Laporan Nuklir Korut: Gebrakan atau Permainan Politik?
27 Juni 2008Harian Austria Die Presse yang terbit di Wina berkomentar:
"Korea Utara menyerahkan dokumen berisi rincian program atomnya dan Presiden Amerika Serikat George Bush menyatakan akan mencoret salah satu negara yang dikuasai rezim totaliter terakhir dunia dari daftar negara yang mendukung teroris. Dengan begitu Bush membuka jalan bagi normalisasi hubungan antar kedua negara. Tapi, gebrakan Korea Utara ini tak pantas memicu eforia massal. Kemungkinan besar, sang penguasa Kim tetap merahasiakan sebagian aspek program atomnya. Karena program atom ini adalah satu-satunya kartu as rezim Korea Utara, yang pasti akan dimainkan lagi di masa depan."
Harian Jerman Frankfurter Rundschau menurunkan tajuk bernada kritis:
"Fron terakhir dalam perang dingin mulai retak. Korea Utara akhirnya menyerahkan laporan program atomnya dan Amerika Serikat berjanji menghentikan boikot perdagangannya terhadap rezim Korea Utara. Termometer politik yang lama beku perlahan menghangat menjadi sekitar minus sepuluh derajat. Artinya, masih dibutuhkan waktu sampai kebekuan politik benar-benar mencair antara kedua negara. Rintangan besar berikutnya adalah soal arsenal senjata atom Korea Utara. Bagi pemerintah di Pyongyang lebih mudah untuk membongkar reaktor Yongbyon daripada menjawab dengan jujur semua pertanyaan mengenai program atomnya. Konon, Menteri Luar Negeri Korea Utara mengatakan pada seorang juru runding Amerika Serikat, bila kedua negara mereka bersahabat, seharusnya Korea Utara boleh menyimpan beberapa rudal nuklirnya. Tentu saja, Korea Selatan sama sekali tidak menyetujui hal itu."
Harian Inggris Times yang berhaluan konservatif berkomentar:
"Sampai saat ini tidak jelas, mengapa Korea Utara akhirnya menyerahkan laporan setebal 60 halaman mengenai instalasi atomnya kepada Cina. Yang jelas, dampak politisnya luar biasa. Korea Utara kini dapat menanggalkan statusnya yang terisolir, tentu saja dengan bantuan negara tetangganya. Negara ini juga dapat menerima bantuan ekonomi dari masyarakat internasional yang sangat dibutuhkan. Sebagai negara yang dicap sebagai anggota poros kejahatan warga Korea Utaralah yang paling menderita selama dekade terakhir ini. Keamanan regional di Asia Timur tak lagi terancam kekuatiran bahwa negara yang terpinggirkan akan menggunakan senjata nuklirnya."
Sementara, haria Austria Der Standard menulis:
"Gebrakan ini dimotivasi perhitungan politik. Pemerintah Bush tak ingin salah satu keberhasilannya di kancah politik internasional tercoreng - yaitu rencana tiga tahap untuk memusnahkan arsenal nuklir Korea Utara. "Poros Kejahatan" yang selama ini terdiri dari Iran, Irak di bawah kekuasaan Saddam Hussein dan Korea Utara kembali kehilangan satu anggotanya. Namun, jalan untuk mencapai perlucutan toal senjata nuklir Korea Utara masih panjang. Keterangan yang diberikan Pyongyang masih harus diperiksa. Selain itu, peran rezim Korea Utara dalam pembanguan reaktor nuklir di Suriah masih harus diselidiki."(zer)