corona per kapita 11 per 100 warga. Jika dilihat angka mutlaknya relatif kecil, hanya sekitar 600 ribu warga yang mendapat vaksinasi. Tapi dilihat dari kuota per total populasi angka itu cukup tinggi.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mendapat vaksin Sinovac buatan Cina saat memulai kampanye vaksinasi massal di Ankara pertengahan Januari silam. Saat ini kuota vaksinasi di Turki mencapai sekitar 11 dari 100 warga di negara dengan populasi 82 juta orang itu.
Foto: Murat Cetinmuhurdar/Presidential Press Office/REUTERS
Jerman
Jerman belakangan catat pertambahan kasus covid-19, menjadi lebih dari 2,5 juta orang dan lebih dari 72.000 korban meninggal. Walau vaksin BioNTech berasal dari Jerman, namun pembagiannya tergantung Uni Eopa. Jerman baru mencatat 7,9% vaksinasi corona bagi 83 juta penduduknya. Strategi vaksinasi dikritik sebagai amat lamban dan kurang efektif. Penulis Agus Setiawan (as/pkp)
Foto: Markus Schreiber/AP Photo/picture alliance
10 foto1 | 10
Kemarahan Uni Eropa
Saat menandatangani kontrak dengan UE, AstraZeneca berkomitmen untuk melakukan "upaya terbaik yang masuk akal" untuk mengirimkan 180 juta dosis vaksin ke blok tersebut pada kuartal kedua tahun ini, sehingga total secara keseluruhan mencapai 300 juta dosis. Namun, pada bulan lalu AstraZeneca mengatakan hanya mampu menargetkan sepertiga dari jumlah itu.
Brussels sangat marah akan hal itu, ditambah dengan fakta bahwa dosis vaksin yang dikirim ke Inggris tidak berkurang sama sekali, meski kontrak pembelian Uni Eropa dan Inggris sama-sama tertanggal Agustus 2020.
Pembelaan AstraZeneca
Produsen vaksin AstraZeneca pada Senin (26/04) menyayangkan keputusan Komisi Eropa dan mengatakan bahwa tidak ada dasar hukum yang jelas atas gugatan hukum tersebut.
"AstraZeneca telah sepenuhnya mematuhi Perjanjian Pembelian dengan Komisi Eropa dan akan melakukan pembelaan di pengadilan. Kami menyambut baik kesempatan ini untuk menyelesaikan sengketa secepat mungkin," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan.
Pada saat yang sama, perusahaan farmasi itu mengatakan bahwa mereka "berharap" untuk tetap bekerja sama dengan Komisi Eropa dalam program vaksinasi. Pihaknya juga akan mengirimkan hampir 50 juta dosis vaksin ke sejumlah negara Eropa pada akhir April 2021.