1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Langka Beras Landa Birma

26 Juni 2008

Dampak bencana badai topan Nargis mengenaskan bagi Birma. Bila sebelumnya mereka masih mampu memasok kebutuhan beras sendiri, kini mereka terpaksa mengharapkan bantuan dari luar. Ancaman kelaparan di depan mata.

Nasi telah menjadi kemewahan tersendiri
Nasi telah menjadi kemewahan tersendiriFoto: AP

Kawasan Delta Irrawaddy menyumbang sekitar 60 persen kebutuhan beras bagi Myanmar. Namun setelah badai siklon Nargis menghantam, tempat tinggal penduduk luluh lantak, bahan pangan pun menjadi menjadi langka. Yang paling parah, mereka tak lagi mempunyai benih padi. Manajer organisasi perhimpunan Asia Timur, Monika Stärk yang baru kembali dari Myanmar, menggambarkan situasi di sana: "Banjir belum surut, artinya sebagian areal persawahan masih terendam air. Perbaikan lahan persawahan dan sistem pengairan tentu saja merupakan tema penting. Tantangan yang dihadapi di Delta Irrawaddy tak hanya memerlukan bibit padi baru yang tahan air laut, namun juga jumlah yang ada terlalu sedikit.”

Menurut keterangan Badan Pangan Dunia FAO, seluruh panen hancur akibat badai, sementara sebagian areal persawahan pun tak dapat ditanami. Selain itu tidak ada tenaga kerja, kerbau pembajak sawah, peralatan bersawah, benih dan pupuk.

Guru besar ekonomi, Michael von Hauff yang juga rutin mengajar di Universitas Ekonomi Yangoon menjelaskan: “Masalahnya menyangkut petani-petani kecil, yang landasan kehidupannya dua hingga tiga tahun ke depan hancur. Artinya, baru dua atau tiga tahun mendatang dimungkinkan lagi mereka dapat menanam padi dan dengan itu dapat memenuhi kebutuhan sendiri.“

Seberapa penting beras bagi kebutuhan pangan di Myanmar, dijelaskan rakyat Birma, Sonny Aung Than Oo: "Beras itu begitu pentingnya bagi kami di Birma, setiap orang membutuhkan beras. Beras merupakan kebutuhan pangan utama kami. Tanpa nasi kami tak akan bertahan. Orang miskin makan nasi dengan terasi. Kini, orang memasak air dengan sedikit beras dan meminum airnya seperti sup bubur. Harga beras saat ini begitu mahal dan orang miskin tidak mampu lagi membeli beras.“

Itulah suara rakyat. Namun bagaimana dengan pemerintahannya sendiri? Sejauh mana keberhasilan pemerintah junta militer Myanmar dalam mengatasi bencana badai topan ini masih dipertanyakan. Pemasokan bantuan yang sangat lambat dan tidak memadai yang dilakukan junta militer menunjukkan pentingnya bantuan internasional masuk bagi Myanmar. Kembali pengamat ekonomi Michael von Hauff: "Saya sangat mengharapkan bahwa segera didatangkan bantuan beras bagi Myanmar, sebab bila tidak akan terjadi bencana kelaparan, yang akan menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa.“

Memang masih ada waktu. Kini tinggal bagaimana rezim militer mengkonsentrasikan seluruh kekuatan, untuk mengatasi krisis. Sejauh mana keberhasilannya dapat dilihat dalam waktu dekat, sebab jika tidak bencana kelaparan akibat bencana badai topan Nargis akan melanda Myanmar. (ap)