1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Laporan Kependudukan Dunia 2004; Laporan Kependidikan OECD

16 September 2004

Laporan kependudukan dunia 2004 mengungkapkan , pembrantasan kematian ibu, AIDS dan kehamilan yang tidak diinginkan, masih jauh di bawah target konferensi kependudukan dunia di Kairo 10 tahun yang lalu , pada tahun 1994. Namun sebaliknya banyak negara telah meningkatkan upaya di bidang program keluarga berencana, pencegahan AIDS dan pelayanan kesehatan. Menurut Dana Kependudukan PBB - UNFPA, kesulitan dalam mengimpletasikan program aksi itu, terutama disebabkan karena kekurangan dana. Negara-negara donor di tahun 2003 hanya menyediakan separoh dari dana yang telah disepakati untuk politik kependudukan.

Harian Süddeutsche Zeitung berkomentar:

10 tahun seteleh konferensi kependudukan dunia di Kairo, PBB dalam laporannya dapat mencatat beberapa kemajuan. Namun masalah yang diakibatkan oleh pertambahan pesat penduduk di negara-negara miskin, belum teratasi. Pertambahan penduduk pesat akan memperbesar penderitaan dan kemiskinan. Negara-negara industri meremehkan masalah itu, mungkin juga karena mereka punya masalah lain. Sebab di negara industri, jumlah penduduknya berkurang. Kecenderungan itu menimbulkan masalah lain, seperti: Siapa yang membayar uang pensiun? Siapa yang membayar asuransi kesehatan? Masalah itu meresahkan masyarakat di Eropa dan Jepang , sehingga masalah ekstrim lainnya di belahan lain bumi , luput dari perhatiannya.

Sementara harian Rheinpfalz yang terbit di Ludwigshafen berkomentar:

Bahaya pertambahan penduduk dunia dapat dibendung, bila negara-negara donor menepati janjinya untuk bantuan dana. Biang keladinya adalah AS. AS menahan dana bantuannya, karena mereka tidak menyetujui kebijakannya. Kritik itu dapat dipahami. Sebab berbeda dengan di zamannya pemerintahan Clinton, AS di bawah George W Bush , mengkaitkan sebagian uang bantuan perkembangan dengan apa yang dinamakan prinsip abstinence only. Pandangan reaksioner dan jauh dari realita mengenai perilaku manusia itu, lebih mengutamakan sikap menahan nafsu daripada penyuluhan dan pencegahan kehamilan.

Dalam laporan pendidikan dunia Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan OECD, Jerman kembali mendapat penilaian buruk.

Harian Tageszeitung – Taz yang terbit di Berlin menulis:

Yang aneh adalah bahwa data-data dalam laporan pendidilkan OECD bukankah hal yang baru. Jerman telah terlalu lama melakukan terlalu sedikit investasi di bidang pendidikan. Lebih tua adalah tradisi Jerman untuk menghemat dalam pendidikan generasi berikut. Empat sistim sekolah di Jerman - siapa yang bicara tentang tiga sistim sekolah, melupakan bahwa hampir lima persen anak adalah murid sekolah luar biasa - memang tidak ada duanya di dunia, namun juga mengandung pesan , belum tentu seorang anak bisa menikmati salah satu sistim itu. Alhasil , Jerman menduduki peringkat paling rendah dalam soal pendidikan dasar dan peringkat paling tinggi dalam jumlah putus sekolah. Sebuah sekolah untuk semua anak akan meningkatkan inteligensia, bahkan akan menaikkan produk sosial bruto. Itu sudah terbukti. Jerman harus menyakininya.

Harian Frankfurter Rundschau juga menyoroti perdebatan mengenai pendidikan di Jerman:

Harapan akan keterbukaan demokratis, juga peluang sama bagi pendidikan, dikonfrontasikan dengan dihidupkannya kembali istilah-istilah prestasi dan prestise kuno, seakan-akan pendidikan adalah soal turun-temurun. Bagi Jerman tidak ada tantangan yang lebih besar.